logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 6 KKN DI TANAH SUNDA

Pagi pun tiba, semua mahasiswa melakukan aktifitasnya masing-masing. Karena Devina lelah menegur Dela yang semakin tidak bisa mendengarkan nasehatnya, ia pun membiarkan apapun yang mereka lakukan.
"Temen-temen kumpul sebentar yuk, ini ada kupon jalan sehat dari karang taruna nih,"
Setelah brifieng sebentar mereka pun mengikuti arahan untuk berkumpul di kantor desa. Semua bergembira menyatu dengan warga. Tak ada lagi ketakutan yang menghantui di awal. Hingga tiba di pertengahan bulan Agustus terjadi perselisihan di antara mereka.
Devina yang sudah muak dengan ke egoisan masing-masing anggota akhirnya memilih keluar dari poskonya. Ia pun mengungsi ke posko Rayhan karena arahan dari Rizki koordinator desanya. Selain sebagai tempat rapat, posko Rayhan memang sering ditempati anggota lain yang menginap.
Devina segera menghubungi Ray untuk menjemputnya. Dengan sedikit tenaga Rayhan di bantu temannya membawakan koper dan perlengkapan Devina. Meski penuh kesal Devina tetap tidak melupakan tanggung jawabnya untuk menyelesaikan laporan KKN mereka. Ia berdalih akan fokus mengerjakan laporan itu di posko Rayhan.
"Yang betah di sini ya," celetuk Rayhan ketika ia menaruh koper Devina di ruangan belakang.
"Makasih ya," jawabnya.
Seluruh anggota Rayhan memang telah mengenal Devina sebelumnya. Tak heran jika Devina merasa lebih nyaman tinggal di sana ketimbang di poskonya yang selalu berselisih paham. Minggu terakhir ini di manfaatkannya untuk menyelesaikan laporan KKN. Hingga teror-teror yang sesungguhnya pun mulai bermunculan.
Petang itu semua penghuni posko tengah bersantai di teras rumah dengan canda tawa. Suara adzan terdengar menggema di seluruh penjuru desa. Satu persatu memasuki rumah untuk beribadah.
"Hhuueeekkkk.... Huuueeekkk..."
Terdengar suara orang yang tengah muntah-muntah di depan posko sesaat setelah mereka masuk ke dalam rumah.
"Heh siapa itu?" tanya salah satu teman Rayhan.
Seluruh anggota berhamburan keluar rumah untuk memastikan.
"Lisa!"
Ternyata itu adalah Lisa, salah satu anggota perempuan di kelompok Rayhan. Segera mereka membawanya masuk ke dalam rumah. Setelah di dudukan di ruang tamu, Lisa menatap semua orang dengan tatapan kosong dn sedikit tersenyum. Hingga tatapannya terhenti pada Devina yang saat itu berada di sofa sebelahnya.
Sontak seluruh orang bergidik ngeri melihat gelagat aneh Lisa. Saat menatap Devina terlihat senyumnya menyeringai seram.
"Lis, Lisa," ucap Devina sedikit ketakutan.
"Hahahaha,"
Lisa tertawa tanpa mengedipkan matanya sedikitpun.
"Tolong bikinin teh anget ya," ujar Devina pada Astrid.
"Oh iya iya," jawabnya.
"Dua sama aku," teriak Devina kembali.
Entah karena memang haus atau Devina merasa ketakutan ia pun meminta teh pada Astrid.
"Lis istigfar," ujar teman-teman yang lain.
Lisa berhenti tertawa namun kini air matanya mulai menetes tanpa ia sadari.
"Aku udah bilang tadi jangan pijit rusukku," rengek Lisa setengah menangis.
"Oh Acil tuh tadi yang mijit ya?" celetuk teman lainnya.
"Aku nggak tau tadi kan minta pijitin punggungnya habis volly sore tadi," jawab Acil.
Namun kesadaran Lisa kembali hilang saat Devina mencoba memegang tangannya. Kini tatapannya sangat mengerikan dengan senyumnya yang menyeringai kembali. Sebisa mungkin seluruh orang di ruang tamu tersebut membacakan doa.
"Nih tehnya," ujar Astrid.
Dengan masih membaca doa Devina mencoba mengusap tangan Lisa yang sangat terasa dingin itu. Lisa yang masih tidak sadarkan diri itu tiba-tiba menggenggam gelas panas berisikan teh di hadapannya. Tanpa merasakan panas sedikitpun ia menenggak habis teh panas tersebut dengan masih menatap pada Devina. Tidak hanya satu gelas yang habis olehnya, kini gelas ke dua pun ia tenggak bak tengah meminum air dingin biasa.
Pemandangan mengerikan tersebut di saksikan seluruh teman kelompoknya. Devina yang masih merasa ragu akan Lisa akhirnya berkata.
"Lisa, kamu kalo lagi ada masalah cerita sama aku," ujar Devina.
Namun perkataan itu seolah membuat Lisa menjadi marah. Wajahnya kini berubah memerah hingga melotot menatap Devina.
"Udah udah bawa ke kamar aja yang lain lanjut solat maghrib ya," intruksi Reyhan.
Akhirnya seluruh anggota pun membubarkan diri dari ruang tengah dan yang perempuan menuntun Lisa ke dalam kamar. Meski Lisa tak banyak bicara, namun keadaanya bisa di bilang lebih tenang dari pada sebelumnya.
Malam pun berlalu sangat cepat. Devina yang tidur di kamar depan tak bisa memprotes apapun pada Rayhan di karenakan kamar tersebut adalah stu-satunya kamat yang tersisa. Tanpa lampu, tanpa pintu dan tanpa kasur.
"Beb, serius ini? aku tidur di ruang tengah aja bareng kamu," rengek Devina.
"Enggak, di ruang tamu kan banyak temen laki-laki, kamu tidur di situ aja pakai ini," Rayhan memberikan bantalan kursi ruang tamu yang di tata sedemikian rupa menyerupai kasur alakadarnya.
"Tapi aku takut," ujar Devina.
"Aku tidur di sini nih depan kamar kamu," Rayhan pun segera menyiapkan sleeping bagnya untuk tidur.
Devina akhirnya mendekatkan kasur bantalnya di dekat pintu yang hanya menggunakan gorden kain itu. Ia mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Rayhan. Dengan begitu ia merasa sedikit lega karena Rayhan menemaninya.
Suasana begitu hening ditambah udara yang sangat dingin menembus bilik-bilik lantai rumah tersebut.
Pplleetaaakkk ... pplleettaaakkk ...
Ketika akan terlelap, Devina merasakan ada sebuah kerikil yang di lemparkan ke dalam kamarnya. Suara kerikil itu membentur di dinding kayu di dalam kamarnya. Tidak hanya satu namun ada beberapa. Sontak Devina terperanjat dan segera membangunkan Rayhan.
"Beb bangun, ada yang lempar kerikil ke dalem kamarku," bisik Devina.
Dengan mata yang masih berat Rayhan menyalakan flash ponselnya untuk mengecek. Seluruh sudut kamar telah diperiksanya, namu tetap saja tak menemukan benda yang dimaksud.
"Nggak ada apa-apa, udah tidur lagi," ucap Rayhan.
Terpaksa Devina pun mengikuti ucapan Rayhan. Kali ini ia semakin erat menggengam tangan Rayhan dari dalam kamarnya. Lagi-lagi setelah akan terlelap ia mendengar suara langkah kaki. Lantai kayu membuatnya terdengar sangat keras saat ada yang menginjaknya. Dengan penuh ketakutan Devina mencoba tetap memejamkan matanya.
"Satu, dua, tiga, empat," bisik Devina lirih.
Empat langkah kaki terdengar begitu jelas. Saat ia mengecek ponselnya waktu menunjukkan pukul dua dini hari. Jika itu adalah salah satu dari anggota kelompok mereka, tidak mungkin langkahnya hanya empat kali. Jika akan menuju ke kamar mandi pasti akan terdengar suara sandal dari arah dapur menuju kamar mandi yang letaknya di samping rumah.
Lama Devina memastikan bahwa langkah itu akan bertambah. Namun tetap saja hingga hampir satu jam tiba tak ada lagi suara langkah kaki itu. Akhirnya Devina terlelap dengan sendirinya.
|
|
|
|
Karena malam yang sangat panjang, Devina pun bangun paling terakhir di antara yang lain. Seluruh anggota kelompok Rayhan telah sibuk lalu lalang di dalam rumah untuk mempersiapkan acara di balai desa nanti sore. Kebetulan Rayhan sebagai ketua kelompok di tunjuk untuk menjadi panitia acara dangdutan di balai desa.
Bersambung...

หนังสือแสดงความคิดเห็น (193)

  • avatar
    ramadaniAlya

    lanjut kk

    04/08

      0
  • avatar
    fitrianihestiani20

    keren

    18/07

      0
  • avatar
    ToroBejo

    bagus sekali

    15/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด