logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 4 KKN DI TANAH SUNDA

Ketika mereka berjalan ke luar kamar, tanpa sengaja kaki Devina menyenggol kaki Fauzan yang menjulur.
"Mau ke mana?" tanya Fauzan tiba-tiba.
"Ini Dela mau pipis katanya, aku mau nganterin," jawab Devina.
"Ya udah ayok," balas Fauzan.
Fauzan mengerti jika memang mereka harus mendapatkan air untuk sekedar buang air kecil. Lantas ia pun mengantar Dela dan Devina.
"Del, aku tunggu di luar ya," ucap Devina menunggunya di depan kamar mandi.
Dela masuk denga mengandalkan flash dari ponsel Devina. Fauzan pun mulai memasukkan ember timba ke dalam sumur itu.
"Hhuuffttt berat banget sih ini, tadi siang nggak seberat ini padahal," keluh Fauzan.
"Mau ku bantuin Zan?" ujar Devina menawarkan.
"Coba bangunin Ahmad Dev," ucapnya.
Devina berpikir jika Fauzan memang sangat keberatan hingga meminta untuk di panggilkan Ahmad. Segera Devina masuk untuk membangunkan Ahmad.
"Mad, bangun sebentar itu Fauzan minta tolong bantuin nimba aer," ucap Devina.
"Mmmhhh," Ahmad terbangun dengan masih mengucek matanya.
Berjalanlah Devina dan Ahmad menyusul Fauzan yang masih menahan timba tersebut.
"Nimba wae kudu duaan, maneh teh anak olahraga lain sih," ujar Ahmad sedikit kesal.
(Nimba aja harus berdua, kamu anak olahraga bukan sih)
"Berat banget anjir, nih cobain," Fauzan mengulurkan timba itu.
Devina menunggu kembali Dela di depan pintu kamar mandi dengan mengarahkan flash light nya mengarah ke dalam. Entah kebetulan atau tidak, lampu kamar mandi tersebut mati tiga hari sebelum mereka menempati rumah tersebut. Devina sedikit merasa heran mengapa Dela tidak takut saat ia meninggalkannya tadi untuk memanggil Ahmad. Namun ia tetap berpikir positif saat itu.
Hingga suara hening menyelimuti mereka. Suara kerekan katrol sumur menambah seram malam itu. Tiba-tiba ketika ember hampir keluar dari sumur tersebut, Fauzan terkejut hingga melepaskan timba nya.
"Hhaaaaa,"
Seketika Fauzan berlari menuju ke dalam rumah tanpa sepatah kata pun.
Devina dan Ahmad yang terkejut berlari mengikuti Fauzan. Terlihat kini ia tengah terduduk dengan mendekap kedua kakinya di depan dada. Tubuhnya yang gemetar bak telah melihat sesuatu menyeramkan di sana.
"Zan, maneh kunaon?"
(Zan, kamu kenapa?)
Ruang tamu yang di tempati anak laki-laki untuk tidur pu. mendadak menjadi heboh dengan kejadian tersebut. Lampu di nyalakan dan mereka sibuk menanyai Fauzan yang masih gemetaran. Perlahan muka pucat Fauzan mendongak dan berkata.
"Tadi yang kita tarik bukan ember, itu... itu ... itu genderuwo item gede," ucap Fauzan.
Semua temannya berusaha menenangkan Fauzan yang masih gemetar. Hingga Devina menyadari bahwa Dela masih ada di kamar mandi.
"DELA!!!!!"
Devina lari menuju kamar mandi yang di ikuti oleh temannya yang lain. Betapa terkejutnya ia mendapati Dela jongkok di dalam kamar mandi memeluk kakinya. Tanpa pikir panjang Devina menarik lengan Dela dan membawanya masuk ke dalam rumah. Dela yang nampak pucat di dudukan di kamar.
"Ahahahahaha,"
Seketika Dela tertawa dengan tatapan mata yang mengerikan. Wajahnya pucat dan tubuhnya dingin bak mayat hidup.
"Del, Dela istigfar sadar," Devina menampar pipi Dela.
Beberapa temannya yang lain ada yang memanggil ketua rt untuk membantu menyadarkan Dela. Keadaan dia semakin mengkhawatirkan saat ia sadar dan tidak. Sebentar ia sadar, namun sesaat kemudian ia melamun, menangis dan tertawa. Pak rt yang melihat itu hanya berpesan pada kami untuk saling terjaga malam itu. Alhasil saat Dela telah benar-benar sadar, ia pun tertidur di pagi hari setelah adzan subuh.
|
|
|
|
"Bangunnn.... sudah siang bangunnnn,"
Suara dari Arip yang membangunkan seluruh orang yang tengah tertidur lelap. Kini waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Satu persatu mulai bangun dari lelapnya. Tak lupa pembagian tugas telah di laksanakan hari itu. Ada yang memasak, menimba air, mempersiapkan bahan untuk pergi ke desa dan sekolah bahkan ada pula yang masih tertidur dengan lelapnya di tengah ricuhnya suasana pagi itu.
Karena kejadian semalam, hampir semua anggota tidak mandi pagi itu. Termasuk Dela, Devina dan Putri.
"Oke pagi ini kita sudah bagi tugas ya, sebelum melakukan aktivitas mari kita sarapan bersama," ujar ketua.
Mereka pun membentuk lingkaran di ruang tengah yang kini telah di sulap kembali menjadi ruang berkumpul. Tak berselang lama sarapan pagi pun selesai dengan Putri yang menjadi kepala masak hari itu. Nasi goreng dengan telur dadar dan teh hangat menjadi sebuah hidangan sarapan yang mewah di tengah dinginnya pagi.
Sembari makan mereka membahas apa saja yang harus di kerjakan nantinya. Sebagian anggota yang tidak ada kesibukkan maka harus bertugas membereskan rumah beserta halamannya. Tak lupa membuat bahan untuk program kerja masing-masing jurusan.
"Dela, kamu yakin mau berangkat ke sekolah? udah sehat kan?" tanya Devina memastikan.
"Iya udah kok, nggak lama kan cuma minta izin doang," jawab Dela.
Devina sedikit lega mengetahui Dela yang kini sudah normal seperti semula. Karena Devina termasuk yang belum dapat tugas untuk keluar posko, akhirnya ia pun hanya berjemur di depan rumah. Melihat sekeliling yang ternyata adalah kebun yang rimbun. Terlihat Dela dan dua teman lelaki yang menemaninya tengah berjalan ke arah atas kiri rumah.
"Loh kalian kok ke sana?" tanya Devina heran.
"Bisa nembus lewat sini jadi lebih cepet nggak usah pake motor," jawab Fauzan.
Ternyata letak SD yang di tuju berada kurang lebih 500 meter dari posko mereka dengan menerabas kebun.
Hari itu terasa membosankan dengan agenda yang belum padat. Devina dan Putri hanya rebahan di kamar sembari bermain ponselnya. Namun dua jam kemudian terdengar suara Dela dan yang lain telah pulang dari kunjungannya di SD.
"Guys, ternyata tau nggak, itu kebun yang ke arah SD itu kuburan dong, pas banget di atas wc kita," ujar Dela yang tiba-tiba ketakutan dan masuk ke kamar.
"Tapi kamu nggak kesurupan lagi kan?" tanya Devina memastikan.
"Enggak, cuman aku mikir aja, berarti yang semalem di lihat Fauzan bener dong hiiiii," Dela merangsek masuk ke dalam selimut.
"Del, tapi kamu nggak ngeliat apa-apa?" tanya Putri.
"Enggak, aku nggak inget apa-apa juga, seingetku tuh aku mau pipis udah jongkok, nah udah itu nggak inget apa-apa lagi," jelasnya.
"Ya udah yang penting kamu jangan bengong udah," ujar Devina.
Akhirnya hari pun berganti malam. Tidak banyak kegiatan mereka pada hari itu. Hanya saja sekarang telah mulai persiapan untuk melaksanakan program kerja masing-masing. Setelah makan malam, mereka berkumpul kembali di ruang tengah untuk evaluasi kegiatan hari ini. Dan membahas program yang akan mereka laksanakan esok hari.
Beberapa anggota laki-laki telah di hubungi oleh pemuda karang taruna desa setempat. Mereka akan memulai memasang umbul-umbul dan mengecat gapura desa untuk perlombaan 17 agustus. Di tengah obrolan itu Devina yang memerhatikan Arip yang selalu melihat ke arah Dela tanpa berkedip. Ia yakin jika Arip memiliki perasaan lebih terhadap Dela. Namun ia tak mau terlalu ikut campur dengan itu.
Waktu kini telah menunjukkan jam sebelas malam. Satu persatu mereka beranjak tidur. Namun lain halnya dengan Dela yang masih saja terjaga di depan teras rumah sedang mengobrol dengan teman laki-lakinya.
Devina pun merasa heran, mengapa setelh kejadian kemarin malam Dela seolah "ganjeng" terhadap lelaki. Ia terlalu memperlihatkan keterbukaannya pada semua teman lelaki di kelompoknya, tak terkecuali pada Arip.
Tidak hanya teman lelaki satu kelompoknya saja, namun beberapa dari kelompok lain pun terlihat berdatangan silih berganti. Alasan mereka hanyalah ingin main, tapi selalu Dela yang mereka goda.
Suatu malam Devina sempat kesal karena lelaki yang bernama Hendra selalu datang tiap malam untuk mengajak Dela keluar. Entah hanya untuk berjalan-jalan atau membeli makanan ringan.
"Tolonglah kalau bertamu itu lihat waktu, tengah malam ngajak cewek keluar di lihatnya etis nggak?" bentak Devina pada Hendra yang tengah menunggu Dela di depan rumah.
"Loh orangnya aja santuy, lu siapa emang ngelarang!" jawabnya.
Namun alih-alih membela Devina, Dela yang keluar kamar dengan rapi malah meninggalkannya. Dela lebih memilih keluar bersama laki-laki dibandingkan mendengar nasehat Devina. Semenjak saat itu Devina mulai tidak suka dengan sikap Dela yang semena-mena.
Bersambung...

หนังสือแสดงความคิดเห็น (193)

  • avatar
    ramadaniAlya

    lanjut kk

    04/08

      0
  • avatar
    fitrianihestiani20

    keren

    18/07

      0
  • avatar
    ToroBejo

    bagus sekali

    15/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด