logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 12. Tanda Merah Dileher

"Di Dunia ini, wanita mengapa selalu jadi tokoh paling menyedihkan? dikecam dan di tinggalkan. Mengapa wanita begitu takut melawan? mengapa wanita lebih memilih bertahan padahal sudah sangat jelas percintaan kalian racun! "
[Arimbi- MATA CUAN]
***
"Masih inget pulang ternyata" Kata salah satu suara yang berasal dari kerumun Ibu-ibu komplek depan kos Asoka, Arimbi menggenggam tangan Asoka. Ia khawatir Asoka akan melabrak mereka.
Asoka yang baru saja turun dari mobil, melepas tangan Arimbi dan mengangguk santai.
"Aman" Katanya tanpa suara.
"Tuh lihat, Berhari-hari nggak pulang eh sekalinya pulang, bawa cowok baru! lebih bagus lagi mobilnya daripada yang kemarin" Timpal suara yang lain,
"Yang kemarin ditinggalin kurang kaya kali, pantesan. Padahal ganteng loh ya" Kata Suara yang lain, Asoka mencoba menulikan telinganya.
"Halah paling pulang karena udah selesai dipakai ya kan, tuh tuh lihat.. lehernya aja diperban, halah paling itu cuma mau buat gaya-gayan aja. Biasa anak muda, nutupin bekas gigitan pacar"
"Halah bu, mana mungkin pacar, tuh,.. tuh,.. temenannya aja sama simpenannya Pak Lukman, Ihh jangan sampai ya bu, kampung kita jadi sarang kupu-kupu malam." Kata suara yang lainnya, Asoka menutup telinganya enggan mendengarkan lebih banyak celotehan tetangga lagi.
"Makasih ya Bang Arman, makasih Mbak Arimbi. Aku pamit dulu, mau masuk." Kata Asoka yang sudah tidak tahan mendengar celotehan tetangganya.
"Loh, mau kemana. Baru dibeliin minuman dingin" Kata Ika terkejut melihat kedua teman Asoka telah beranjak dari tempat duduknya. Ika yang baru pulang dari warung untuk membelikan mereka minuman, terkejut.
"Kami permisi dulu ya kak, terimakasih dan maaf merepot kakak" Kata Arimbi, setelah itu mereka memasuki mobil mewah milik Arman dan segera pergi dari tempat itu.
Ika yang belum mengerti, menaikan sebelah alisnya heran.
"Ada apa sih? " Tanya Ika, ia juga heran melihat Asoka yang nampak masam.
Ika menyusul Asoka yang kini tengah mencoba membuka kunci pintu kamarnya, ia nampak kesulitan membuka pintu.
"Pelan-pelan, nggak akan bisa kebuka kalau kamu emosi" Kata Ika, tanganya disilangkan kedepan dada matanya lurus menatap Asoka yang berusaha menyembunyikan emosinya.
"Kunci sialan!" Maki Asoka.
"Kenapa jadi kunci harus semenjengkelkan ini? kenapa suka banget menyulitkan hidup orang. Kenapa nggak dipermudah aja sih biar cepet" Maki Asoka sembari terus membuka pintu kamarnya, Ika memejamkan mata melihat sikap Asoka.
Ika yang selalu bersikap tenang dan dewasa hanya mampu menggeleng pelan.
Ia mengerti, saat ini Asoka hanya butuh pelampiasan emosi saja. Ia tidak benar-benar memaki sebuah kunci, ia juga bukan gadis idiot yang tak dapat membuka pintu kamarnya sendiri.
Asoka tidak butuh nasehat ataupun bantuan Ika, itulah mengapa Ika hanya berdiri dibelakang Asoka, diam.
"Arghhh.."
Darrr..
Teriak Asoka kesal sembari melempar kunci kedepan pintu kamarnya keras, ia bahkan tak memperdulikan lagi bisik-bisik tetangganya yang kian menjadi.
***
"Minum dulu Ka," Ika menyodorkan segelas coklat hangat kepada Asoka yang kini tengah menangis.
Setelah drama lempar kunci, Ika akhirnya memutuskan untuk menolong Asoka membukakan pintu kamarnya. Ditangan Ika pintu kamar dapat dibuka dengan sangatudah, bahkan tanpa tenanga. Asoka tak peduli, sedangkan Ika juga tidak menunjukkan gaya sok pahlawan semua mengalir dengan biasa saja.
Setelah aksi saling bungkam hampir 20 menit berlalu akhirnya Asoka menceritakan semua kejadian hampir 2 minggu yang lalu, kemana Asoka pergi dan mengapa ia tak pernah menghubungi satupun teman-temannya.
Air mata Asoka pada akhirnya luruh bersamaan dengan pelukan hangat Ika, teman kost sekaligus orang yang telah ia anggap sebagai kakaknya sendiri.
"Pergilah Ka, lupakan dia, keluarlah dari tempat kerja itu jika dirasa sudah tidak mampu lagi. Carilah pekerjaan yang menghargai mu, membuatmu bahagia meskipun gajinya rendah, tetapi mentalmu sehat." Ucap Ika, mengambil kembali gelas coklat yang telah tandas isinya diminum Asoka, sekali teguk.
Asoka kembali menangis mengingat kekasihnya, Xyn.
"Aku pikir dia tulus sama aku mbak, wanita mana sih yang enggak bahagia punya Xyn. Lelaki baik, pengertian dan loyal sama pasanganya. Tapi kenapa dia mengkhianati aku mbak?" Kata Asoka, kembali mengingat 6 hari mereka bersama.
"Apa kamu yakin itu cinta? apa kamu yakin itu bukan obsesi? bukankah obsesi dan cinta berbeda tipis?" Kata Ika, meskipun jawabanya terkesan tak berempati. Tanpa kita sadari Ika adalah sosok wanita dewasa yang pandai dalam memaknai suatu masalah.
Ia tidak mudah terpancing dengan suatu masalah percintaan yang terkesan abu-abu, penilaian nya tidak bersifat judgment atau spesifik menyalahkan satu pihak saja.
Ia berkata demikian karena baginya, makna cinta yang didefinisikan Asoka sangatlah tidak mencerminkan definisi sebuah cinta, melainkan obsesi.
"Aku cinta sama dia, dia baik. Tampan, mapan, kaya, romantis, yang pastinya dia sayang sama aku. Aku yakin" Asoka bersikeras. Ika tersenyum menanggapi.
"Dalam suatu hubungan percintaan, masalah, pertikaian, salah paham, berantem dan lain sebagainya adalah suatu hal yang wajar, seharusnya. Karena bisanya output dari semua masalah itu dapat membuat hubungan menjadi lebih dekat, lebih harmoni, dan lebih dewasa." Ika menjelaskan,
"Namun, pasangan juga harus sadar dan peka. Jika salah minta maafklah, jika sudah dimintai maaf, maafkanlah.. Jika ingin bertahan dan dirasa mampu untuk dipertahankan, pertahankanlah. Jika rindu, katakan. Jika salah beri tahu, tegur dengan tutur kata yang baik. Jangan besarkan ego, jangan pelihara gengsi. Perbaiki komunikasi, jangan sampai justru kalian terjebak dalam toxic relationship " Tutur Ika.
"Jadi, aku salah? " Kata Asoka merasa terpojokan,
"Enggak, enggak ada yang bilang kamu salah. Coba denger dulu baik-baik, " Jawab Ika tenang, ia lalu berdiri meletakan gelas kosong keatas meja. Tanganya bergerak gesit membuka layar ponselnya.
"Tadi,.. " Ika kembali duduk disebelah Asoka, "Kamu cerita kalau Xyn melakukan hubungan yang tidak pantas kepada pelayanya sendiri, di jam kantor, di waktu yang telah kalian tentukan untuk bertemu. Logis?" Kata Ika, "Logis, " Jawabannya lagi. Asoka mulai tertarik menyimak.
"Logis, jika ia adalah lelaki biseksual yang tolol. Logis kalau ia tak memiliki perasaan terhadap kamu, menjadikan kamu mainan yang, dan hanya menginginkan tubuhmu saja. Namun, bukankah Xyn adalah lelaki cerdas? Mungkinkah lelaki cerdas akan bermain se-tolol ini? tentu tidak, ia pasti akan bermain cantik. Menyembunyikan semua kebusukannya, cuci tangan dan bahkan mustahil dapat tercium aromanya. " Kata Ika, menyimpulkan.
Hal ini sontak membuat Asoka kembali mengingat perkataan Arifin, temannya.
"Tapi kata Arifin, aku harus hati-hati sama dia. Arifin ngingetin aku kalau dia ternyata sama brengseknya kayak Arifin"
"Nah!!! itu tahu kalau Xyn brengsek, kok kamu mau-mau aja pacaran sama dia? terus nih ya kalau dia brengsek seharusnya tau dong caranya main cantik, tapi kenapa dia secroboh itu? "
"Ya karena aku datangnya lebih awal 10 menit sebelum jam janjian, " Jawab Asoka, keduanya kini saling berpandangan tetapi sibuk dengan isi otak masing-masing.
"Leher mu kenapa? " Tanya Ika mengalihkan topik obrolan mereka, Asoka yang di tanya kemudian melepaskan perban yang melingkari lehernya.
"Lihat," Asoka menunjukkan segaris tanda merah yang berada si lehernya.
"Bekas cupang!!" Jawab Asoka kesal.
"Hahahaha" Ika tertawa, kalimat Asoka barusan sejujurnya adalah kalimat sarkasme yang ia tunjukkan kepada Ika sebagai bentuk protes atas tuduhan tidak manusiawi tetangga-tetangga mereka.
"Bekas cupang yang sangat epik, bisa ya kayak gini. Kamu coba pakai apa? penggaris? gak rapi banget" Kata Ika, geleng-geleng kepala namun dalam hatinya ia merasa miris melihat Asoka yang nyaris bunuh diri dengan cara melukai lehernya.
"Sikopat ya anda! hei" Kesal Asoka.
***
"Kamu tidak mau klarifikasi dulu sama Xyn? " Tanya Ika, ketika melihat Asoka masih malas-malasan di kamar.
"Apa? gak! males. Gih sono buruan kerja, makan gaji buta loh nanti" Usir Asoka pada Ika.
"Ka? " Ika memanggil Asoka pelan, pandangan matanya menyiratkan kekuatan.
"I'm Okay! " Kata Asoka sembari menunjukan sederet gigi putihnya.
Setelah Asoka memastikan kepergian Ika, ia kemudian duduk di depan jendela kamarnya. Menundukan kepalanya, dan mulai terisak.
Rasa sesaknya kembali menyuat kepermukaan, semalam Ika menunjukkan sebuah rekaman suara yang ia yakini milik Xyn.
Suara yang entah mengapa justru membuatnya semakin sesak dan bimbing.
Haruskah ia mengakhiri hubungannya atau haruskah ia kembali? namun diwaktu yang bersamaan ia mengingat nasihat Arimbi 1 minggu yang lalu.
"Benar, bukankah seharusnya aku berani melawan saja, hubunganku dan Xyn bukanya udah toxic. Apa aku dengerin aja kata Arimbi? ah tapi rekaman itu? " Gumam Asoka, tanpa ia sadari seseorang berpakaian serba hitam saat ini tengah berada di balik pintu kamarnya.
****
Bersambung...

หนังสือแสดงความคิดเห็น (161)

  • avatar
    PerwatiNunu

    good

    22d

      0
  • avatar
    LakambeaIndrawaty

    👍👍👍

    26/07

      0
  • avatar

    mais ou menos

    07/05

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด