logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 11. Seperti Ice Cream Tapi Bukan Ice Cream

"Dunia ini sudah sangat rancau, tolong jangan tambahkan kerancuan hidup ini. Cukup 3 pilihan warna dan rasa icecream saja sudah cukup. Jangan banyak-banyak"
[Asoka- MATA CUAN]
***
Asoka POV:
Entah mengapa satu jam bersama Lukman terasa sangat lama dan mencekam. Sifat Lukman yang sangat dingin membuatku merasa sungkan dan tak enak hati, meskipun Arman selalu mengatakan Lukman adalah saudara yang jauh lebih baik dari pada Luxs entah mengapa aku jauh lebih memilih bersama lux.
“Jangan melamun, sudah saatnya tidur.” Kata lelaki yang kini tengah membaca buku di sebrang tempat tidurku.
Aku melirik sedikit kearahnya, saat ini Lukman tengah membaca salah satu buku tebal jika tidak salah baca buku itu berjudul “Ensiklopedia Akhir Zaman” salah satu buku super tebal dengan sampul hard cover yang rasa-rasanya akan sangat asyik untuk kugunakan memukul maling, ya siapa tahu ada.
“Tidur!” Desis Lukman.
Aku yang tak ingin melihat mata tajamnya langsung menarik selimut tebalku.
“Tidur, jadilah wanita yang baik. Jangan menyusahkanku” Katanya dingin, sedingin esteh milik Arman dikulkas.
“Ihh.. galak banget, samasekali nggak pantes jadi kembaranya Arman, dingin” Gumamku, sepertinya lukamn mendengar perkataanku sebab kudengar suara bedebum buku yang kuyakini berasal dari buku tebal milik Lukman yang di letakan kasar di atas meja.
Matilah aku.
Jantungku berdebar saat langkah kaki Lukman terdengar mendekat ke arahku, dalam hati aku merutuki kebodohanku dan lupa dengan tempremental Lukman yang super dingin dan tak tersentuh.
Kubekap mulutku, semakin lama langkah kakinya semakin terdengar menakutkan dan mendebarkan hal ini menyebabkan jantungku berdebar kian kuat, kepalaku mendadak pusing. Keringat dingin mulai membanjiriku, intimidasinya membuatku mengingat sesuatu yang tak menyenangkan malam itu.
Entah mengapa udara terasa sangat menyesakan dada, suasanya menjadi terasa dingin dan menggelap.
Tidak, apakah Lukman mematikan lampu kamar? Apa yang akan dia lakukan padaku? Apa yang akan dia perbuat?
Ketakukan menghampiriku, rasanya leherku seperti tercekik oleh pikiranku sendiri.Langkah kaki Lukman terdengar semakin dekat sedangkan kepalaku semakin pusing dan tubuhku semakin tegang.
“Tidak!! JANGAN!! Jangan mendekat” Jeritku ketakutan, namun sosok lain keluar dari bayangan itu. Wajahnya sangat menyeramkan,
“Asoka!” Kata sebuah suara yang terdengar tak asing, seperti suara?!
“Lux?!!”
“Asoka” Lirihnya, kehadioranya seperti cahaya terang bagiku. Spontan aku terbangun dari tidurku, menyibakan selimut dan segera berlari memeluk Lux.
“Lux…”Teriaku bahagia, krtakutan seketika hilang dalam diriku, cahaya terasa kian lebih terang. Byangan gelap dan menyeramkan itu seketika hilang bversamaan dengan usapan lembut Lux dipunggungku.
Setelah cukup lama, suasana hatiku cukup tenang ku urai pelukan ini.
Ku tatap wajah Lux, matanya tajam namun entah mengapa terasa meneduhkan.
“Kenapa baru datang?” Tanyaku, matanya menyipit sepertinya ia tersenyum dibalik masker hitamnya.
“Kenapa pakai masker?” Tanyaku, ia kembali tersenyum. Tangannya terulur menggenggam tanganku Lux menuntunku untuk kembali keatas tempat tidur.
“Belum saatnya,” Kata Lux yang berhasil membuatku maikan sebelah alisku penasaran.
“Kenapa?” Tanyaku,”Takut karena nggak good looking?” Tebaku, bukanya tersinggung Lux justru terkekeh sembari menjitak keningku pelan.
“Semua wanita pasti bertekuk lutut melihatku, selain tampan, berkarisma dan mempesona. Saya adalah seorang laki-laki yang sudah pasti akan digilai banyak wanita” Katanya bangga.
Aku tersenyum menatap binar matanya, meskipun seluruh keningnya dihiasi oleh tato hitam yang nampak aneh entah mengapa tak membuatku takut.
“Apa kau tahu, ini adalah kali pertamanya aku mendengar perkataan panjang lebarmu. Bukankah sebelumnya kamu hanya mengatakan hal-hal pendek? Lalu mengapa baru datang sekarang di saat aku ketakutan? Disaat PTSDku kambuh?” Tanyaku kesal.
Dia tersenyum, masih dengan genggaman tangan yang hangat dia memeluk tubuhku, “Maaf, maafkan saya” Lirihnya pelan.
“Kenapa kamu meninggalkanku dirumah sakit? Kenapa kamu nnggak pernah jenguk aku? Kenapa kamu nitipin aku disini?” Kataku kesal, entah mengapa rasa ingin tahu yang begitu besarku sedari kemarin berani ku ungkapkan.
Ahh,..
mengapa pula aku terasa sangat nyaman meskipun bersama orang asing ini?
Jelas-jelas Lux dan yang lainya merupakan sosok-sosok baru didalam hidupku.
“Saya tidak bisa memberi tahumu hari sekarang Asoka, karena itu berarti saya sama dengan menyerahkan nyawa.
Saya tidak takut mati untukmu, namun saya takut jika saya mati tetapi masih meninggalkanmu dalam ketakutan. Kamu harus mampu mengatasi ketakutanmu dulu Asoka, jika kamu penasaran terhadap wajahku, saratnya hanya satu” Ia menatap mataku tajam, “Taklukan dulu ketakutanmu” Katanya.
Lux membimbingku berbaring, tanganya dengan telaten menyelimuti tubuhku.
“Pejamkan matamu Asoka, saya akan menemanimu”
“Hingga tidur?”Tanyaku metap matanya, Lux balas menatap mataku dan mengangguk.
“Apa setelah aku tidur kamu akan pergi?”Dengan cemas aku menanti jawabanya, tapi nihil lagi-lagi Lux hanya tersenyum dibalik masker hitamnya.
“Tidur, sudah malam” Katanya, Ah.. perlkataanya seperti tak asing?
“Kayak Lukman aja gaya bicaranya,..” Kataku terhenti.
“Sepertinya ada yang kurang? Hei dimana Lukman?” Tanyaku pada Lux, ia hanya mengedikan bahunya cuek.
“Dimana dia? Kemana Lukman?” Tanyaku yang mulai penasaran.
“Pergi,” Katanya dingin.
“Kenapa pergi?”
“Karna dia sudah menjahilimu, membuatmu takut dan membuatmu toidak bisa tidur tenang”Terangnya, aku tak habis fikir.
“Darimana kamu tahu semua ini?” Tanyaku heran, apakah PTSD ku separah itu hingga tak menyadari kepergian Lukman?
“Aku usir dia, lebih tepatnya ku ancam dia untuk menjauhimu” Jawabnya enteng, aku yang geregetan dengan tingkah sembrononya sepontan menjambak rambutnya keras.
“Kesel banget!!!” Makiku, ia hanya tertawa menanggapi.
***
Pada akhirnya Arman, Lux, Lukman dan Arimbi mengijinkanku untuk kembali pulang ke-kosku.
Lux yang katanya sibuk, dan Lukman yang tak diijinkan Lux untuk menemuiku lagi akhirnya hanya tersisa Arimbi dan Arman saja yang mengantarkan dan membantuku mempersiapkan segala sesuatunya.
“Kita mau naik mobil siapa?”Tanya Arimbi, Arman yang sedang mengaca pada salah satu mobil mewah miliknya melirik sekilas, mengapa lirikan matanya terasa tak asing?
“Mobil gua boleh, atau mau pakai punya si bangke lux? Boleh.. nanti kita pakai ngebut serempetin, terus rusakin” Ide jahil Arman terdengar tak enak ditelinga, Ya kali nggak ngotak dia emang, mobil Lux? Yang warna hitam berkilau itu?? Yang harganya setara dengan sebagian pulau Indonesia ini? Hei ngaco sekali Arman.
“AHAHAHAHA” Ar,man tertawa keras, “Astaga muka loe Asoka, serius amat” Sial, Arman mengerjaiku ternyata.
“Pakai mobil Bang Lukman saja” Tawar Arimbi, sontak mendapat gelengan keras dari Arman.
“Ogah! Mobil butut ini” Kata Arman sembari menunjuk mobil abu-abu tua yang keberadaanya sudah sangat menjamur di Indonesia, bahkan seorang buruh kuli saja Arman yakin sangat mampu untuk membelinya.
“Ogah, terakhir pakai mobil butut ini gua sial. Ogah gua, kapok!”
“Arghh… kalian bisa nggak sih nggak membuat aku pusing. Dunia ini sudah sangat rancau, tolong jangan kalian tambahkan kerancauan hidup ini. Cukup, Sudah cukup dengan 3 pilihan warna dan rasa icecream saja, itu sudah sanngat cukup. Jangan ditambahin rasa lainya, setop!” Kataku kesal, kedua inisial A menatapku.
“Perkara mobil jangan dibikin ribet napa sih, dan biar asoka naik bus saja. Thanks, bye” Kataku, dengan keputusan bulatku.
“TIDAK!!!” Teriak mereka berdua bersamaan.
***
Bersambung...

หนังสือแสดงความคิดเห็น (161)

  • avatar
    PerwatiNunu

    good

    22d

      0
  • avatar
    LakambeaIndrawaty

    👍👍👍

    26/07

      0
  • avatar

    mais ou menos

    07/05

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด