logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 5 Menunggang Kuda

Keesokan paginya Bernard terlalu bersemangat saat beberapa koboi datang berbondong-bondong menempati sebagian sudut pantai. Dari informasi yang kudapat, mereka menyewakan kudanya untuk para pengunjung. Bernard berlari ke arah mereka sembari berteriak riang, tidak diragukan lagi bahwa Ia akan menjadi salah satu penyewa seperti beberapa pengunjung yang sudah memegang tali kekang di atas kuda sewaannya.
Teman-temanku yang lain masih menikmati voli air, aku sendiri lebih senang dengan ombak di bibir pantai yang menjilat-jilat pasir putih. Di saat yang sama, aku sudah membangun istana pasir dengan tangan kosongku. Ini yang aku lakukan bersama Algha ketika kecil. Ia mengajariku bagaimana memainkan pasir basah agar menjadi bentuk sesuai yang kita inginkan. Waktu itu Ia mengajariku membangun istana, lalu sekarang kenangan itu kembali berputar di kepalaku dengan sangat jelas.
Bagaimanapun aku memaksa diri untuk melupakan Algha, hasilnya nihil. Selalu saja ada kenangan yang melintas di pikiranku dan membuatku semakin perih untuk menyangkalnya. Sembari menghembuskan napas, aku menekuri istana pasir buatanku. Pandanganku beralih ketika kelima temanku yang lain berlarian sembari tertawa satu sama lain ke arah Bernard yang sudah menunggangi kuda beberapa meter di sana.
"Kau curang, pergi meninggalkan permainan kita dan malah menyewa kuda sendiri," gerutu Sharon yang juga didukung oleh yang lainnya. Bernard hanya tersenyum penuh kemenangan, Ia memelankan laju kudanya.
"Tenang saja, aku sudah menyewanya tiga jam dan kita bisa menungganginya bergantian," ujarnya menenangkan.
Mereka dengan semangat memperhatikan petunjuk cara menunggang dari pemilik kuda yang datang menyusul Bernard. Aku hanya berdiri dari kejauhan, meski kecil suara lelaki beruban itu tetap terdengar. Sharon melambaikan tangan kepadaku agar aku mendekat. Aku menggeleng. Aku tidak tertarik sama sekali untuk menunggangi kuda. Juga dengan voli air yang dimainkan bersama-sama. Pagi ini aku bersikap lebih pendiam daripada hari kemarin.
Charly mengambil bagian setelah Bernard, lelaki penyewa kuda yang sudah selesai menikmati gilirannya pun duduk di sebelahku.
"Kau lelah, Alisha?" tanyanya.
"Tidak," aku menjawab singkat dan menggeleng.
"Kalau begitu Kau bisa menaikinya. Lihatlah, Paman penjaga kuda sangat telaten," Ia menunjuk lelaki yang menyewakan kudanya.
"Aku tidak bisa naik kuda," jawabku lirih.
"Ia akan mengajarimu," Bernard tidak putus asa menunjukkan bahwa idenya cukup menyenangkan.
Charly dan Sharon yang sudah selesai pun melangkah ke arah kami dengan senyum mengembang.
"Hampir saja aku jatuh," ujar Sharon.
"Kau terlalu agresif. Kudanya nyaris membawamu lari," Charly mengiyakan.
Mereka bertiga membicarakan betapa menyenangkannya pengalaman tadi. Sharon sudah beberapa kali menunggang kuda dalam hidupnya, Bernard memamerkan sepupu jauhnya yang merupakan anak peternak kuda dan Ia bisa berkunjung kapan saja untuk berkuda, Charly tidak mau kalah, Ia berkata bahwa mengendalikan kuda cukup menantang dibanding dengan melajukan motor besarnya.
Evyta dan Giand bergabung, kini mereka telah selesai mengambil bagiannya masing-masing untuk menikmati menunggang kuda. Evyta memeriksa hasil jepretannya, tentu saja Ia tidak rela jika momen teman-temannya berkuda tidak didokumentasikan.
"Sekarang giliran Alisha," Sharon menjentikkan jari meski June belum juga selesai turun dari kuda hitam yang kekar itu.
"Ah, aku takut. Tidak! Kau saja yang naik sekali lagi, aku akan merekammu. Evyta, sini kameranya," teriakku.
"Percayalah, Alisha. Paman penjaga kuda akan membantumu, buktinya kami berenam baik-baik saja," Bernard masih saja membujukku.
Karena aku tidak enak hati pada mereka --terutama Bernard yang sudah menghabiskan uangnya untuk menyewa kuda, aku mendekat ke lelaki beruban itu yang selalu menyunggingkan senyum. Ia menggandeng kudanya di antara para koboi yang lain.
"Silakan, Nona," Ia mendahuluiku sebelum aku mengatakan apapun. Pandangannya seolah meyakinkanku dan memberiku semangat untuk naik ke punggung kudanya.
"Terima kasih, Paman," ucapku.
Ia membantuku naik dengan mengulurkan tangannya agar aku bisa berpegangan sampai benar-benar duduk di atas kudanya.
"Pegang tali kendalinya, Nona," ujarnya lagi masih dengan suara yang teramat lembut.
Aku menuruti apa yang Ia katakan. Aku memegang tali kendalinya dengan kedua tanganku, sementara Ia masih menuntun kudanya dari samping. Kuda berjalan dengan amat pelan. Ternyata menunggangi kuda tidak semenakutkan yang aku kira.
"Apakah Anda ingin menambah kecepatannya, Nona?" tanya lelaki itu, mungkin Ia mulai bosan karena harus menuntun kudanya terus-terusan.
"Tidak, Paman. Lebih baik seperti ini saja," jawabku. Jika kecepatan langkah kudanya ditambah, itu berarti aku harus mengendalikannya seorang diri.
Langkah demi langkah kuda membawaku menyisiri pantai yang ramai oleh pengunjung. Beberapa dari mereka juga menyewa kuda seperti kami. Kuda yang membawaku sedikit mempercepat langkahnya, ternyata diam-diam Paman penjaga kuda melepaskannya tetapi masih mengawasiku dari belakang. Aku menarik tali kendali dengan pelan ketika kuda semakin mempercepat langkahnya.
"Kau hebat, Alisha," kudengar June bersorak.
Seperti arahan Paman itu, aku sedikit menarik tali kanan agar kudanya berbelok, ternyata aku bisa mengendalikannya. Aku mendekat ke Paman penjaga kuda sembari masih sedikit menarik tali kendalinya agar lajunya tidak kencang.
"Saya kira sudah cukup, Paman," ujarku.
"Benarkah? Nona tidak ingin menyisir pantai lebih lama lagi?" tanyanya.
Sebagai penyedia jasa mungkin Ia ingin memastikan pelanggannya puas, tetapi aku tidak terlalu berharap lebih dengan kuda itu. Aku menggeleng kepadanya sembari tersenyum. Ia pun membantuku menuruni badan kuda yang besar dan kekar.
Teman-temanku sudah menungguku di bawah pohon besar, sengaja berlindung dari sengatan matahari. Kami menggendong tas ransel dan menenteng beberapa perlengkapan kemah yang tidak bisa dimasukkan ke dalam tas. June mengembalikan kameranya pada Evyta. Sekarang agenda kami yang ada di depan mata adalah jelajah hutan bersama-sama. Bernard memegang peta yang Ia dapatkan dari pengawas wisata alam ini.
Kicau burung mulai terdengar ketika kami memasuki area yang penuh dengan pepohonan. Jalan setapak dengan lebar sekitar satu meter cukup nyaman karena terawat dengan baik, tak ada lumut maupun lumpur yang mengotorinya. Sengatan matahari terhalau oleh rindangnya dedaunan di atas kami. Evyta tidak menyia-nyiakan kesempatan mengambil potret pemandangan alam dan dokumentasi kegiatan kami.
"Sudah berapa jauh kita melangkah?"
"Perjalanan kita masih panjang, tetapi mungkin kita perlu istirahat dulu," Bernard menanggapi ucapan Giand.
Akhirnya setelah berjalan sekitar dua puluh menit dan belum juga menemukan hewan lain selain monyet, kami berhenti. Aku sendiri juga merasakan lelah karena tidak terbiasa dengan aktivitas berat. Kami duduk lesehan di jalan setapak sembari memanfaatkan kesempatan untuk meneguk air mineral.
"Sebentar lagi kita akan sampai di puncak bukit, kita bisa melihat air laut dari sana," Bernard menyemangati kami.
Perjalanan kembali berlanjut hingga kami beruntung mendapat kesempatan untuk berpapasan dengan burung dengan bulu warna-warni yang sangat indah.
"Ssst," aku menghentikan siapapun di sekitarku yang melangkah dengan bersuara.
Sayangnya burung warna-warni dengan didominasi warna biru dan merah itu terbang dari dahan dengan suara lengkingan yang juga indah. Aku terkesima pada rupa dan suaranya, sedikit jengkel pada teman-temanku yang tidak bisa meredam langkah kakinya di atas gemerasak daun-daun kering di sisi setapak.
"Guys, apa kalian tidak ingin foto-foto di sini? Pencahayaannya sangat bagus menurutku," ujar Evyta. Anak itu mungkin terobsesi pada kamera, sedikit pun Ia tidak bisa melepaskan benda itu dari kalungannya.
"Kita foto bersama dulu lalu foto single, perasaanku dari kemarin kita belum punya foto bersama. Evyta mengambilnya secara acak meski kolektif," Giand mengajukan usul.
"Boleh-boleh," June setuju. Ia beranjak dari posisinya yang menyandar pada batang pohon untuk membantu Evyta.
Dengan senyum yang diupayakan semaksimal mungkin karena tenaga kami sudah terkuras, akhirnya Evyta dan June selesai mengambil gambar semuanya.
"Alisha?! Ini siapa yang ada di sebelahmu?"
***

หนังสือแสดงความคิดเห็น (30)

  • avatar
    Nurshahirah Kay

    good,😘

    19/07

      0
  • avatar
    izwanFarshanda

    bole lh

    13/07

      0
  • avatar
    SulistyawatiWahyu

    bagus buat dijadiin buku ╥﹏╥♡

    28/11

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด