logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 7 Perihal Lampu

"Zidny, kamu pikir saya mau bermain dengan anak kecil seperti kamu?"
Zidny terdiam. Sedikit lega, karena ucapan Zidan bukanlah yang ia takutkan. 
"Ambil selimut, tidur di sofa!" suruh Zidan. 
"Kok di sofa, Pak? Kan kasurnya masih lapang," protes Zidny pelan.
"Jangan banyak protes. Cepat tidur di sana!" suruh Zidan. Zidny mengangguk saja, ia menarik selimut lalu membawanya ke sofa yang ada di kamar itu.
Zidny langsung membaringkan badannya di sofa, walaupun sofa itu kecil, tetapi masih bisa menampung badan mungilnya.
Zidan lalu mematikan lampu. Ia pun membaringkan badan di kasur, dengan keadaan gelap seperti ini, ia tak akan bisa melihat wajah anak kecil itu, pikir Zidan.
Sedangkan Zidny, ia tak terbiasa tidur dalam keadaan gelap. Zidny lebih suka tidur dengan lampu yang menyala. Setidaknya ada sedikit penerangan. Namun, sekarang semuanya gelap.
"Aku nggak bisa tidur kalau gini," ucap Zidny pelan. Ia lalu mengambil ponselnya di atas meja—sebelah sofa. Zidny akhirnya menghidupkan senter dari HP-nya.
"Huft, dasar Om-om mesum, sok-sokan nggak mau sama gue, padahal udah pernah main duluan sama gue," ucap Zidny pelan yang hanya ia sendiri bisa mendengarnya.
Lima belas menit sudah Zidny mencoba membaringkan badan sambil memejamkan mata, tetapi tetap saja ia tak bisa tertidur. Akhirnya, Zidny bangkit, lalu menyalakan kembali lampu di kamar. 
Zidny menatap Zidan yang tidur membelakanginya, sehingga hanya punggung Zidan saja yang bisa dilihat oleh Zidny. "Kayaknya, dia udah tidur," ucap Zidny pelan. Ia pun kembali berbaring di sofa.
Lima menit kemudian, Zidny langsung terlelap masuk ke alam mimpinya. Ternyata Zidny memang tidak akan bisa tertidur dalam keadaan gelap. Namun, saat lampu dinyalakan tadi, Zidan langsung tersentak. Ia belum sebenarnya tertidur, karena Zidan pun tak bisa tidur dalam keadaan mati lampu.
Tadi ia sengaja mematikan lampu supaya anak kecil itu cepat tidur. Ternyata Zidan salah. 
Pria yang sudah berstatus menjadi suami itu menatap Zidny yang tertidur di sofa. Perasaan kasihan langsung menyelimuti Zidan, ia tak tega melihat anak kecil itu tertidur di sofa, apalagi tadi acara mereka yang banyak, pasti badannya lelah.
Zidan akhirnya bangkit, ia pun berjalan ke arah sofa. Zidan mengangkat badan Zidny. Namun, saat badannya terasa diangkat, Zidny langsung tersentak, karena kaget ia langsung mengalungkan tangannya di leher pria yang sedang menggendongnya.
Zidan pun sama kagetnya dengan Zidny sehingga ia menatap manik mata Zidny. Dua mata yang saling bertemu mampu menyita waktu. Zidan tak melepaskan tatapannya, begitupun dengan Zidny yang terbawa hanyut dalam tatapan Zidan.
Seulas senyuman kecil terukir di bibir Zidny. Ia baru menyadari jika suaminya itu berwajah tampan, berkulit putih, beralis tebal, berhidung mancung, dan bibir merah mudanya yang sangat menggoda. 
Tersadar dalam lamunan, Zidan segera menurunkan Zidny. Ia pun memalingkan mukanya. 'Sepertinya gue pernah lihat mata itu,' batin Zidan.
"Silakan tidur di kasur, biar saya tidur di sofa," ucap Zidan mengalah. Namun, tangan Zidan tiba-tiba ditarik oleh Zidny ke ranjang.
Zidny mendorong badan Zidan sampai terjatuh di atas kasur. Setelah itu, muka Zidny mendekati muka Zidan. Sangat dekat, bahkan hidung mereka sudah bersentuhan.
"Tidur berdua aja, yuk!" ucap Zidny dengan suara menggoda khas yang ia buat-buat seperti di club. Bak terhipnotis, Zidan hanya mengangguk, lalu bergeser memberikan tempat untuk Zidny berbaring.
Akhirnya, mereka berdua tertidur walaupun ada jarak di antaranya.
***
"Selamat pagi, Sayang!" ucap Wanti saat Zidan baru saja keluar kamar.
"Pagi, Ma."
"Zidny mana?"
"Lagi mandi, Ma."
Wanti tersenyum, lalu mendekati muka Zidan dan berbisik di telinganya, "Gimana? Puas nggak?" tanya Wanti yang membuat Zidan mengerutkan keningnya.
"Gimana apanya, Ma?"
"Duh, kamu ini masih belum ngerti aja, itu, loh, yang ...."
"Selamat pagi, Ma," ucap Zidny menyela perkataan Wanti.
"Eh, selamat pagi, Sayang. Duh, cantik banget menantu Mama. Yuk, sarapan bareng!" ajak Wanti langsung menarik Zidny.
Zidny lalu mengikuti Wanti. Namun, ia menoleh ke belakang sebentar, mengedipkan sebelah matanya ke arah Zidan yang membuat Zidan bergidik ngeri. 'Ini istri gue alim di luar, genit di dalam, apa gimana, ya?' batinnya.
Zidny, Zidan, Wanti, dan Nuni sarapan bersama di meja makan. Mereka pun menikmati nasi goreng yang jadi menu pagi ini. Hanya ada dentingan sendok yang beradu dengan piring.
"Zidan. Mama lihat, kamu, kok, udah rapi aja. Mau ke mana?"
"Mau kerjalah, Ma."
"Apa? Kerja? Nggak-nggak. Kamu harus cuti seminggu, kamu, kan, baru selesai nikah, masa langsung kerja, sih," protes Wanti tak terima.
"Ma, aku harus kerja, lagipula acaranya, kan, sudah kelar kemarin. Apa lagi?"
"Kamu kan belum bulan madu sama Zidny, Zidan!" ucap Wanti yang langsung membuat Zidny tersedak, buru-buru Nuni mengambilkan air untuk cucunya itu.
"Nggak perlu, Ma," bantah Zidan.
"Kamu ini gimana, sih, kamu kan sudah punya istri, harusnya kamu ...."
Zidny yang berada di hadapan Wanti langsung memegang tangan mertuanya itu. "Ma ... nggak pa-pa, kok, kalau Pak Zidan mau ker--"
"PAK ZIDAN? Kamu manggil Pak Zidan?" Wanti tentunya kaget. Namun, detik kemudian ia dan Nuni tertawa, sedangkan Zidan hanya menghela napas. Zidny menutup mulutnya yang keceplosan.
"Kok kamu manggil suami kamu pake Pak, sih, Sayang? Kamu, kan, bisa manggil Zidan dengan sebutan Mas, atau manggil Sayang, boleh," goda Wanti yang membuat pipi Zidny merah merona.
Zidan tiba-tiba bangkit, karena merasa muak. Ia tak suka dalam keadaan seperti ini. 
"Eh, mau ke mana?" tanya Wanti.
"Mau ke luar, Ma."
"Ya, ke mana?"
"Ada urusan penting."
Zidan langsung melangkah pergi meninggalkan meja makan.
"Nak, kamu nggak ngikutin Zidan?" tanya Nuni pada Zidny.
"Iya, Zid. Kamu harus ikutin Zidan," ucap Wanti.
"Nggak usahlah, Nek, Ma. Aku di sini aja, aku nggak mau ganggu urusan Pak--eh, Mas Zidan."
"Duh, sopan banget, sih, kamu," ucap Wanti menyentuh dagu runcing Zidny.
Zidny hanya tersenyum penuh arti saat menatap Zidan pergi. 
***
Ternyata Zidan pergi menemui Rifan. Mereka bertemu di kafe tempat biasa mereka nongkrong.
"Lo lihat, nih!" suruh Zidan memberikan ponselnya pada Rifan.
Rifan pun membaca pesan yang terdapat di layar HP Zidan. 
'Hai, Zidan. Masih ingat denganku? Gadis yang telah kau renggut keperawanannya. Aku mau kita ketemu malam ini di club. Jika tidak, maka kau akan tahu akibatnya. Kau tentu tak mau nama baikmu tercoreng, bukan?'
Rifan menegang, ia segera mengembalikan HP Zidan. 
"It--itu, cewek yang lo ...."
"Ssst! Jangan keras-keras, dong!"
"Terus, lo mau ketemuan sama dia?"
"Nah, itu, gue ragu. Nanti gue buat alasan apaan sama istri gue? Argh!"
"Gue tahu," ucap Rifan tersenyum singkat.
"Apa?" tanya Zidan.
Rifan pun membisikkan rencananya pada Zidan yang langsung diangguki oleh pria itu.
"Oke, nggak?"
"Oke."
Apa yang akan dilakukan oleh Zidan malam ini? 
***
BERSAMBUNG
***
 
 
 
 
 
 

หนังสือแสดงความคิดเห็น (746)

  • avatar
    SaputriAprilia

    aduh ceritanya seru deh pake banget, plisss lanjut dong lagi,. bener" gue pantengin terus dah ini.

    22/12/2021

      0
  • avatar
    MaulaniAmalia

    Masya Allah😊

    12d

      0
  • avatar
    Mela Agustina

    bnyk plotwis nya bkin mewek tpi seruu bgtt🥹🤍

    22d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด