logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 6 Riza, Rasyel dan Cemburu

Sepanjang perjalanan dari Bandung ke Jakarta membuat Rasyel lelah, ia tertidur di mobil Riza.
Sesekali Riza meliriknya seraya tersenyum. Perlahan satu tangan Riza melepas kemudi dan mengelus rambut Rasyel dengan lembut.
"Gue tau nggak seharusnya gue punya perasaan ini ke lo, tapi gue juga nggak bisa buang perasaan ini jauh-jauh, Syel."
Rasyel membuka matanya sayup-sayup, ia sedikit terkejut ketika melihat tangan Riza yang menyentuh rambutnya.
Rasyel dengan cepat menghindar, ia mengalihkan pandangannya agar tidak gugup.
"Maaf Syel, tadi ada debu dirambut lo," alasan Riza.
"Iya, Za." Rasyel masih mengalihkan pandangannya ke luar jendela.
"Syel, gue boleh tanya sesuatu?" tanya Riza dengan lembut.
"Tanya apa?" Kali ini Rasyel melihat ke arah Riza.
"Pernikahan lo sama Rey baik-baik aja kan? Rey nggak ngapa-ngapain lo kan?" tanya Riza.
Rasyel menaikkan satu alisnya, sedikit bingung dengan pertanyaan pria yang tengah menatapnya lekat setelah menepikan mobilnya. "Ngapa-ngapain gimana ya maksudnya, Za?"
"Hm.. maksudnya Rey nggak jahat ke lo kan? Gue khawatir banget sama lo," ucap Riza setelah tersadar jika pertanyaannya  sedikit tidak jelas.
Rasyel mengangguk mengerti. Kedua sudut bibir Rasyel perlahan terangkat. Tangan Rasyel mengelus tangan Riza pelan. "Mas Rey baik kok, Lo nggak usah khawatir."
Riza menakupkan wajah Rasyel, membuat kedua bola mata mereka saling menatap satu sama lain. "Lo harus janji kalau Rey memperlakukan lo dengan buruk, lo akan bilang ke gue."
Rasyel mengangguk.
"Janji?"
Rasyel terdiam sejenak.
"Kalau Rey memperlakukan lo nggak baik, dengan senang hati gue akan bantu lo untuk pisah sama Rey, gue akan cari pengacara yang bagus untuk bantu perceraian lo sama Rey," ucap Riza.
Rasyel tersenyum, ia merasa sangat beruntung karena sosok Riza sudah hadir di dalam hidupnya, meskipun bukan sebagai pasangan, ia sangat menyayangi Riza dan sudah menganggap Riza sebagai kakaknya sendiri.
*****
Rey terus mondar-mandir di depan pintu rumahnya menunggu kedatangan Rasyel. Sesekali ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul 20.00.
Rey menoleh saat mendengar suara mobil, ia melihat dengan sinis saat Riza keluar dari mobilnya dan membukakan pintu mobil untuk Rasyel. "Makasih ya Za," ucap Rasyel.
"Sama-sama, Syel. Lo masuk sana," ucap Riza.
"Hati-hati ya Za, nanti kalau udah sampai apartemen kabarin," ucap Rasyel seraya melambaikan tangannya pada pria yang tengah tersenyum ke arahnya.
Setelah Rasyel membuka gerbang, Riza segera masuk mobil dan pergi.
Rasyel menutup gerbang tanpa menyadari adanya Rey yang sedari melihat Riza dan Rasyel dengan tatapan sinisnya.
"Mas Rey ngapain disitu?" tanya Rasyel sedikit terkejut ketika berbalik setelah menutup gerbang.
"Hati-hati ya Za, kalau udah sampai apartemen kabarin," ucap Rey menirukan nada bicara lembut Rasyel saat berbicara dengan Riza.
"Harus ya kayak gitu? Harus banget nyuruh Riza kabarin kalau dia udah sampai?" tanya Rey.
Rasyel menghela napasnya, ia sangat lelah hari ini, tapi ia malah disambut dengan Rey yang menyebalkan. "Biar aku tau kalau Riza sampai rumah dalam keadaan selamat, sehat dan tidak kurang suatu apapun," jawab Rasyel tegas.
"Dari mana lo?" tanya Rey.
"Dari Bandung, ada kerjaan yang ngeharusin aku sama Riza kesana," jawab Rasyel jujur.
"Besok jangan berangkat sama Riza lagi," ucap Rey.
"Kenapa?"
Rey mendecak, "Lo kenapa sih nggak pernah nurut aja, selalu nanya terus," kesal Rey.
"Maaf Mas Rey marah-marahnya dipending dulu aja ya, aku capek banget," ucap Rasyel yang secepatnya ingin merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
Rasyel segera masuk ke dalam rumah melewati Rey yang masih berdiri seraya memasang raut wajah kesal.
*****
Langkah Rey terhenti di depan kamar Rasyel. Rey mengintip dari sela pintu yang terbuka sedikit, Rey melihat Rasyel yang tengah mengobati kakinya.
"Sini gue bantu," Tanpa permisi Rey langsung masuk ke kamar dan mengambil antiseptik dan kapas yang berada di tangan Rasyel.
"Nggak usah, aku bisa sendiri," Rasyel berusaha mengambil kembali antiseptik dan kapas yang diambil oleh Rey, namun Rey menghentikan Rasyel dengan cara menyentil tangannya.
Rey mengoleskan antiseptik di bagian kaki Rasyel yang luka dengan sangat pelan, bahkan Rey terlihat sangat telaten saat mengoleskannya.
"Kok bisa luka kayak gini?" tanya Rey dingin.
Rasyel sedikit meringis saat merasakan cairan antiseptik itu mengenai lukanya.
"Lecet karena pakai sepatu," jawab Rasyel.
Rey menoleh, melihat sepatu heels berwarna hitam yang tadi Rasyel pakai. "Besok jangan dipakai lagi, nanti kaki lo luka lagi."
Rasyel menangguk lemah.
"Ukuran kaki lo berapa?" tanya Rey seraya kembali fokus mengobati kaki Rasyel yang mulai membengkak.
"36 Mas," jawab Rasyel.
Rey mendongakkan kepalanya, melihat Rasyel seraya menahan tawanya. "Itu kaki manusia atau kaki tikus?"
Rasyel memukul Rey pelan, bisa-bisanya pria itu mengatakan jika kaki Rasyel seperti kaki tikus. "Kaki aku itu mungil."
"Mungil kayak kaki tikus," goda Rey.
Kemudian Rey menaruh antiseptik dan kapas bekas diatas meja, lalu melihat Rasyel lekat. Perlahan Rey mendekatkan wajahnya dengan Rasyel, membuat jantung Rasyel berdegup tidak karuan.
"Dasar kaki tikus," Rey menyentil kening Rasyel lalu bangkit dan keluar dari kamar Rasyel seraya terkekeh, puas dengan apa yang ia lakukan pada Rasyel.
Rasyel melemparkan bantal ke arah Rey, namun tidak mengenai pria itu. "Ih!! Mas Rey!"
*****

หนังสือแสดงความคิดเห็น (121)

  • avatar
    SuryadiMuhamad

    bagus

    4d

      0
  • avatar
    KyyyKyy

    bagusss bangttt

    10d

      0
  • avatar
    Candra Muchammad

    Si rey songong amat

    14d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด