logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Part 7

Ayah Danu tidak terlihat senang melihat putra ke tiganya pulang ke rumah, dia bahkan menyudahi makannya dan membiarkan Queenza duduk seorang diri, ayah Danu segera ke luar, berpapasan dengan Dandy yang menatapnya tidak mengerti. 
“Dan, mau sarapan?” tanya Queenza dengan suara gemetar. Dandy mengangguk dan duduk di lantai yang tadi diduduki ayahnya. 
“Kakak ambilkan nasi ya,” ujar Queenza. Mengambil piring yang tersisa nasi setengah milik ayah Danu itu untuk menukar dengan piring baru. 
“Enggak sekolah?” tanya Queenza, melihat ayah Danu yang pergi membuatnya sangat lega, sungguh dia seperti berada di tiang gantungan tadi. 
“Diskorsing,” jawab Dandy singkat. Queenza hanya mengangguk dan melanjutkan makannya, Dandy lebih fokus menonton televisi sambil makan. Queenza membereskan piring setelah dia dan Dandy makan, lalu melanjutkan pekerjaannya. 
*** 
Seharian ini Queenza bahkan sangat tidak bernafsu makan, dia hanya melamun di kamarnya, dia sampai mengunci pintu kamar. Dia sangat takut ayah mertuanya tiba-tiba pulang sedangkan hanya ada dia seorang diri. 
Sampai menjelang malam, Queenza bahkan tidak berani untuk mandi. Mendengar suara ayah Danu yang berbincang dengan ibu Danu di depan pun sudah membuatnya gemetar ketakutan. 
“Queen, dikunci?” suara Danu membuatnya meneteskan air mata lega. Dengan cepat Queenza membuka pintu kamarnya dan menyeka air mata. 
“Kamu nangis?” tanya Danu dengan kening berkernyit. “Kenapa?” 
“A-aku hanya ... kangen rumah,” bohong Queenza, dia takut jika dia jujur Danu tidak akan percaya kepadanya. 
Danu hanya mendengus, dia sangat lelah dan ingin mandi, “masakkin air panas, aku mau mandi.” Perintah Danu merupakan titah bagi Queenza. Dia menuju dapur, ada Tia sedang mengambil minum di sana. 
“Ti, panci untuk masak air yang mana? Mas Danu mau mandi,” tanya Queenza. Tia hanya menunjuk dengan matanya, tak mau berbicara sama sekali dengan kakak iparnya itu. Queenza hanya menghela napas. Dengan cepat dia mengisi air dan menyalakan kompor. Mendengar derap langkah di belakang tubuhnya membuat dia terkejut, dia membalikkan badan dengan cepat hingga membuat Reno terkesiap. 
“Kenapa?” tanya Reno. Queenza mengurut dadanya merasa lega dan menggeleng. 
“Enggak apa-apa,” jawabnya. Queenza takut jika ayah mertuanya ke dapur, karena itu dia segera kembali ke kamar, dia tahu memasak air membutuhkan waktu yang tidak sebentar. 
“Mas,” panggil Queenza, Danu hanya menjawab dengan berdehem, dia seolah sangat sibuk memainkan game di ponselnya. 
“Pintu kamar mandi, apa kuncinya enggak bisa diperbaiki?” tanya Queenza. 
“Kenapa memangnya? Enggak perlu takut, di sini enggak ada yang akan ngintip meski terbuka,” ujar Danu ketus. Queenza semakin yakin untuk tidak menceritakan tentang kejadian hari ini, karena Danu sudah pasti lebih mempercayai ayahnya. 
Queenza menuju dapur dan melihat air yang sudah mendidih, dia segera masuk ke toilet untuk menuang air tersebut ke bak, mengecek suhunya yang pas, dia masih sempat melirik kunci toilet yang sepertinya rusaknya semakin parah. Pintunya pun berlubang di bagian bawah. 
Queenza menuju sang suami dan mengatakan bahwa airnya sudah siap, Danu mengunci layar ponsel dan mandi. Sementara Queenza melihat ponselnya, tidak ada pesan sama sekali. Lalu muncul notifikasi pemberhentian layanan kartu pasca bayar, membuatnya mendesah kecewa, sungguh ayahnya sangat kejam, bahkan dia harus membeli pulsa sendiri nanti padahal sebelumnya kartu itu terkoneksi dengan kartu kreditnya sehingga penagihan akan langsung ke akun rekeningnya yang otomatis melakukan auto debit di tiap bulannya. 
Queenza melihat ke ruang tamu, anggota keluarga Danu sedang menonton televisi. Tidak diketemukan ayah Danu di sana, setelah Danu mandi, segera Queenza masuk kamar mandi dan dengan cepat dia membilas tubuhnya. Rasa lengket seharian ini setidaknya terbayar sudah. Danu tampak tidak peduli dengan sang istri, dia pun pergi entah ke mana setelah Queenza masuk ke kamar. 
*** 
Keesokan harinya, Queenza bangun sangat pagi, terdengar suara orang di dapur, sepertinya ibu Danu sedang memasak. Dia pun masuk kamar mandi dan mandi dengan kilat, lalu dia mencuci pakaian. Menyapu dan mengepel, dia lakukan di pagi hari sebelum semua berangkat. Danu sampai mengernyitkan kening melihat Queenza yang seolah sudah paham pekerjaannya. 
Ketika sarapan, Queenza bahkan dipersilakan ikut sarapan bersama Danu, sepertinya ibu Danu sedang baik atau memang tidak tertarik untuk menghukum Queenza karena wanita itu telah menyelesaikan semuanya dengan baik. 
Queenza selalu takut melihat ayah Danu, dia bahkan terus menunduk tak mau bertatapan dengan ayah Danu yang menurutnya sangat mengerikan. 
Ketika semua sudah pergi, Queenza yang hanya seorang diri memutuskan ke luar rumah. Dia menutup pintu rumah dan berjalan menuju rumah nenek penjaja gorengan di belakang rumah, ketika sampai di rumah nenek, dia melihat ayah Danu kembali ke rumah padahal dia sangat ingat pagi tadi ayah Danu sudah pergi lebih dulu dibanding yang lain. Dengan cepat dia masuk ke rumah Nenek itu padahal dia belum dipersilakan masuk, bahkan nenek tidak ada di warung yang memang masih buka itu. 
“Nek, nenek!” panggil Queenza sok akrab, lalu muncullah nenek itu dengan menenteng ember berisi air. 
“Sini aku bantu,” ujar Queenza mengambil ember itu. 
“Ada apa?” tanya sang nenek. 
“Ehmm enggak apa-apa aku hanya iseng aja, mau main. Nenek enggak kemana-mana kan?” tanya Queenza seraya membawa ember itu ke warung nenek yang memang terpisah dari rumah. Ada alat masak di dapur yang terbuat dari bilik bambu itu. 
 “Enggak, kamu memang sudah menyelesaikan pekerjaan kamu? Bukannya kamu banyak kerjaan rumah?” tanya nenek itu seraya meminta Queenza meletakkan ember itu di dekat kompor karena sepertinya nenek ingin memasak air. 
“Dari pada iseng, bantu nenek parut kelapa, bisa?” tanya nenek itu. 
“Enggak, tapi aku bisa belajar kok,” ucap Queenza. Nenek itu hanya tersenyum, memberikan kelapa dan parutan yang terbuat dari alumunium tersebut. 
“Hati-hati nanti kena tangan,” ucap Nenek, mencontohkan sedikit cara memarut. Queenza pun mengambil duduk di dipan yang memang ada di warung itu, dia memarut kelapa dengan sangat pelan, nenek sepertinya tidak masalah karena dia memang tidak membutuhkan kelapa parut itu saat ini juga. 
“Kamu cantik, baik, kenapa kamu bisa menikah dengan pria itu?” tanya nenek. Dia mengenal Danu, sejak dulu Danu sudah mengontrak di sekitar kampung ini, jika kontrakannya habis atau pemiliknya tidak ingin mengontrakkan lagi, pasti keluarga itu mencari rumah kontrakan yang ada di sekitar sini juga. Ibu Danu menyambi pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga yang berada di kompleks tak jauh dari kampung ini. Ayah Danu pun hanya berkebun di lahan yang memang belum difungsikan itu. jadi perekonomian keluarga Danu memang bergantung dari sekitar tempat ini.
“Saya sayang sama mas Danu, Nek,” ucap Queenza. Nenek itu hanya tersenyum, menyalakan kompor gas dan memasukkan ubi, rupanya dia ingin merebus ubi. 
“Dia sayang sama kamu?” tanya nenek itu. Queenza mengangguk yakin membuat nenek itu hanya tersenyum getir. Dia tahu Danu anak yang baik, namun dia tidak pernah mengerti mengapa Danu terlihat menyimpan dendam selama ini? Dia terlalu ambisius jika menginginkan sesuatu. Pernah dia kalah dalam perlombaan saat masih kecil karena dicurangi oleh orang dewasa, lalu dia memukul orang dewasa itu, padahal menurut mereka lomba hanyalah sebuah sarana untuk mempererat hubungan antar warga sehingga mereka menganggap kecurangan adalah hal yang lucu, tapi tidak bagi Danu. Dia sangat marah dan dia tidak pernah ikut lomba lagi di kegiatan tahunan warga setelah itu. 
“Nenek kenapa? Bengong?” tanya Queenza. 
“Enggak apa-apa, kamu sendiri kenapa enggak istirahat di rumah? Justru ke sini? Memang enggak capek?”
“Capek, tapi aku takut di rumah,” ucap Queenza. 
“Takut apa?”
“Ay- euhmm takut aja sendirian,” ucap Queenza, dia belum mengenal warga sini sehingga dia tidak bisa terlalu terbuka, khawatir apa yang dia ucapkan akan menjadi bumerang sendiri untuknya. 
“Nek, di sini biasanya ada yang bisa betulin pintu, kunci gitu enggak sih?” 
“Kamu harusnya tanya adik kamu, Reno, teman-temannya kan ada yang biasa jadi tukang bangunan, pasti ngerti,” ucap Nenek.
Queenza terus memarut kelapa, hingga tidak lama Reno lewat rumah nenek dengan sepeda motornya. Queenza telah menyelesaikan memarut kelapa, nenek bilang tidak perlu sampai kecil sisanya karena khawatir tangan Queenza terkena. Jika Reno pulang, itu artinya dia akan sampai malam di rumah, setidaknya Queenza akan aman jika ada orang lain. 
Queenza pun berpamitan pulang. Tidak diketemukan sepeda ayah Danu di sekitar rumah, sepertinya pria itu sudah pergi lagi. 
“Ren,” panggil Queenza, melihat ke arah Reno yang sibuk menyantap ketopraknya. Sepertinya dia mendapat pelanggan ojek pagi ini sehingga bisa sarapan. 
“Mau? Tuh ada satu lagi, makan aja,” ucap Reno ke arah bungkusan di dalam plastik. 
“Boleh?” tanya Queenza. Sejujurnya dia hanya sedikit sarapan pagi ini karena hanya mendapat potongan telur sedikit saja. 
“Boleh, makan aja,” ucap Reno, matanya terus mengarah ke televisi. Dengan senang hati Queenza mengambil piring dan membuka ketoprak yang sangat menggoda itu. Dia ikut makan bersama Reno di sana, setidaknya ada seorang yang tidak menatapnya dengan pandangan benci di rumah itu, tidak seperti ibu Reno dan juga Tia. Jika Dandy, entahlah anak itu tidak terlihat lagi sejak semalam. 
“Ren, kenal sama yang bisa betulin kunci kamar mandi?” tanya Queenza, dia masih memiliki uang di dompetnya, semoga saja cukup. 
“Ada, mau dibetulin?” tanya Reno acuh. 
“Iya, mau soalnya enggak nyaman kalau rusak,” ucap Queenza. Reno mengerti dan mengambil ponselnya, bukan ponsel keluaran terbaru, sepertinya ponsel itu pun tampak ketinggalan zaman jika melihat dari modelnya. Dia terdengar menelepon salah satu temannya dan meminta datang ke rumah. 
Mungkin temannya memang rumahnya sangat dekat, sehingga selesai Queenza makan ketoprak yang memang ternyata rasanya sangat enak itu, teman Reno sudah sampai di rumah. Dia langsung mengecek pintu kamar mandi dan setelah melihat kerusakan dia menghampiri Queenza yang berada di ruang televisi bersama Reno. 
“Ini yang rusak bukan hanya kuncinya, tapi pintunya juga, enggak akan bisa kalau cuma ganti kunci.” 
“Yah, jadi enggak bisa dibenerin?” tanya Queenza. 
“Bisanya ganti baru, Mbak,” ujarnya karena menghormati Queenza yang merupakan istri dari kakak temannya itu. 
“Kalau ganti habis berapa juta?” tanya Queenza membuat Reno dan temannya tertawa. 
“Pintu plastik ini sih enggak mahal mbak, tapi karena harus dicopot ada biaya pemasangannya, lima ratus deh sudah rapih,” ucapnya melirik ke arah Reno yang hanya mengangguk. 
“Lima ratus ribu ya? Boleh deh, tapi lama enggak ya prosesnya?” tanya Queenza. 
“Enggak kok, paling hanya dua sampai tiga jam aja,” ucapnya. Queenza menyetujui dan menuju kamarnya. Dia memang memiliki uang cash yang dibawanya kala itu. Cukuplah untuk mengganti pintu, daripada dia harus menahan keinginan buang air dan mandi setiap hari, dia tidak akan kuat. 
Teman Reno bersama Reno pergi untuk membeli pintu itu, Queenza terus duduk di teras, khawatir ayah Danu tiba-tiba pulang sehingga dia menunggu saja. Lalu dia kembali lega melihat Reno dan temannya pulang, diiringi mobil bak terbuka yang membawa pintu dan beberapa bahan bangunan untuk menunjang pemasangan pintu tersebut. 
Hanya dua jam pintu selesai dipasang Reno pun ikut mengerjakan bersama temannya, namun pintu itu belum boleh digunakan untuk sementara waktu karena semen yang dipakai untuk memasangnya masih basah.
Ibu Danu pulang dan melihat pintu kamar mandi yang telah berganti, dia ke kamar Queenza dan membuka pintu kamarnya, Queenza sangat terkejut karena tidak menyangka bahwa ibu Danu nyelonong masuk ke kamar seperti itu. 
“Kamu yang ganti pintu?” tanyanya dengan mata mendelik. 
“I-iya bu, ada apa?” 
“Banyak uang kamu! Cepat bersihin lantainya, kotor banyak bekas semen gitu, sikatin ke bak-baknya sekalian, jangan malas, tiduran saja kerjanya!” ujar ibu Danu. Queenza hanya mampu mengiyakan, dengan sedikit jijik dia melihat lantai kamar mandi itu, sebenarnya selama ini dia berpura mengabaikan lumut-lumut itu namun kini dia tidak bisa mengabaikannya lagi karena dia harus membersihkannya. 
“Cepat! Jangan cuma diliatin!” sentak ibu Danu membuat Queenza terlonjak, diabaikan mualnya dan dia menyikati lantai itu dengan mata berkaca-kaca, rasanya dia sangat ingin muntah saat ini. sebersit pikiran hinggap di benaknya, apakah Danu mau jika diajak mengontrak bersamanya? Sepertinya dia akan jauh lebih baik jika hanya tinggal bersama Danu. Untuk uang kontrakan dia bisa meminjam dari Amora kan? Wanita itu bilang akan membantunya jika Queenza membutuhkan bantuan. 
***

หนังสือแสดงความคิดเห็น (64)

  • avatar
    Setyawati Setyawati

    Menarik

    25/04

      0
  • avatar
    OlengPace

    good.👌

    01/10

      0
  • avatar
    SunarniEnar

    bagus ceritanya,

    28/09

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด