logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Part 6

Queenza benar-benar berterima kasih pada siapa pun itu penemu mesin cuci, sehingga dia bisa sesantai ini mengerjakan pekerjaan mencucinya. Dia hanya duduk manis di depan mesin cuci seraya memainkan ponselnya. 
Berseluncur ke akun sosial media, tidak ada story yang dia bagikan, bahkan foto terakhir di feednya adalah foto pernikahannya setelah itu dia tidak membagikan apa pun lagi. 
Tidak ada yang bisa dia bagikan saat ini, tidak mungkin dia mengambil gambar cucian piring, cucian pakaian atau kain pel usang. Karena semua storynya sangatlah aesthetic, berisi tempat liburan, atau makanan yang enak, sering juga membagikan kegiatan perawatannya. 
Ah mengingat perawatan diri membuat Queenza melihat ke kuku jari tangannya, bahkan kuku itu sangat polos dan sedikit baret, tidak mulus seperti dahulu. Dia menggeleng, tidak boleh berpikiran seperti itu, karena itu sama saja dia menyesal menikah dengan Danu. Apa pun yang terjadi, selama cintanya dan Danu kekal abadi, dia akan bertahan dalam posisi seperti apa pun juga. 
Mesin cuci berhenti, tanda bahwa proses pencucian selesai. Dia akan menjemur sekarang, dia benar-benar berdecak kagum, bahkan baju-baju di dalam sana jauh lebih bersih dibandingkan hasil cucian dia kemarin. Begitu pula dengan kekeringannya, dia merasa baju-baju ini hanya perlu dianginkan sebentar dan sudah bisa langsung dipakai. 
Tidak ada lagi mandi keringat atau tubuh kelelahan, berganti dengan rasa puas karena berhasil menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Kini waktunya Queenza mandi, namun sebelum mandi dia melihat Reno, adik Danu pulang dengan sepeda motornya, dia bahkan tidak melihat kepergian Reno tadi karena terlalu fokus bermain ponsel. 
“Bu, ini nomor token listrik langsung diisi?” tanya Reno. Mendengar kata listrik membuat Queenza memutuskan melihat ke depan. Bukankah tadi katanya listrik sudah diisi oleh Amora? Ibu sedang berada di dapur, memasak makan siang. Dia berjalan ke luar, melewati Queenza dengan membawa spatulanya. 
“Kamu beli?” tanya sang ibu dengan tangan sebelah bertolak pinggang. 
“Lha tadi kata ibu, pulang ngojek aku disuruh beli pulsa listrik, sudah mau habis. Bagaimana sih?” sungut Reno. Memang sehari-hari Reno menjadi ojek pangkalan, itu pun jika rokoknya habis dan dia tidak memegang uang sama sekali. Jika dia masih mengantungi uang jajan, tentu dia lebih suka bermalasan di rumah, menonton televisi atau tidur seharian. 
“Sudah diisi,” tutur ibunya seraya melirik ke arah Queenza yang masih mematung di sana. Reno mengernyitkan kening lalu melihat ke angka yang tertera, matanya membesar ketika menyadari bahwa jumlah yang tercetak sangat besar. 
“Ini siapa yang isi?” tanya Reno dengan keterkejutannya. Ibu Danu hanya melengos dan memilih pergi ke dapur. Reno menoleh ke arah Queenza, tersangka utama yang mengisi pulsa listrik itu. 
“Memangnya isinya sebanyak apa?” tanya Queenza yang memang tidak mengerti tentang pulsa listrik dan sebagainya. Karena yang dia tahu listrik di rumahnya adalah listrik pasca bayar. 
“Banyak banget ini sih bisa dipakai bulanan!” ujar Reno. Dia sudah terlanjur membeli token jadi sekalian saja dia mengisinya. 
“Oiya? Sebanyak itu?” tanya Queenza terbelalak dengan wajah imutnya. Entah hanya perasaan Queenza saja, atau memang Reno terlihat tersenyum, padahal dia merupakan anak yang paling susah senyum di keluarga ini. Danu pun pernah mengatakan itu. 
Queenza tidak ambil pusing, dia memilih masuk ke dalam untuk mandi karena memang tubuhnya terasa lengket belum mandi dari pagi. Melewati dapur tercium aroma masakan yang sangat harum, namun dia hanya bisa menelan salivanya kasar, memikirkan apakah mertuanya akan membiarkannya makan siang? Atau menunggu nasi sisa lagi untuknya seperti waktu itu. 
*** 
Danu belum pulang ke rumah di saat hari sudah mulai malam, karena kamar Danu berada di belakang, dia bisa mendengar suara benda yang terseret dari arah dapur. Penasaran, Queenza pun ke luar dari kamarnya dan melihat kedua mertuanya sedang menyeret mesin cuci itu ke dalam rumah. Ayah Danu menyadari keberadaan Queenza dan memberi kode ke istrinya. 
“Kenapa lihat-lihat?” sentak ibu Danu. 
“Kenapa dipindahin Bu?” tanya Queenza memberanikan diri. 
“Nanti dicuri kalau di luar! Besok nyucinya di dalam saja!” ujarnya kemudian memposisikan mesin cuci dekat dengan tempat cuci piring. Queenza hanya tersenyum dan kembali masuk ke kamar, syukurlah jika harus mencuci di dalam rumah, karena dia tidak perlu malu lagi menunggui mesin itu hingga berhenti. Terkadang dia risih ketika ada orang lewat yang memandangnya dengan pandangan sinis. 
*** 
Cukup malam Danu pulang ke rumah, Queenza bahkan sudah terlelap, ketika merasakan kasurnya bergerak. Danu terlihat sangat lelah, pekerjaan hari ini sangat banyak pasca cuti kemarin, berbagai omongan miring pun diterimanya tentang dia yang kini sudah menjadi menantu konglomerat, sindiran juga kerap kali datang. Danu mencoba tidak peduli, namun omongan tentang dia yang mendapatkan harta Prawiro karena menikahi putri bungsunya membuat dia kesal bukan kepalang. 
Nama Prawiro memang kerap muncul di berbagai media sebagai pengusaaha top papan atas negara ini, namun ... Danu bahkan tidak mendapatkan apa-apa kecuali istrinya ini. 
Danu menarik sabuk yang dia kenakan dan sengaja menjatuhkan ke lantai, denting kepala sabuk bertemu dengan ubin menimbulkan bunyi yang cukup nyaring. Queenza terbangun dan mencari sumber suara. 
“Mas, sudah pulang?” tanya Queenza dengan suaranya yang khas orang bangun tidur. 
“Duduk,” perintah Danu. Queenza menurutinya untuk langsung duduk, Danu duduk di belakangnya dan mengikat sabuk itu ke tangannya. 
“Mas, kamu?” tanya Queenza terputus karena Danu langsung membekap mulut Queenza dengan bibirnya, menghirupnya dengan rakus. Queenza tidak bisa melawan selain menggerakkan kakinya, tangannya sudah terikat, dia bahkan merasakan hampir kehabisan oksigen, Danu melampiaskan lagi nafsunya, tanpa sedikitpun dapat dinikmati Queenza yang lagi-lagi kembali merintih kesakitan setelah pergulatan mereka. 
Bahkan Danu tidak melepas ikatan di tangannya itu dan membiarkan sang istri tertidur dengan tangan terikat. 
*** 
Cukup pagi Queenza terbangun, dia berusaha melepaskan ikatan di tangannya namun tidak bisa, sehingga dia terpaksa membangunkan Danu karena dia harus buang air kecil, setengah malas Danu membuka ikatan itu, ada bekas biru di tangan Queenza. 
Matahari bahkan belum menunjukkan diri, masih sangat gelap. Queenza merasa sangat mulas, dia pikir tidak akan ada yang masuk ke kamar mandi karena dia tidak menguncinya dan dia juga menyalakan kran air untuk menandakan bahwa ada orang di dalam. Kunci kamar mandi memang agak susah sehingga butuh waktu lama bagi Queenza untuk memasangnya, sementara isi perutnya sudah meronta ingin dikeluarkan. 
Queenza mulai terbiasa memakai toilet jongkok kini. Setelah selesai menuntaskan hajatnya dia pun membilasnya, ketika tiba-tiba pintu itu terbuka lebar. Mata Queenza membelalak dan terlihat ayah mertuanya mematung, menatap Queenza yang kini terduduk lemas. Ayah mertuanya memelototi Queenza yang berusaha menutupi bagian bawah tubuhnya.
“Lain kali di kunci! Sengaja ya?” ujarnya dengan raut kesal, lalu dia membalikkan tubuh, pergi meninggalkan Queenza dengan keterkejutannya. Tidak pernah Queenza merasa dipermalukan seperti ini. Dia bahkan seolah tidak memiliki wajah lagi sekarang.
Queenza berdiri, menarik pintu itu agar tertutup dan mengunci pintunya meski sangat sulit. Dia memutuskan mandi, untuk mendinginkan kepalanya, sungguh dia sangat malu, kesal dan sedih sekaligus. 
Merasa tidak berdaya, dan tidak bisa berbuat apa-apa. 
*** 
Queenza baru ke luar kamar setelah memastikan bahwa orang-orang sudah pergi semua, dia bahkan tidak berani menceritakan ke Danu perihal kejadian subuh tadi, Danu pasti akan memarahinya yang ceroboh. Ibu Danu juga tidak ada, Queenza memutuskan ke dapur, barangkali ada sisa sarapan yang bisa dia makan, karena perutnya terasa sangat lapar. Namun hanya ada nasi tanpa lauk. Sambil mendesah kecewa dia memasukkan pakaian kotor ke dalam mesin cuci dan mengatur tombol untuk mencuci. 
Queenza merasa seperti ada yang memperhatikannya, dia pun membalikkan tubuh dan terkejut hingga hampir terjatuh ketika melihat ayah mertuanya berdiri tidak jauh dari tempatnya. Bukankah biasanya ayah mertuanya berkebun? 
“B-bapak, ada apa?” tanya Queenza. Ayah Danu itu menyerahkan bungkusan yang berisi telur mentah. 
“Masakkan ayah telur dadar, bapak lapar,” ujarnya. 
“B-baik,” jawab Queenza terbata, lalu ayah Danu meninggalkan Queenza di dapur. Queenza bisa memasak telur dadar tentu saja, bahkan anak SD pun bisa memasaknya kan? 
Setelah telur itu matang, dia menyajikannya di piring terpisah dengan piring nasi lalu membawakan ke ruang tamu, ayah Danu terlihat sedang menonton televisi sambil berbaring. Lalu melihat Queenza datang dengan makanan di tangannya dia pun mengambil posisi duduk, Queenza merasa sangat takut, di rumah ini hanya ada dia berdua dengan ayah mertuanya. Dia sangat sedih, kenapa Reno tidak ada? Biasanya adik iparnya itu bermalasan di depan televisi, setidaknya dia lebih tenang, apalagi sejak kejadian tadi? 
“Mau kemana? Kamu belum sarapan kan? Ambil nasi sini makan bareng,” ajak ayah Danu membut Queenza hampir lari ketakutan. Selama ini dia tidak pernah melihat ayah Danu menatapnya begitu lama seperti saat ini. 
“A-aku kenyang Pak, terima kasih,” jawab Queenza. 
“Sudah duduk cepat!” ujar ayah Danu, Queenza menunjuk dapur, “ambil nasi dulu,” ucap Queenza, sengaja dia berlama-lama mengambil nasi di dapur. Namun dia tidak bisa berkelit lagi ketika ayah Danu memanggil namanya dan meminta dibawakan air minum. Dengan langkah lunglai dihampiri ayah Danu. Dia menyerahkan segelas air, dan duduk di lantai dengan membawa piring nasi. Ayah Danu memotong telur dadar yang memang sangat besar itu. Lalu meletakkan ke piring Queenza satu potongan. 
“Makan.” Ucapannya sangat dingin namun matanya terus menatap Queenza membuatnya merasa terintimidasi. Queenza merasa seperti ditelanjangi dengan tatapan mata ayah Danu yang terus saja mengarah ke tubuhnya meski sambil makan. Rasanya nasi dan telur ini tidak bisa tertelan. Queenza hampir menangis, ketika mendengar suara knalpot motor Dandy. 
‘Aku selamat,’ ucapnya dalam hati, menitikkan air mata seraya menunduk. Dia tidak tahu jika Dandy tidak pulang pagi ini, apakah yang akan terjadi selanjutnya? Sungguh dia amat sangt takut. 
*** 

หนังสือแสดงความคิดเห็น (64)

  • avatar
    Setyawati Setyawati

    Menarik

    25/04

      0
  • avatar
    OlengPace

    good.👌

    01/10

      0
  • avatar
    SunarniEnar

    bagus ceritanya,

    28/09

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด