logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

MPH, 2

"Bagaimana? Setuju?" Kevin menatap Zea harap-harap cemas.
Zea menghela napas berat, pura-pura tidak meleleh karena kalimat Kevin tadi. Lagi pula, dia tidak memiliki pilihan lain, selain pulang bersama Kevin menggunakan angkutan umum.
“Y-ya, sudah. Kalau kamu mau menemani aku.”
Seketika senyum Kevin mengembang sempurna. Dengan begitu, waktu berdua bersama Zea makin lama. "Baiklah. Ayo.”
“Tapi ....” Zea terkekeh malu, menggaruk-garuk kepalanya. “Apakah aman naik angkutan umum malam-malam begini?”
"Kamu pasti belum pernah naik angkot, kan?” tanya Kevin.
Zea tersenyum malu sambil mengangguk.
"Enak, loh, naik angkutan umum, bisa menikmati angin sepoi-sepoi," canda Kevin. "Ayo, sebelum semakin malam."
Zea mengangguk.
***
Setelah menunggu beberapa menit di halte bus, akhirnya bus tiba dan berhenti di depan Kevin dan Zea.
"Ayo, naik!" seru Kenek pada Zea dan Kevin. Keduanya bergegas naik bersama penumpang lain yang berdesak-desakan memasuki bus yang mulai penuh.
"Ya ampun, rame banget," keluh Zea. Dia harus berdiri berimpitan dengan orang-orang yang tidak mendapatkan tempat duduk.
Kevin merasa tak enak. "Maaf, ya … aku lupa kalau jam segini jam pulang kerja."
Zea tersenyum. "Tidak apa, kok."
Bus melaju cukup kencang membelah jalan raya yang sedikit macet.
Kevin dan Zea berdiri bersampingan sambil memegang tiang, sedangkan seorang pria berpakaian serba hitam berdiri tepat di belakang gadis itu.
Zea merasakan hawa tidak enak dan tak nyaman dari belakangnya, tetapi dia berusaha berdiam diri, enggan berpikir negatif.
Kevin melirik sinis pria di belakang Zea yang gerak- geriknya terlihat mencurigakan. Mata pria itu jelalatan memandangi tubuh Zea.
Zea berkali-kali pura-pura memainkan ponsel, berusaha membuang jauh-jauh firasat tidak jelasnya.
Apa cuma perasaanku saja, ya? Seperti ada orang yang memperhatikanku? batin Zea berusaha berpikir positif.
Ketika bus mengerem mendadak, pria itu sengaja menubruk dirinya pada Zea.
Kevin mendorong tubuh pria itu kasar. "Jangan macam-macam sama pacar saya!" bentak Kevin murka.
Seluruh penumpang di bus itu sangat terkejut dan langsung berpaling pada Kevin dan sang pelaku.
"Maksud lo apa, hah?!" bentak pria itu garang, berlagak seperti korban. "Memangnya siapa yang macam-macam sama pacar lo?!"
"Lo nggak usah ngelak!" Refleks Kevin mencengkeram kasar kerah jaket pria itu. “Buruan ngaku!”
"Cukup, Kevin. Jangan ribut di bus." Zea menarik-narik tangan Kevin ketika akan menghajar pria itu.
Seluruh wanita di dalam bus itu sontak beramai-ramai memukuli sang pelaku menggunakan tas, payung, bahkan tangan kosong.
"Dasar bajingan! Berani-beraninya buat asusila di sini!" teriak para emak-emak murka.
Pelaku, yang kalang kabut akibat tepergok, langsung nekat meloncat keluar dari bus, lalu berlari tunggang-langgang meninggalkan mereka.
"Kamu tidak kenapa-kenapa, kan? Ada yang luka?" Kevin memegang kedua pundak Zea, memeriksa keadaan Zea dari atas ke bawah dengan khawatir.
Pipi Zea merah merona, jantungnya berdetak lebih kencang. Ia menggeleng kecil sambil tersenyum. "Aku baik-baik saja, kok. Kamu tidak perlu khawatir."
Kevin menggeram murka. "Seharusnya tadi kuhajar pria berengsek itu!" umpat Kevin kesal.
"Sudah, Kevin. Yang terpenting, kan, dia sudah tidak ada di sini lagi." Zea tersenyum sambil mengusap-usap pundak Kevin, berusaha menenangkannya.
Kevin menghela napas panjang. Perasaannya seketika lebih tenang. Ia tersenyum lembut, menatap Zea penuh arti. Kevin belum pernah merasa sangat bahagia seperti ini ketika dekat dengan seorang wanita.
"Terima kasih, Zea."
***
Zea dan Kevin berjalan beriringan memasuki gapura perumahan mewah, menuju rumah gadis itu sambil bercanda dan tertawa.
Obrolan mereka mendadak berhenti. Dari jauh Zea mendapati sang ayah berdiri di depan pagar sambil berkacak pinggang. Zea meneguk ludahnya susah payah, ketakutan langsung menyergap perasaan gadis itu.
Kevin mengernyit bingung. Tiba-tiba Zea berhenti berbicara dan mematung. Dengan penasaran Kevin mengikuti, melihat ke arah pandangan Zea.
Dari jauh, seorang pria paruh baya namun terlihat gagah, berlagak pinggang sambil menatap tajam ke arah mereka.
"Zea?" Kevin hati-hati memilih kata-kata. "A-apa pria itu … ayahmu?" tanyanya gemetar.
Zea mengangguk pelan. "I-iya, Kev."
Kevin bisa melihat ketakutan yang tercetak jelas di wajah cantik Zea. Kevin tersenyum manis, berusaha menyembunyikan ketakutannya. "Tidak apa, biar aku yang nanti menjelaskannya pada ayahmu."
"Ti-tidak perlu!" tolak Zea. Ia tersenyum kikuk. "Ti- tidak usah repot-repot. Aku bisa sendiri untuk menjelaskannya pada ayahku, kok. Kamu sebaiknya pulang saja, aku masuk dulu, ya."
Zea segera pergi, tetapi tangannya langsung dicekal Kevin.
"Tunggu, Zea. Tidak bisa begini. Akulah yang harus menjelaskannya pada ayahmu, karena gara-gara aku kamu jadi pulang malam."
"Ta-tapi—"
Kevin meraih tangan Zea dan menggenggamnya erat. Zea terpaku menatap tangan Kevin yang menggandengnya.
"Ayo," Kevin tersenyum manis, berusaha meyakinkan gadis itu bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Zea mengembus napas panjang, berusaha tenang. Perasaannya jauh lebih tenang ketika Kevin menggandeng tangannya.
Zea mengangguk pelan. "Baiklah," lirihnya pasrah.
Kevin dan Zea melangkah dengan agak takut-takut menghampiri sang ayah yang sudah siap melontarkan kata-kata pedas.
"Ha-halo, Om." Kevin tersenyum sesopan mungkin pada ayah Zea. "O-om …."
"Dari mana saja kamu, Zea?! Apa kamu tidak melihat sudah jam berapa sekarang?! Ini sudah jam 10 malam!" omel ayahnya.
Zea hanya menunduk ketakutan. Ia sama sekali tidak berani menatap sang ayah. "Ma-maafkan aku—"
"Ma-maaf sebelumnya, Om,” Kevin menyela dengan sopan. “Saya—“
"Apa?!" Ayah memelototi Kevin emosi. "Berani- beraninya kamu mengajak putri saya keluar hingga malam tanpa seizin dari saya!" bentak Ayah murka.
Nyali Kevin menciut. Namun, dia berusaha tetap tenang dan tersenyum sopan. "Bu-bukan begitu, Om. Tapi kami baru saja berkenalan, dan tidak sengaja mengobrol sampai malam. Semua ini memang salah saya. Maafkan saya. Tapi, tolong, jangan salahkan Zea."
"Zea, masuk!" perintah Ayah.
Zea mengangguk patuh. "Ba-baik, Ayah," lalu dia masuk ke rumah.
"Sekarang kamu pergi!" usir ayah Zea lalu menutup pintu pagar sedikit kasar.
Kevin memandang sedih kepergian pria itu melalui celah-celah pagar. Dia merasa telah melakukan dosa besar. Zea pasti akan dimarahi habis-habisan saat di dalam rumah nanti.
***
Kevin berjalan tak bersemangat menyusuri trotoar. Kejadian tadi masih terngiang-ngiang di pikirannya. Mungkin, karena Kevin dibesarkan tanpa sosok orang tua dan selama hidupnya hanya tinggal di panti asuhan, membuatnya buta aturan untuk mendekati seorang gadis yang memiliki orang tua lengkap.
Kevin menghela napas panjang. Otaknya mendadak tidak bisa berpikir jernih. Kevin menengadah langit, memandang sendu bintang-bintang yang bertebaran indah di langit malam.
"Apa yang terjadi pada kamu sekarang, Zea?' gumam Kevin lirih. "Apa kamu sedang dimarahi ayahmu gara-gara aku?" Rasa bersalah menghantui diri Kevin.
Kevin menghela napas panjang. "Maafkan aku. Tapi aku berjanji akan berjuang lebih keras lagi untuk mendekatimu."
***
Zea hanya tertunduk dalam ketika ayahnya memarahi dia habis-habisan. Ia duduk tertegun di tepi kasurnya, sedangkan Arya berdiri berkacak pinggang di hadapannya.
"Bisa-bisanya kamu pergi bersama laki-laki lain! Bahkan bersama laki-laki yang Ayah belum kenal sama sekali!" bentak Arya. "Kamu adalah putri Ayah satu-satunya! Kalau kamu kenapa-kenapa, bagaimana?! Sampai mati pun, Ayah tidak akan pernah memaafkan diri Ayah sendiri!"
Zea menangis terisak-isak kecil tanpa berani membuka suara untuk membela diri.
"Sudahlah, Ayah." Dewi, Ibu Zea, mengusap-usap pundak Arya agar tenang. "Nanti darah tinggi Ayah bisa kumat lagi. Biarkan Zea istirahat dulu, baru besok kita memarahinya," saran Dewi lembut.
"Kamu selalu saja membelanya! Lama-lama dia akan menjadi anak pemberontak terhadap orang tuanya, Bu!" protes Arya. "Aku seperti ini juga karena aku sangat menyayangi Zea!"
***
Tbc

หนังสือแสดงความคิดเห็น (32)

  • avatar
    PutriAmelia

    sangat bagus

    08/08

      0
  • avatar
    IrawanFahri

    bagus

    20/06

      1
  • avatar
    KhusnulDinda

    bagus baget

    07/06

      1
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด