logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 4 Kenapa Kau Murka?!

"Qila, mana oleh-olehku?" tanya Deswita. Dia teman sebangku Qila. Juga, teman pertama Qila di sekolah yang terlalu mewah wah ini.
Ah, memikirkan biaya SPP saja membuat Qila ingin pingsan rasanya.
"Aish aku melupakannya Wita. Maafkan aku ya?" balas Qila dengan tatapan sendunya.
Dia tahu pasti selama seminggu dia meliburkan diri pasti Aditya sudah mengurus segalanya. Jadi tuan mudanya itu meminta ijin untuknya berlibur ya?
Hmmm, lalu liburannya kemana? California?
"Kamu selalu saja begitu." Deswita terkekeh lalu dia menyerahkan buku pr Matematika miliknya pada Qila. Tentu saja Qila dengan senang hati menerimanya.
Ayolah, kapan lagi dia mendapat kesempatan bagus seperti ini?
"Ah iyah, kudengar tadi para guru akan mengadakan rapat pagi ini. Jadi kamu santai saja menyalinnya." Qila mengangguk semangat.
Waah hari ini benar-benar menakjubkan. Maksud Qila ciuman tadi tak terhitung dalam list hari bahagianya. Karena yah, ciuman tadi ... ah sudahlah jangan mengingatnya!
Qila sibuk menyalin pekerjaan rumah milik Deswita. Dia menyumpal telinganya dengan earphone milik Aditya. Haish, mengapa harus Aditya, Aditya dan Aditya terus yang memonopoli hidup juga benaknya ini sih?!
"Kamu tahu tidak kalau besok Arga ketua OSIS kita akan berulang tahun." Deswita tersenyum saat mengatakan itu.
Samar-samar Qila mendengarnya lalu dia mencabut earphone milik Aditya itu. Memangnya kenapa kalau besok ketua OSIS itu ulang tahun? Di sekolahnya yang lama ketua OSIS kalau lagi ulang tahun dilempari tepung, apa di sini tradisinya sama?
"Nggak," jawab Qila biasa saja.
"Wahh, apa kamu tidak diundang?" Deswita menampilkan senyum aneh kali ini.
"Diundang untuk apa?"
"Aish Qila, kamu ini ya. Jadi rapat para guru kali ini untuk merayakan ulang tahun Arga besok. Lagipula orang tua Arga satu dari sekian donatur sekolah ini. Mangkanya ulang tahunnya harus dirayakan besar-besaran." Deswita heboh sekali saat mengatakannya.
Qila merutuk.
Sekolah macam apa ini? Pembelajaran dihentikan hanya untuk membahasa ulang tahun ketua OSIS? Hahaha, bahkan ketua OSIS itu masih kelas 2 SMA sama seperti dirinya.
"Memangnya semua ketua OSIS yang ulang tahun akan dirayakan?" tanya Qila sambil menyalin pekerjaan rumah itu lagi.
"Tentu saja tidak. Hanya mereka yang akan memasuki usia 17 dan hanya untuk mereka yang menginginkannya," jelas Deswita dengan nada bersemangat.
Dan, Qila berani bertaruh bahwa Arga ada di opsi pertama. Mungkin besok usianya 17 tahun. Kata orang sweet seventeen itu adalah masa remaja yang paling indah. Kata orang sih, karena Qila masih berusia 16 tahun sekarang.
"Lantas jika acara itu diadakan di sekolah, mengapa harus ada undangan?"
"Karena bagi siswa atau siswi yang tidak diundang mereka akan diliburkan."
Wahhh kalau begitu sih ini namanya sekolah impian. Jelas saja Qila ingin masuk dalam daftar orang yang tidak diundang.
"Semoga saja aku benar-benar tidak diundang," ucap Qila sambil tersenyum cerah.
Benar-benar hal yang menyenangkan jika Qila tak diundang, karena liburan sama saja bisa bermalas-malasan selama seharian penuh. Membayangkannya saja sudah membuat Qila bahagia. Namun, sepertinya Tuhan memang tak sedang berpihak padanya.
Suara jeritan milik teman-teman sekelasnya membuat Qila menoleh menatap ke arah sumber yang membuat mereka jejeritan tak berguna itu. Qila melihat seorang cowok yang sedang tersenyum di sana, di depan pintu kelasnya. Entah siapa itu, Qila sepertinya belum pernah melihat cowok itu.
Wah bagaimana bisa Rara tak tahu bahwa di sekolah ini ada cowok setampan itu? Hehe, bahkan Aditya tak ada apa-apanya.
Cowok itu mendekat dan berhenti tepat di depan bangku milik Qila dan Deswita.
"Syaqila Ayu Purnama. Itu namamu bukan?" tanya cowok itu sambil membaca serentetan nama yang ada dalam kertas.
Emm ... kertas yang lebih mirip seperti undangan. Semoga Qila tak diundang, semoga, semoga saja.
Lebih dulu Qila mengangguk. Cowok di depannya tersenyum lalu menyerahkan undangan berlapis emas. Wahh, lagi-lagi Qila dibuat kagum dengan segala hal yang ada disekolah ini. Ah bukan, harusnya tangannya tak menerima undangan ini!
"Untukmu," kata cowok itu lalu dia menyerahkan undangan lantas pamit pergi yang diangguki olehnya.
Qila memandang undangan yang sekarang berada di tangannya. Lalu dia tersenyum miring. Jika dijual kira-kira berapa harga undangan ini?
"Wahh Qila! Kamu sangat beruntung!"
"Qila! Ih, bagaimana bisa Arga memberimu langsung undangannya?"
"Ah Qila aku iri sekali melihatmu."
"Qil6 kau merebut Arga-ku huhu."
"Sudahlah. Lagipula Qila bahkan tak tau kalau cowok tadi itu Arga," kata Deswita menenangkan seisi kelas yang kembali heboh.
"Benarkah itu?" tanya mereka lagi.
"Wah jadi cowok tadi Arga?" tanya balik Qila dengan ekspresi terkejut.
Tentu saja dia tau bahwa tadi Arga. Kan tadi dia baru saja membaca tulisan di dalam undangan ini.
Ck!!! Mereka menyebalkan sekali.
***
Lantaran tak ada pelajaran Qila dan Deswita lebih memilih ke kafeteria yang ada di kantin sekolah. Keduanya saat ini sedang duduk menikmati segelas thai tea. Ya walau hanya Deswita yang menikmati minuman itu. Karena Deswita memesankan rasa matcha untuknya.
Sungguh demi upin ipin yang nggak tau kapan gedenya Qila sangat membenci matcha!
"Kamu nggak minum, Qil?" tanya Deswita saat minumannya sudah hampir tandas.
"Ah itu aku sedang malas untuk minum thai tea sebenarnya," jawab Qila yang tentunya itu berbohong.
Aditya pernah mengatakan bahwa dia harus bisa mengimbangi sikap arogan para orang kaya jika dia tetap ingin hidup normal di sekolah. Jadi ya, saat mereka memamerkan harta orang tua mereka tentu saja Qila akan dengan bangganya memamerkan harta milik calon suaminya.
Oh tunggu apa tadi Qila barusan mengakui bahwa Aditya adalah calon suaminya?
Jika iya biarkan saja lah. Karena faktanya memang begitu.
"Qila satu bulan lagi setelah selesai ujian akhir semester satu ada liburan selama dua minggu. Kamu akan pergi kemana?"
Pergi kemana memangnya dia?
Ah ya Qila. Pertahankan sikap aroganmu.
"Mungkin aku akan pergi ke korea. Aku sudah sangar rindu oppa-oppa ku. Wah membayangkannya saja membuat pipiku panas rasanya," kekeh Qila yang menirukan sifat congkak Aditya.
Mendengar perkataan Qila, Deswita merasa dirinya kalah saing. Ke korea sih tak memakan banyak uang tapi mengingat oppa yang dimaksud Qila membuatnya naik pitam.
Tentu saja bukan Deswita namanya jika dia tak mampu mengontrol raut wajahnya. Dia tersenyum pada Qila lantas berkata, "Wahh sayang sekali. Padahal aku ingin ikut bertemu dengan para oppa. Namun, kali ini aku ingin berkunjung ke universitas kakakku. Dia mahasiswa semester 3 di Harvard sekarang."
Cih, memang sialan! Qila kalah lagi.
Lalu keduanya saling menatap dan tersenyum manis satu sama lain. Dalam hati keduanya juga saling berusaha menjatuhkan. Entah bagaimana caranya.
"Waw kamu akan pergi ke Harvard yah? Hmm andai saja aku juga pergi ke sana. Tapi sepertinya aku tak ingin berkuliah di sana. Bukankah Oxford jauhh lebih baik dari Harvard? Ey, bukan perkara baiknya juga sih, menurutku universitas negeri Seoul pasti nyaman," balas Qila dengan senyum manisnya.
Aura disekitar semakin panas saja. Wajah Deswita memerah selama beberapa saat. Namun, dia tersenyum manis menutupi amarahnya.
"Ah aku tidak tau. Mungkin sumber info kita berbeda, Qila," jawab Deswita tetap tenang. Dia itu ibarat sungai yang dalam. Tenang tapi mampu menghanyutkan.
"Nah untuk itu mungkin kamu benar, Wita."
"Tentu saja."
***
Setelah sampai di rumah, satu jam kemudian.
"APA YANG KAU LAKUKAN!?"
Qila menutup telinga mendengar teriakan Aditya. Dia tau dia salah. Tapi bukan seperti ini. Qila tak terlalu terbiasa dibentak karena sekeras apapun ayahnya dulu di tak pernah membentaknya seperti ini.
"Saya tidak tau, Tuan!"
"Kamu ...!" Aditya menjeda kalimatnya.
Matanya yang tadi menatap nyalang ke arah Qila kini beralih menatap para pelayan yang menunduk dengan tubuh yang gemetar lantaran ketakutan.
"Jangan beri makan Nona Syaqila sebelum hari berganti," titah Aditya membuat Qila yang juga menunduk berusaha meredam emosinya.
Dia memang jarang makan. Tapi ini masih sore dan dia tidak boleh makan sebelum hari berganti? Bagaimana bisa Tuan Muda itu berbuat sekejam ini padanya?
"Ba-baik Tuan, dimengerti."
"Sekarang kalian pergi!" teriak Aditya murka.
Semua pelayan segera pergi setelah mendengar itu. Mereka bahkan lari terbirit-birit karena Aditya.
Kini hanya ada Aditya dan Qila yang masih diam layaknya patung. Aditya mendengus lantas dia pergi meninggalkan Qila tanpa sepatah kata. Dia benar-benar geram pada kelakuan gadis itu.
Aditya tak masalah jika Qila hanya sekedar mengabaikan dirinya. Itu tak masalah.
Tapi, kali ini gadis itu membuat kesalahan fatal. Aditya benar-benar marah padanya.
Namun, sayang sekali. Semarah apapun Aditya tak akan membenci gadis itu apalagi sampai mengusirnya dari rumah ini.
Bukankah Aditya sudah katakan. Mendapatkan Qila itu susah lalu bagaimana dia bisa melepaskan Qila dengan begitu mudah?
-Bersambung....

หนังสือแสดงความคิดเห็น (183)

  • avatar
    Yuie0ica

    HAIIII ,NICEE STORRYY GL FOR YOU

    2d

      0
  • avatar
    comelnona

    bagus

    17/07

      0
  • avatar
    Zeti Durrotul Yatimah

    Qla harus bersikap lebih dewasa

    10/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด