logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 17 Kantor Baru

"Mas. Gimana?" Daniella memutar tubuhnya dengan ootd formal.
Yapz, hari ini hari pertama Danny masuk kerja.
"Perfect. Jangan lupa senyum." Matthew merapikan anak rambut Danny.
Gadisnya tersenyum, membuat Matt gemas dan mendaratkan sebuah kecupan di bibirnya. Jadi, pagi ini Matt akan mengantar Danny ke kantor. Mungkin bisa seterusnya begitu. Walaupun Danny melarang habis - habisan. Tetap saja ia tidak bisa melawan Matthew.
"Mas, aku bisa pulang sendiri. Nggak perlu dijemput kayak tuan putri gitu," kata Danny sebelum turun.
"Kamu tuh aneh deh. Di mana mana ya, para ciwi ciwi pengennya dijemput, dianterin. Ini malah nggak mau, biar apa? Biar keliatan jomblo gitu?" Sahut Matt mrengut.
"Ya yang begitu mah cewek tulen. Aku kan cewek jadi - jadian. Mas nggak tau aja kalo akutuh sebenernya laki," balas Danny agak ngegas.
"Ya Tuhan Daniella Denallie! Serius kamu?" Kata Matthew berusaha melotot.
Danny tertawa, kalau begini kapan ia turun?
"Hush! Ngawur! Udah ah, aku turun ya. Nanti telat." Danny menatap Matt.
"Iya, iya. Have a good day ya, jangan telat makan." Matthew mengusap tengkuk Daniella.
Mereka berbagi kecupan selamat tinggal.
***
Kebetulan Danny bertemu dengan Natasha di lobby. Ia mengantar Danny ke meja kerjanya. Tepat di samping kanan dan kiri pintu ruangan sang CEO terdapat meja kursi. Di sebelah kanan adalah tempat primary assistant. Sedangkan tempat Danny sebagai secondary assistant ada di sebelah kiri.
"Gue harap lo cukup tahan banting Dan. Soalnya gue capek bolak balik ngurus in and out karyawan di posisi ini," kata Nate berdiri di samping Danny. Wajahnya tampak lelah.
"Bukannya posisi ini paling banyak di incer ya Nate?" Danny mencoba mencari tahu.
"Semua orang pengen ada di posisi lo sekarang. Tapi, begitu ngadepin Madam Zafrina kayak gitu. Mereka langsung ngibarin bendera putih. Kena sawan. Bahkan, ada yang baru seminggu. Udahan. Akhirnya si primary assistant kewalahan, sakit. Baru deh Madam instruksi." Nate menepuk bahu Danny.
Danny menghela nafas, entah kenapa ia merasa terbebani oleh cerita Natasha.
"Mornin," sapa pria berstelan navy memasuki ruangan.
"Mornin Al," balas Nate membuat Danny tak sengaja menyahut.
"Sorry, sorry. Kebetulan Al itu juga nama panggilan lain gue. Jadi, merasa terpanggil." Danny mengklarifikasi sikapnya tadi.
"Al itu uda jadi panggilan gue di sini. Kecuali lo mau manggil gue ganteng. Gue lepasin panggilan Al nya." Pria itu meletakkan tas kulitnya di atas meja kerjanya.
"Dia partner kerja lo nanti. Yang bakalan bantuin lo dengan segala tetek bengeknya madam. Dia juga bisa bahasa Indonesia by the way. Udah ya, gue pergi dulu. Al, baek – baek." Nate tersenyum, meninggalkan mereka berdua.
Daniella berdiri, mengulurkan tangan kanan pada pria di hadapannya.
"Daniella Denallie, Danny."
"Alaric Franklin, Al. Indonesian, right? Kita pake bahasa aja kalo gitu."
Akhirnya mereka berjabat tangan.
"Ayo kita office tour bentar biar lo nggak salah masuk ruangan." Alaric melempar blazernya begitu saja. Kini ia hanya memakai atasan kemeja putih, dasi merah yang terselip rapi tepat di tengah rompi navy body pressnya.
Danny merasa ada yang aneh, saat ia berjalan bersama Alaric. Hampir semua karyawan wanita yang berpapasan atau melihat Alaric, tampak terpesona. Mungkin bagi mereka seperti salju di gurun sahara.
Alaric juga mengenalkannya pada tiap divisi. Tibalah mereka di pantry, di sanalah Alaric menyapa sang Office Boy.
"Chamomile tea, Mr Franklin?"
"Sure. Thanks Harry."
"Mrs or miss?"
"Miss. No, i already have my mornin coffee. Thanks. I am curious what kind of people enjoy a chamomile tea before work? You have to be bold, like coffee, green tea, black tea, earl grey to start a day," kata Danny menarik bangku di sebelah Alaric.
Pria itu tertawa kecil, menyandarkan punggungnya. Melakukan peregangan kecil.
"Chamomile help me relax. I need that when comes to Zafrina. Trust me, she can be annoying all the time." Alaric menatap Danny, cara bicaranya sungguh kalem. Mengingatkan Daniella akan sang ayah.
"But, you survive," kata Danny kemudian.
"Because he is Madam Zafrina's misstress," balas Harry menyajikan secangkir teh chamomile hangat.
Alaric terkekeh, memegangi cangkir menggunakan kedua telapak tangan.
"What?!" Balas Danny tak percaya.
"Di sini ada isu yang beredar. Katanya kenapa gue bisa awet kerja sama Madam Zafrina karena gue laki - laki simpenannya," jelas Alaric menyeruput minumannya.
"Kok lo nggak marah?" tanya Danny kemudian.
"Dan. Di manapun lo berada bakalan ada orang yang nggak suka sama lo. Nggak usah repot - repot belain diri lo sendiri. Karena sekeras apapun lo ngusahain itu. Yang benci tetaplah benci dan mereka nggak akan pernah nerima sebaik apapun lo sebenarnya. Jadi ya, gue nggak ambil pusing," kata Alaric.
"Pagi - pagi ngomongnya berat banget bos?" Tanya Harry.
"Ya kan kamu yang mulai." Alaric kembali meneguk tehnya. Membuat Harry menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Alaric kembali menjelaskan berbagai macam pekerjaan yang akan di handle oleh Daniella nanti. Untuk sementara ini, Danny tak memrotes apapun. Ia akan menjalaninya terlebih dahulu. Kuat tidaknya Danny akan lihat nanti.
***
"Gue ngejelasinnya kecepetan nggak?" Tanya Alaric yang sedari tadi membuat note pada ipadnya untuk mengajari Daniella.
"Nope. You explain it like an expert. I am totally understand. Why, she is not here yet?" Tanya Danny mengedarkan pandangan.
"Dia selalu dateng satu jam setelah jam kerja kita di mulai. Oh iya, uda di kasi kunci sama Nate?" Tanya Alaric kemudian.
"Buat?"
"Satu kunci mobil, satu kunci apartemen tipe suite."
"Itu fasilitas kantor?"
Alaric mengangguk.
"Kerjaan lo nggak bakalan cuma stay di kantor. Kadang ngecek ke lab, vendor. Intinya lo Zafrina kedua di kantor. Kalo dia lagi meeting di luar. Maka lo yang bakalan meeting di sini ato tempet lain. Kalo jadwalnya barengan. Nggak mungkin kan lo naik taksi mulu. Ngabisin duit. Suite itu kalo lo lembur, rumah jauh. Keburu capek, lo bisa pulang kesana. Tinggal nempatin doang. Ah iya, lo juga bakalan di kasi black card buat keperluan entertain klien dan partner."
Kini Daniella mengangguk, ia malah bingung bagaimana ia akan menggunakan itu semua.
"Shit! Gue lupa," kata Alaric segera berdiri.
Daniella tampak bingung dan pintu terbuka lebar.
Sang CEO dengan tampilan classynya berkacak pinggang setelah melemparkan tas LV pada Danny secara tiba - tiba. Untung ia dengan sigap menangkapnya.
"You forget my coffee, you forget my whole breakfast. I am starving!"
Alaric menelan ludah.
"I'll get it in 20 minutes."
Zafrina melepas kacamata hitam, rambut merah kecoklatannya tampak berkilau. Ia menatap Danny, sinis.
"I want her to do that job."
Alaric menghela nafas, ia mengangguk pada Daniella.
***
Daniella dengan nafas tak beraturan berlari menuju restoran italia yang tak jauh dari kantor. Sebelumnya ia telah mengajukan pesanan yang terlebih dahulu di beri tahukan oleh Alaric. Ia hanya bisa memesan sandwich karena Zafrina hanya mau meminum kopi dari tumblernya sendiri.
"Sorry" "Excuse me" "I am in a hurry"
Ia terus mengucap kata - kata itu dalam perjalanannya. Danny hampir kehabisan nafas saat sampai.
"Denallie?" Sahut salah seorang pria dengan apron.
Gadis itu mengangguk, menyerahkan tumblernya.
"Devi essere il suo nuovo assistente."
= Kamu pasti asisten baru Zafrina
"caffè americano, con il leggero sapore di zucchero sopra."
= Kopi Americano, dengan sedikit rasa manis.
"Puoi parlare italiano?"
= Bisa ngomong itali?
"Ne parleremo dopo, non ho tempo o mi licenzierà."
= Kita omongin ini nanti, aku nggak punya banyak waktu atau dia bakalan mecat aku
Pria itu tertawa, membungkus makanan dan minuman pesanan Zafrina. Danny segera memberikan sejumlah uang. Memastikan pesanannya sebelum pergi.
"Lemonade hibiscusnya buat kamu. Semangat ya nak! Semoga betah."
Daniella tertawa, kemudian berterima kasih. Tampaknya pria itu paham betul jika sudah banyak karyawan yang datang atas nama Zafrina dan pasti sudah sering sekali gonta ganti.
***
Daniella sempat tersandung, pergelangan kakinya terasa nyeri. Masih terengah ia mengetuk pintu ruangan Zafrina.
Wanita itu memunggungi Danny, wangi tembakau yang di bakar menggelitik hidungnya. Alaric mengangguk, Danny merapikan kotak makanan dan meletakkan tumbler berisi kopi panas di atas meja Zafrina.
Dannypun keluar dari ruangan.
Wanita itu dalam sekejap mematikan rokoknya. Memandangi sarapan yang terhidang. Menghirup aroma dominan keju, mengamati warna ayam, sayuran juga pasta. Tangannya meraih botol minum, mengecapnya sedikit. Memejamkan kedua mata, menikmati. Barulah ia mulai makan, Alaric menghela nafas lega. Kerja bagus Daniella.
Zafrina mengambil note dari atas tutup kemasan Ayam Parmigiananya. Tertawa mencemooh, meremas kertas itu dan melemparnya asal.
"Mam! Ya ampun, tong sampah ada di samping kali." Alaric menggerutu, lalu membungkuk, meraih sampah kertas bertuliskan sesuatu.
Saat membaca apa isinya, ia tertawa kecil. Kemudian menyimpannya dalam saku. Nanti ia akan berbicara dengan Danny.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (2781)

  • avatar
    Rg Magalong

    Sana Mas madali

    11d

      0
  • avatar
    yantiely

    😭😫

    22/07

      0
  • avatar
    PratamaZhafran

    aku sama sekali tidak bosan membaca ini dengan ska

    12/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด