logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 7 Hijab

"Udah cocokloh punya bayi, biar Humaira punya temen main," ucap Shiren yang di balas senyum saja oleh Una.
Rangkain acara sudah berlalu, ini saat nya Samir dan Una untuk pamitan pulang.
"Kalian nanti dulu pulangnya, ayo makan malam dulu sama Abi," ucap Ummi.
"Kita udah kenyang Ummi, mau langsung pulang takut ke maleman," ucap Samir.
"Ada yang mau Abi omongin ke kalian, ayok ikut makan dulu," ucap Ummi menarik Una ke meja makan, sudah ada Abi, Shiren dan suaminya yang sudah duduk di sana.
"Ayo makan dulu," ucap Ummi.
Una dan Samir duduk, dan makan bersama, tak ada yang  berani memulai pembicaraan sebulum Abi nya membuka mulut untuk bicara, Abi Samir memang perawakannya sangat sangar  menyeramkan dan tegas, anak-anaknya semua sangat menghormati Abi nya.
"Abi dengar kamu masuk kuliah ya Una?" tanya Abi.
"Iya Abi," jawab Una.
"Kenapa tidak diskusikan dulu dengan keluarga kalau mau masuk kuliah, bahkan Abi tau kamu masuk kuliah dari orang lain, bukan  dari kamu sendiri, kita ini sudah keluarga tapi kok ya kaya ngga di anggap," ucap Abi membuat Una jadi ketar ketir, karena Abi terdengar seperti marah, dia menatap ke Samir seperti meminta pertolongan untuk menjawab pertanyaan Abi, tapi Samir hanya fokus ke makanannya saja.
"Maaf Abi," jawab Una.
"Lagi pula fitrah seorang perempuan dan istri itu di rumah, jadi ibu rumah tangga yang baik, urus rumah, urus anak, kenapa masih mau kuliah? nanti kalau hamil gimana? atau mau nunda kehamilan tiga sampai empat tahun sampai selesai kuliah?" tanya Abi.
Terlihat Una yang bingung menjawab pertanyaan dari Abi.
"Apa salahnya seorang istri berpendidikan? rasanya Una tidak salah, dia sudah meminta izin dengan suaminya, kenapa harus meminta izin dengan keluarga suami," celetuk Samir.
"Istri terdidik itu tidak perlu kuliah, justru tugas suamilah yang mendidik istri, lagi pula Una mengambil jurusan pendidikan agama islam kan? kamu sebagai dosen tinggal ajarkan saja istrimu," ucap Abi.
"Di usia Una yang masih muda seperti sekarang, dia juga berhak mendapat pengalaman beradaptasi, menambah wawasan di dunia perkuliahan, dia ini menikah bukan sebagai tahanan yang harus di kurung di rumah terus-menerus," ucap Samir mengundang amarah Abi nya.
"Tidak pernah berubah, tetap membangkang kamu Samir!" bentak Abi.
"Samir sudah mengikuti kemauan Abi dan Ummi untuk menikah dengan Una, tapi tolong untuk urusan rumah tangga, biarkan Samir yang mengatur, Samir kepala keluarga sekarang di keluarga Samir, jadi Samir tau apa yang terbaik untukku dan Una," ucap Samir langsung berdiri dari meja makan, Una pun langsung melihat ke arah Samir.
"Ayo pulang," ajak Samir.
"T-tapi," ucap Una tidak enak pulang duluan, tetapi Samir langsung menarik Una pergi.
Ummi mengejar mereka.
"Samir," panggil Ummi menghentikan langkah mereka.
"Kenapa kamu jadi tidak sopan seperti ini? Abi kamu belum selesai makan, kakak-kakakmu juga belum beranjak dari meja makan, kenapa kamu tidak sopan langsung pergi, di mana adab kamu?" ucap Ummi marah.
"Maaf Ummi," jawab Una.
"Maaf Samir salah, kami pulang duluan mi," ucap Samir berpamitan kepada Ummi.
"Astaghfirullah Abi dan anak sama saja keras kepala," ucap Ummi melihat kepergian Samir dan Una.
Di dalam mobil.
Una terlihat merasa bersalah, karena dia tidak tau keluarga Samir tidak ingin dirinya melanjutkan pendidikan, belum lagi karena masalah ini Samir dan orang tuanya menjadi konflik.
"Una bersedia kok untuk berhenti kuliah," ucap Una tiba-tiba.
"Ngga, saya ngga setuju kalau kamu mau berhenti kuliah, untuk apa? karena keluarga saya tidak setuju kamu kuliah?"
"Abi kan benar, fitrah seorang perempuan memang di rumah, Una saja yang tidak berpikir panjang soal itu," ucap Una.
"Una jangan nambah-nambah pikiran saya ya, kalau saya bilang kamu tetap lanjut kuliah ya tetap lanjutkan, kamu kuliah juga tetap pengawasan dari saya, apa yang harus di khawatirkan," ucap Samir.
"Tapi mas Samir dan Abi jadi bertengkar karena ini, Una jadi merasa tidak enak," ucap Una merasa sangat bersalah.
"Tanpa kamu juga, saya dan Abi memang selalu seperti itu," ucap Samir.
'Sejak hari itu, aku dan Abi tidak pernah satu jalan seolah semua yang aku lakukan salah, aku harus mengikuti alur yang diinginkan abi, sementara aku juga punya skenario hidupku sendiri, dan aku tidak ingin Una berada dalam alur yang diinginkan Abi, Una berhak menentukan apa yang dia inginkan, selagi itu tidak bertentangan dengan norma dan agama, aku akan membuktikan kepada Abi kalau aku juga bisa mendidik istriku dengan baik,'
"Sekali lagi Una minta maaf ya mas," ucap Una.
"Kamu ngga salah, kuliah kamu gimana?" tanya Samir.
"Lancar, walaupun Una belum bisa juga dapetin temen," jawab Una.
"Sudah satu bulan belum dapet teman?" tanya Samir.
"Iya, Una ngga bisa mulai obrolan Una," ucap Una.
"Tapi kalau sama saya, kamu selalu memulai obrolan, dan banyak bicara," ucap Samir.
"Karena kalau Una ngga mulai pembicaraan sampai kapan pun diantara kita juga tidak akan mengobrol kan," ucap Una membuat Samir tersenyum tipis.
"Kamu nyaman ngga punya teman sama sekali?"
"Sejauh ini nyaman-nyaman saja, karena Una pikir kalau ingin bertanya sesuatu atau butuh sesuatu, Una punya mas Samir," ucap Una.
'Bahaya ini Una, benar-benar tidak ingin punya teman hanya karena sudah punya suami,'
"Tapi Una, pemikiran seperti itu juga tidak baik, kita ini diajarkan untuk memperbanyak silahturahmi kan? banyak teman banyak rezeki, Allah juga suka kalau kita menjalin silahturahmi dengan baik," ucap Samir.
"Oh iya juga ya," jawab Una.
"Mulai besok coba ajak bicara satu saja teman, bisa?" tanya Samir.
"InysaAllah ya mas, Una akan coba," ucap Una.
Sampai rumah mereka masuk ke kamar mereka masing-masing dan istirahat.
Paginya Una sangat bersemangat masak, dan lupa dia tetap masak untuk Samir, padahal sudah sangat sering masakannya tidak pernah di sentuh oleh Samir.
Samir pun keluar dari kamar, dan melihat dimeja makan sudah sangat penuh dengan makanan yang Una masak.
"Mas Samir mau sarapan bareng ngga?" tanya Una seolah tidak jera akan tolakan Samir.
Samir melihat makanan yang diletakan dimeja benar-benar terlihat sangat enak.
'Una sudah masak sebanyak ini, tidak ada salahnya kalau aku mencoba masakannya sedikit,'
"Boleh lah kalau kamu memaksa," ucap Samir lalu duduk, terlihat senyum yang sangat mengembang diwajah Una, dia sangat bersemangat
mempersiapkan piring untuk Samir.
Una melihat reaksi Samir saat suapan pertama masakannya.
"Ini kamu masak sendiri?" tanya Samir.
"Iya, ngga enak ya?" ucap Una.
"Enak," jawab Samir membuat Una sangat senang.
Samir dan Una sarapan bersama, saat selesai Una langsung membereskannya, terlihat Una yang agak kesusahan membereskannya karena dia menggunakan mukena.
"Una, mau sampai kapan kamu akan selalu memakai hijab saat di rumah? di rumah ini hanya ada saya, mahram kamu," ucap Samir.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (963)

  • avatar
    Khaina8nZul

    bagus

    22h

      0
  • avatar
    Naysila

    bagus banget

    8d

      0
  • avatar
    Ahli Wah Yudi

    sangat suka

    10d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด