logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Pisah Kamar Di Malam Pertama

Pisah Kamar Di Malam Pertama

Arnettasf


บทที่ 1 Pisah

"Kita tidur dikamar yang berbeda dulu ya,"
'Ucapan pertama yang aku dengar dari suamiku, setelah ijab qobul dan sah menjadi sepasang suami istri, setelah itu dia benar-benar masuk ke kamarnya dan menguncinya, yang artinya dia tidak bermain-main dengan perkataannya barusan.'
'Kita menikah melalui proses Taaruf yang sangat singkat hanya tiga bulan sembari persiapan pernikahan, Samir Ahmad Haidar adalah putra dari teman ibuku, kami di kenalakan melalui proses Taaruf, saat Taaruf aku dan Mas Samir tidak banyak bicara, karena karekternya memang kaku dan banyak diam, hanya bicara hal-hal yang perlu saja, sangat kaku. Di satukan dengan aku yang pendiam seperti ini, kami berdua setuju saja untuk menikah karena kedua keluarga kami terlihat sangat bahagia, aku juga tidak tau cara komunikasi yang benar itu seperti apa dengan lawan jenis, maklum selama ini aku di pesantren tidak terbiasa komunikasi dengan laki-laki, jadi kami tidak banyak mengobrol, sampai detik ini kami sudah menjadi suami istri kita sama sekali sangat kaku, apa pasangan Taaruf memang seperti ini ya?'
Unaza Syauqia nama gadis yang Samir nikahi ini ternyata masih berusia 19 tahun, mereka terpaut 14 tahun perbedaan usia antara Samir dan Una, Una satu tahun ngangur setelah tamat dari sekolah, dan orang tuanya langsung menikahkan Una dengan Samir, Ummi Samir entah kenapa sangat menyukai Una oleh karena itu Samir menerima Una untuk menjadi istrinya, walaupun Samir sama sekali tidak menyukai Una karena melihat Ummi nya yang sangat bahagia kalau membicarakan Una, padahal Samir sama sekali belum berniat untuk menikah.
Una langsung masuk ke kamar yang sudah Samir siapkan, dia membereskan diri dan sedikit menata kamarnya agar nyaman, setelah itu dia merebahkan tubuhnya di ranjang, untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.
Tring
Ponsel Una mendapat notif dari Samir.
Mas Samir: Keluar sebentar ada yang ingin saya bicarakan.
"Padahal dia tinggal mengetok pintu, tapi malah mengirim pesan seperti ini," ucap Una kembali mengambil hijabnya yang tadi dia buka saat di kamar, ya una masih lupa kalau Samir sudah mahram dengannya tak perlu memakai hijab lagi jika di rumah bersama Samir, Una pun melangkah keluar kamar dan melihat Samir duduk di meja makan dengan secarik kertas di hadapannya.
"Mau bicara apa mas?" tanya Una dengan lembut dan sopan, bahkan sampai sekarang Una belum berani menatap Samir secara langsung, begitu pula Samir, dia juga masih tidak berani menatap perempuan yang sudah menjadi istrinya ini.
"Ini kamu baca dulu," ucap Samir sambil mengeser kertas itu mendekat kepada Una.
Una membaca isi kertas tersebut dan membulatkan mata nya.
"Kontrak pernikahan?" tanya Una sangat terkejut dengan isi kertas tersebut.
"Saya rasa kamu juga setuju kan ini bukan pernikahan yang kamu inginkan," Ucap Samir.
"Di dalam agama kita, tidak ada pernikahan kontrak, mas pasti lebih paham daripada Una tentang itu kan?dosa mas," ucap Una dengan nada lembut.
"Jadi mau bagaimana?" tanya Samir sopan.
"Apanya yang mau gimana mas?kita sudah menikah, sudah berjanji kepada Allah, apanya yang harus gimana?"
"Una, saya pernah bilang waktu itu kalau saya sebenarnya masih belum siap untuk membina rumah tangga, dan menyuruhmu untuk memimirkan ulang mengenai pernikahan ini, tapi kamu malah setuju untuk menikah, aku jadi tidak bisa menolak," ucap Samir ini langsung mengunci mulut Una rapat-rapat, Una tidak tau harus bereaksi seperti apa, belum satu hari rumah tangga nya sudah di buat binggung oleh Samir.
"Kalau ngga gini deh, saya tidak ingin menjadi beban untuk orang lain, dan begitu pula sebaliknya, saya tidak suka di bebani oleh orang lain, kita urus diri kita masing-masing setuju ya?" ucap Samir yang di terima saja oleh Una, karena sifat Una tidak enakan dan tidak bisa mengutarakan pendapat, mereka setuju untuk tidak saling terlibat dan hanya menjadi penghuni rumah satu atap.
Una masuk ke kamar dengan sedikit sedih.
'Apa aku sudah salah memilih suami?jujur aku menilai Mas Samir sosok laki-laki yang baik dari latar belakang keluarga yang agamis, cucu dari Kyiai besar lalu dia pun juga seorang Dosen Agama, selama tiga bulan ini aku memang hanya beberapa kali bertemu dengannya dari yang aku lihat dia memang sosok laki-laki sholeh, Ummi Fatimah juga sangat baik temannya ibu, aku langsung saja menyetujui pernikahan ini karena aku pikir ini pernikahan yang ideal menurutku, tapi ternyata waktu tiga bulan itu belum efektif untuk mengenal seseorang dengan sifat sesungguhnya, aku memang boleh di katakan jarang sekali bicara dengan mas Samir selain mengenai pernikahan, bahkan kita saling bertukar nomor ponsel baru hari ini setelah akad dan perjalanan pulang ke rumah mas Samir, apa Taaruf memang sekaku ini ya?'
Di kamar Samir, dia memandangi surat pernikahan dan cincin pernikahannya, dia melepas cincin tersebut dan memasukannya ke dalam kotak kembali, lalu menutupnya rapat-rapat.
'Ummi demi kebahagian ummi, Samir menikah dengan wanita yang sangat sholehah, Demi mengangkat martabat keluarga dan membagakan Abi, andai saja Ummi tau betapa kotornya Samir, pasti ummi menyesal sudah menikahkan Samir dengan perempuan sholehah seperti Una, seharusnya Samir tidak pernah menikah dengan siapapun, Samir laki-laki tidak baik'
Pagi nya, Una layaknya istri dia memasak makanan untuk sarapan, tak lupa dia juga menyiapkan untuk Samir.
Samir keluar dari kamar, dia sudah rapi untuk pergi bekerja dan langsung tercium aroma makanan yang sangat wangi.
"Banyak sekali masaknya," celetuk Samir.
"Mas mau sarapan juga ngga?Una masak juga untuk mas," ucap Una.
"Terima kasih tawarannya, saya tidak sarapan pagi, selamat menikmati sarapanmu," pamit Samir mau berangkat kerja.
"Oh udah mau pergi ya," ucap Una langsung berdiri dari tempat duduknya bersiap untuk mengantar Samir keluar.
"Ngga usah, kamu lanjutkan makanmu saja," ucap Samir langsung melarang Una yang sudah mau mengantarnya, Una pun tidak enak dan langsung duduk kembali.
Setelah seharian membereskan rumah, Una membuka laptopnya dia sangat gugup menunggu pengumuman lulus atau tidaknya Una masuk ke perguruan tinggi, sebelum menikah Una ikut test untuk masuk kuliah, dan hari ini pengumuman tersebut, saat keluar hasilnya Una sangat senang karena lulus dan berhasil masuk PTN, tapi tiba-tiba senyumnya sirna saat dia melihat begitu jelas nama PTN tersebut dan jurusan yang dia pilih.
"Aduh gimana ya ini," gumam Una terlihat gelisah.
Saat malam tiba, Una dari tadi di kamar mondar mandir sangat gelisah sambil memegangi kertas yang menyatakan dia lulus.
"Aku coba bicarakan aja deh," ucap Una langsung memakai mukena nya lalu keluar kamar, kebetulan Samir sedang duduk santai menonton tv.
"Kamu mau nonton?" tanya Samir melihat Una yang berdiri tanpa berkata sepatah katapun.
"Hm ini mas, Una mau bilang kalau lulus masuk kuliah," ucap Una.
"Oh baguslah," respon Samir.
"Tapi Una lulus di Universitas Maju," ucap Una sangat gugup, dan sedikit mengejutkan Samir pasalanya itu tempat Samir mengajar sebagai Dosen di sana.
'Di sana kan banyak fakultas, tidak mungkin Una memilih fakultas tempat aku mengajar,'
"Kamu lulus di fakultas apa?" tanya Samir.
"Pendidikan agama islam, itu tempat mas ngajar kan?apa Una tidak usah terima ini, dan ikut test tahun depan saja?" tanya Una membuat Samir agak sedikit berpikir.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (963)

  • avatar
    Khaina8nZul

    bagus

    1d

      0
  • avatar
    Naysila

    bagus banget

    8d

      0
  • avatar
    Ahli Wah Yudi

    sangat suka

    10d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด