logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 5 Sarah

Sambil memainkan pulpen, aku membaca kata demi kata buku pelajaran. Hilang rasanya ingin menjadi siswa terpandai. Begini saja sudah dibenci, apalagi rangking satu. Aku tidak bisa membayangkan perlakuan mereka yang semakin menjadi-jadi. Aku menutup buku, mematikan lampu belajar dan ke atas ranjang.
Dari jendela, aku bisa melihat bintang-bintang. Seandainya aku salah satu dari mereka, membuat takjub banyak orang, mungkin itu yang terbaik. Mereka tidak lagi membenciku. Ya, selama ini aku jadi gadis yang selalu diremehkan.
Tidak semudah itu membolak-balik hati manusia. Sekali benci, akan tetap begitu apa pun yang terjadi. Sebaik apa pun perlakuanku, akan dianggap tak berguna, tak dikenang. Kalau kau bertanya mengapa aku tidak pindah saja? Tidak, aku mana mungkin mengecewakan hati mama.
Kalau pindah akan memunculkan banyak pertanyaan, belum lagi biaya sekolah baru nantinya. Aku adalah anak yang sulit bergaul dan beradaptasi. Lingkungan sangat memengaruhi suasana hati.
Tangan di bawah kepala, aku berbaring. Menatap luar jendela yang gelap. Hanya ada pohon pisang dan ketapang. Ugh, aku jadi mengingat kisah wanita yang bunuh diri tergantung di dahan pohon mangga. Teka-teki kematian dan penyebab wanita itu mengakhiri hidupnya belum terpecahkan hingga saat ini.
Tiba-tiba hawa dingin yang aneh mulai terasa. Aku menarik selimut yang ada di bawah kasur. Setelah membungkus badan dengan selimut motif batik Solo itu aku memejamkan mata. Kebiasaanku sebelum tertidur adalah mengkhayal. Imajinasi apa pun yang aku tangkap akan jadi sebuah cerita di duniaku sendiri. Kenyataan tak seindah ekspetasi, aku akui itu benar.
Lagi pula aku tidak sendiri, bukan? Pasti kalian yang sedang membaca buku ini sering berimajinasi. Khayalanku liar, dari tontonan sehari-hari. Entah itu menjadi gadis cantik yang mempunyai kekuatan sihir. Mengalahkan dunia memberantas kejahatan yang dibuat kaum kegelapan. Lalu, dilamar pangeran tampan dan menikah besar-besaran. Ah, tak jauh dari situ khayalanku. Andai hidup semudah itu, aku tak perlu merasa susah begini.
Namun, entah mengapa malam ini otakku sulit mengatur jalan cerita. Atau karena banyak pikiran, termasuk perlakuan Ria tadi siang. Sungguh, hatiku terasa berdenyut ketika mengingat itu. Banyak kakak kelas di sana dan susah payah menahan malu. Sial! Hari yang benar-benar sial!
Aku sudah berusaha melanjutkan episode cerita kemarin. Namun, tetap saja otakku memutar sebuah kejadian aneh. Aku membuka mata karena takut melihat hantu atau jin, atau apa pun itu! Aku tak suka berhubungan dengan mereka. Ah, tiba-tiba aku teringat pada sosok yang tadi mengajakku berbicara. Apakah dia hantu?
‘Tok, tok, tok!’
Tiga ketukan di kaca jendela. Bulu kudukku berdiri dan keringat dingin mulai mengucur deras. Aku menutup seluruh tubuh dengan selimut. Sesekali mengintip karena agak penasaran. Aku mulai berpikir apa yang akan terjadi jika netra ini melihat sosok menyeramkan yang disebut hantu? Teriak, berlari, atau hanya diam di tempat? Oh, tidak, Ara. Aku mungkin pingsan dan tertidur cukup lama.
Aku meringkuk ketika merasa ada yang naik ke atas kasur. Adikku sudah tidur, mana mungkin dia ke kamar sendirian. Ah, pikiranku mulai ke mana-mana. Jangan-jangan hantu itu benar ada, sial! Malam ini akan mencekam, Ara. Aku harus mempersiapkan diri.
Embusan napas yang aneh terasa dingin di leherku. Rasanya ingin ke luar kamar dan tidur bersama Alin. Namun, bergerak sedikit saja aku tak mempunyai keberanian. Haruskah bertahan hingga makhluk itu pergi?
“Sa ….” Dia mengucapkan sesuatu, pelan, tapi masih bisa kudengar jelas.
“Si-siapa? Apa maumu?” tanyaku akhirnya memberanikan diri. Kini, terasa ada tangan yang mengelus pelan pundakku. Karena merasa risi, aku telentang. Harap-harap dia pergi dan malam ini cepat berlalu.
“Tak penting siapa aku, Sayang.”
‘Deg.’
Jantung seakan ingin meloncat keluar. Sayang? Apakah dia hantu berondong yang ingin mencintaiku? Atau genderuwo berotak mesum yang suka padaku? Mama, tolong, hal ini terlalu gila untuk gadis sepertiku.
“Hidupmu sangat berbeda. Lihatlah bibir ini, jarang sekali tersenyum, Manis.” Kali ini dia lancang menyentuh bibirku. Aku menjauh dan mengatur napas saking paniknya. Hawa semakin dingin dan mencekam. Aku beranikan diri untuk bangun dan menyalakan lampu kamar.
‘Cklek!’
Ah, lega. Setidaknya cahaya lampu membuatku tenang.
“Aku adalah jiwa yang mati tidak tenang,” katanya semakin membuatku kebingungan.
Apa peduliku kau mati dengan cara apa? Kita tak saling mengenal. “Perlu sekali menerima hadirku di sini karena aku, akan menjadi temanmu.”
Ugh, aku mulai muak terjebak di posisi laknat seperti ini. Maunya apa? Hanya menakuti? Maaf, aku tidak sepenakut itu.
“Kau tidak takut padaku, Sayang?” tanyanya dengan nada sedikit mendatar, apa aku telah menyinggung perasaannya? Aku bergeming cukup lama, hanya terdengar suara napas yang tak beraturan. Jangan menertawaiku sekarang, aku sedang ketakutan!
Hampir setengah jam aku menunggu, dia hilang. Huh, syukurlah, aku bisa tidur nyaman sekarang. Aku mengusap kening dan rambut yang basah karena keringat. Memperbaiki seprei dan selimut yang sudah lepas dari tempatnya. Lalu aku bangkit dan mematikan lampu. Ya, aku tak bisa tidur kalau kamar terlalu terang. Aku kembali berbaring dan menatap jendela. Sekarang bukan bintang yang aku lihat, tapi …
“Akh!”
Jeritanku percuma, tidak ada yang mendengarnya. Kini, makhluk itu menindih tubuhku. Wajahnya yang hancur tak lagi berbentuk. Suaranya yang tak jelas mengoceh tentang apa. Aku terkunci, tak bisa bergerak!
Hatiku berteriak meminta tolong, ayah, mama, Alin. Tanganku berusaha meraih Quran di atas meja samping kasur. Ah, gagal!
Kekuatannya melebihku, tak sanggup, aku memilih diam dan pasrah.
Pandangan buram, kepalaku mulai terasa sakit. Antara sadar dan tidak, aku berusaha melawan lagi. Cengkeraman makhluk itu membuat lenganku sakit. Tak bisa kubiarkan begitu saja, aku manusia! Derajatku lebih tinggi dibandingkan dia!
“Aku, Sarah.” Dia melonggarkan cengkeraman itu, tapi aku belum bisa berbicara. Napas saja masih tersengal-sengal. Sungguh kebodohan yang pernah kulakukan. Mengapa sejak tadi tidak kuusir saja?
Aku, Sarah. Namun, aku tak peduli! Siapa kamu, apa maumu, sekarang kuminta hanya pergi.
“Aku ingin meminta tolong padamu,” katanya memelas. Aku mengernyitkan dahi karena heran.
Aku terlepas dari tindihannya, ia tertawa sangat keras. Entah mengapa aku sama sekali tak merasa ketakutan. Justru lucu dan geli melihatnya, ternyata begini hantu lokal. Dia seperti cicak yang menempel di dinding kamarku. Tangkap nyamuk itu, Sarah! Tangkap!
“Masih ingat dengan sosok yang kautemui beberapa hari yang lalu? Itu aku,” katanya. Ah, iya. Sosok itu. Hei, ternyata kau pembuat masalah, aku jadi diejek teman-teman karena kau! Ugh, cap anak aneh masih ada padaku, belum ada penggantinya dan tidak akan pernah.
“Lalu?” tanyaku dengan polosnya. Wajar, aku masih 14 tahun dan belum ada rasa takut akan sesuatu.
“Kau menyebalkan, Ara!” katanya geram. Aku membekap mulut menahan tawa, dia lucu sekali. Aku menyebalkan? Memang, mungkin ini adalah alasan banyak yang membenciku.
“Aku memintamu takut padaku, bukan meremehkan seperti itu!” bentaknya sambil melotot. Bola mata putih yang membuatku cukup terkejut, tapi tidak pingsan tentunya. Anggap saja seperti video berita penculikan anak, ujung-ujungnya gambar pocong. Sangat tidak lucu.
“Aku nggak meremehkan kamu, kok. Kamunya aja yang kegeeran,” kataku sangat tenang. Ia semakin marah dan terbang mendekati.
“Akh! Le-pas!” berontakku menyingkirkan kedua tangannya. Leherku dicekik dan aku kalah darinya. Ara, jangan mengulang lagi kesalahan ini.
“Kamu harus menuruti semua perkataanku!”
***

หนังสือแสดงความคิดเห็น (61)

  • avatar
    Feewa

    very best this stories

    25/08/2022

      5
  • avatar
    Wawan

    bagus sekali alur ceritax

    17/08/2022

      1
  • avatar
    AswarHaerul

    mantap

    9d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด