logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Chapter 4: Tembus

Sudah hampir satu minggu sejak insiden hampir berciuman itu Hana menghindari Piter karena jika terlalu dekat dengan Piter, Hana takut kesehatan jantungnya terganggu. Setiap jam istirahat Hana selalu mencari-cari alasan agar Piter tidak mengikutinya, beruntung Piter juga harus mengerjakan tugas OSIS jadi Hana tidak perlu terus beralasan untuk menghindari pertemuan di antara mereka meskipun dikelas mereka masih satu meja.
Sedangkan Piter mengutuk Thomas yang datang diwaktu yang kurang tepat, padahal momennya sudah pas tapi malah hancur karena kedatangan Thomas yang membawakan seragam putih kering untuk Piter dan semenjak itu Piter sering uring-uringan tidak jelas karena Hana menghindarinya.
Hari ini Hana tampak lebih diam dan tidak pergi kemana-mana gadis itu hanya diam duduk di bangkunya istirahat pun dia makan bekal bawaannya saja dan tidak melakukan aktivitas apapun selain membaca buku tanpa bergerak sedikitpun dan itu membuat Pieter senang karena matenya itu tidak menghindarinya.
Bell pulang sekolah sudah berlalu sejak setengah jam yang lalu tapi Hana masih stay duduk dibangkunya, bahkan gadis itu sudah menyuruh Piter untuk pulang duluan tapi Piter keukeuh jika dirinya akan pulang bersama Hana itu membuat Hana sedikit kesal.
"Piter ku mohon pulanglah agar aku bisa pulang." ucap Hana memelas yang membuat pemuda itu menghembuskan nafas pelan.
"Aku akan pulang jika kau juga pulang, Aku tidak ingin ada kejadian lagi yang bisa membuatmu terluka."
Bolehkah Hana baper! Kenapa bibir Piter itu mudah sekali mengucapkan kata-kata manis apa pemuda itu tidak berpikir bagaimana reaksi jantung Hana yang sudah hampir loncat dari tempatnya.
"Kenapa kalian belum pulang?" tanya Rafael yang baru saja datang bersama Vierra karena dia mendengar dari Thomas jika Piter belum pulang dan masih menemani Hana dikelas.
Melihat Vierra mata Hana berbinar kemudian gadis itu mengkode Vierra untuk mendekat kearahnya dan alangkah senangnya ketika Vierra mengerti kode darinya. Hana menulis sesuatu dan ditunjukkan pada Vierra, setelah pembaca tulisan Hana Vierra tertawa kencang hingga membuat kedua pemuda yang berada di kelas itu mengerutkan keningnya bingung tidak mengerti.
"Vierra." kesal Hana sekaligus malu, Ya Tuhan kenapa gadis itu harus tertawa.
"Maafkan aku Hana, hanya saja kau ini lucu sekali." ucap Vierra dan kembali tertawa.
Piter yang penasaran menarik buku yang dipegang Hana dan itu membuat Hana panik hingga kembali menarik buku yang dipegang Piter, tapi pemuda itu malah menjauhkannya dari jangkauan Hana.
'Tembus'
"Apa maksudnya?" tanya Piter tidak mengerti dengan kata yang ditulis Hana. Begitu juga dengan Rafael yang mengendikan bahunya.
"Piter sebaiknya kau pinjamkan Hana jaket atau sweater!" saran Vierra dengan senyum menahan tawa. Astaga! Dia masih ingin tertawa.
"Tapi aku tidak membawa jaket ataupun sweater." bingung Piter, sungguh apakah ada seseorang yang bisa menjelaskan situasinya saat ini!
"Pakai punyaku saja!" tawar Rafael yang langsung ditolak oleh Piter, tentu saja dia tidak akan membiarkan matenya memakai barang dari pria lain.
"Tidak boleh!".
Vierra yang tidak tega melihat wajah Hana yang sudah seperti kepiting rebus langsung memindlik Piter. Untung saja dirinya sudah ditandai oleh Rafael jadi dia bisa memindlik Piter.
"Dia menstruasi bodoh!"
"Berani kau mengataiku bodoh!" kesal Piter.
Tunggu dulu! Apa itu menstruasi?
"Menstruasi?"
"Datang bulan Piter! Apa kau tidak pernah belajar IPA." gemas Vierra.
Kemudian Piter tertawa kecil, dan beralih menatap Hana dengan tatapan beli yang berhasil membuat gadis itu merengut kesal. "Kau pakai bajuku saja ya."
"Hah?!"
"Wow!" decak Vierra melihat aksi gentle Piter.
Kemudian Piter membuka seragam putihnya yang berhasil membuat Hana tercengang, tubuh Piter yang berbentuk sempurna terpampang jelas hingga membuat Rafael kesal dan menutup mata Vierra tidak ingin mata kekasihnya itu ternodai.
"Cepat bawa Hana pergi, kau menodai mata kekasihku bodoh!" kesal Rafael yang dibalas dengusan oleh Piter.
"Hei, kenapa kau menutup mataku Rafael. Aku ingin lihat ABS." kesal Vierra yang dibalas delikan tajam.
"Aku juga punya yang seperti itu, lihat saja milikku."
"Piter spa yang kau lakukan." lirih Hana heran sekaligus gugup.
Piter mengikatkan bajunya dipinggang Hana, kemudian menggendong gadis itu ala bridal style yang membuat Hana memekik kaget sekaligus malu untung saja sekolah sudah sepi jadi Hana tidak perlu melihat tatapan sinis dan tajam dari para fans Piter. Karena itu sangat membuat Hana tidak nyaman.
"Kenapa kau tidak mengatakannya sejak awal." gemas Piter ingin rasanya menggigit Hana.
"Aku tidak ingin merepotkanmu."
"Aku tidak pernah kerepotan jika itu menyangkut dirimu."
"Gombal!" Hana memukul pelan dada Piter.
Piter terkekeh kecil melihat wajah merona Hana gadis itu bungkam memilih menyembunyikan wajahnya didada Piter. "Aku jadi ingin menggigitmu!"
Deg
Oke, perkataan Piter berhasil membuat pikiran polos Hana travelling. Apanya yang digigit?
Ya Tuhan sepertinya besok aku tidak akan memiliki muka untuk berhadapan dengan Piter. Jerit Hana dalam hati.
*****
Sekarang Hana tampak menikmati waktunya dengan duduk santai di jendela kamarnya gadis itu bahkan tidak takut jatuh sama sekali. Padahal jarak jendela kebawah cukup tinggi sekitar 2 meter lebih. Rumah Hana memang tingkat dua tapi sangat minimalis, rumah peninggalan kedua orang tuanya.
"Kau tidak kerja kak?"
Hana menggeleng pelan. "Tidak, aku izin sakit satu hari. Perutku rasanya masih terlilit."
"Tadi itu siapa?" Hana mengerutkan keningnya bingung menatap Zoe disebelahnya.
"Siapa yang siapanya?"
"Siapa kakak tampan yang tdi mengantar kakak?" tanya Zoe penasaran.
Wajah Hana memerah. "Bukan siapa siapa." balas Hana jutek.
"Benarkah? Lalu kenapa pipimu memerah kak?" goda Zoe dengan senyum jenaka.
"Ma.. mana pipiku tidak merah." kilah Hana memalingkan wajahnya. Sial kenapa dirinya jadi terbata!
"Aku jadi penasaran siapa laki-laki yang berhasil membuat pipi kakakku ini merona."
"Zoe, berhenti menggodaku!" pekik Hana kesal melemparkan bantal yang dipegangnya pada Zoe tapi adiknya itu berhasil menghindar dan menjulurkan lidahnya.
"Wle, tidak kena tidak kena."
"Awas kau ya!"
"Hahahaha."
Hana tersenyum kecil, dia sangat berterima kasih pada Tuhan karena masih mengijinkan Zoe untuk tetap berada di sampingnya menemani hari-harinya. Entah bagaimana hidup Hana jika dia kehilangan Zoe, mungkin Hana tidak akan banyak berpikir lagi untuk menyusul adiknya.
Zoe adalah adik yang paling pengertian, paling tahu cara menghibur Hana di saat perempuan itu sedang terpuruk. Zoe bukan hanya sosok adik bagi Hana tapi juga merupakan sosok kakak karena kadang pikiran adiknya itu lebih dewasa dari dirinya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (140)

  • avatar
    annahyera

    cerita yang menjadi favorit ku di platform lain 💖💖🌹🌹

    26/07

      0
  • avatar
    AjaMuslimin

    good

    04/07

      0
  • avatar
    BAGuild

    bagus beritanya

    06/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด