logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 7 Arisan Sosialita

"Aaaaahhhhhh ...."
"Duuh, maaf-maaf, Mbak."
"Rachel, hati-hati, ya, Sayaang. Minumannya jadi tumpah ke Mami, deh," kata Melly dengan nada sedikit menyindir. Ia tidak kuat menahan tawa. Dengan segera ia menyimpan nampan di coffeetable dan mengambil beberapa lembar tisu seraya membersihkan bajunya.
Lian menangkis tangan Melly karena segan dibantu. Ia pun bangkit dari tempat duduknya. "Diam kamu! Gak usah sok sok perhatian! Kamu pasti sengaja, kan, numpahin minumannya!"
"Astagfirullah. Demi Allah enggak, Mbak. Kan, Mbak liat sendiri tadi Rachel yang nabrak aku."
"Alasan aja kamu! Kamu pasti senang liat aku kaya kuyup gini!"
"Hmm ... Mbak mau jawaban jujur apa bohong?" tanya Melly dengan raut wajah sedikit memelas.
"Gak usah jawab, aku tau kamu mau jawab apa!" Lian berjalan ke kamarnya meninggalkan Melly sambil menghentakkan kakinya.
Melly memindahkan gelas dan mencucinya. Lantas, masuk ke kamar dan menutup pintunya. Ia bersandar di balik daun pintu dan melepaskan semua hasrat tawanya.
Sebenarnya, ia sudah tidak kuat ingin terbahak sejak di luar kamar. Namun, ia juga harus menjaga harga diri dan melampiaskannya di kamar sembari memegang perut dan tangan satunya menutup mulut karena terbahak dengan keras.
"Aduuh … aduuh lucu banget kejadian tadi. Aku sampe sakit perut gini," gumamnya sambil terbahak sendirian di kamar.
Setelah puas tertawa, Melly keluar kamar dan sedikit berdehem. Lalu, melangkah menuju ruang di mana tempat baju-baju kusut sudah menumpuk.
***
"Mel, ayo siap-siap. Ikut aku ke tempat arisan sama Mami!"
"Tumben ngajak aku, Mbak?"
"Jangan banyak tanya!”
'Hmm. Aku juga tau kalau dia ngajak, pasti ada maksudnya,' batin Melly.
Selesai bersiap-siap, tak lama mobil yang dikemudikan oleh seorang sopir datang bersama Mami.
"Mellyyyy, cepetaaan!"
Setelah Melly keluar, Lian terpegun melihat penampilan Melly dengan longdress memayung berwarna navy dengan aksen berlian di sepanjang ujung gaunnya dan hiasan brukat dengan motif indah menutupi ujung lengan dan kanan kiri dress-nya, dilengkapi dengan kerudung lebar polos shiny berwarna gold yang membuatnya semakin glow up.
Sampai di lokasi arisan, di bilangan perumahan elite kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Lian dan maminya saling bertegur sapa dan cium pipi kanan-kiri dengan sesama teman arisannya.
Berbagai hidangan telah tersaji di setiap sudut taman pemilik rumah, dekorasi yang indah, dan kolam yang sudah dihias cantik dengan berbagai macam bunga.
"Hai, Mamiii ...," panggil seseorang dari dalam rumah.
"Hai, Miiaa ... duuh yang dapet arisan makin cantik aaaja niih," sahut Rosa.
"Bisa aja, Mami." Teman-teman sosialitanya itu biasa memanggil Rosa dengan Mami karena memang usianya yang paling berumur di antara anggota lain.
"Oh, ya. Sama siapa ke sini?"
"Sama Lian dan Rache, Jeng. Mau sama siapa lagi?"
"Halo, Say. Gimana kabarnya?" sapa Mia kepada Lian dan putrinya.
"Baiik, Tantee. Tante gimana?"
Belum sempat menjawab pertanyaan Lian, Mia melayangkan pandangan pada seorang wanita cantik yang belum pernah ia temui sebelumnya.
"Sebentar, ya, Lian," Mia melangkahkan kaki menghampiri Melly.
Lian yang merasa aneh dan janggal. Matanya sejurus mengekori ke mana arah Mia melangkah.
"Selamat siang, kamu siapa? Maaf saya baru pertama kali lihat kamu," tanya Mia.
Lian menggerutu pada maminya karena ia merasa diabaikan oleh Mia yang disebabkan oleh Melly.
"Sabar, Sayang." Rosa menarik paksa lengan Lian untuk menghampiri Mia.
"Jeng, ini mantuku," ujarnya pada Mia sebelum Melly menjawab pertanyaan Mia.
Tumben dia ngaku aku mantunya, biasanya cuma diaku asisten, pikirnya.
"Saya Melly, Tante," sapanya dengan senyum yang membuat siapa pun terpesona.
"Ya, ampuun ... Jeng Lina. Kok, baru diajak, sih, mantu cantiiknya. Kamu istrinya Alan, ya? Hmm … kalo aja belum nikah, pasti aku tarik jadi mantuku, deh," ujar Mia sambil memegang pergelangan tangannya.
Mia adalah istri dari pemilik perusahaan tambang batu bara dan anak-anaknya menjadi komisaris dan direktur di bawah kepemimpinan suaminya.
"Jangaan, Jeng! Dia, mah, bukan siapa-siapa. Gak spesial, gak sekolah tinggi, dari keluarga sederhana, dan cuma bisa ngurus rumah doang!" timpal Lina mencoba merendahkan menantunya itu.
"Oh, ya baguus, dong. Susah, loh, Jeng nyari istri yang rajin. Kebanyakan istri zaman sekarang, kan, pada manja, gak mau ngurusin rumah sama suami, maunya enak doang."
Tiba-tiba Lian tersedak minumannya dan napasnya tersesak. Melly pun melirik dengan senyum sinis yang dibalas dengan lirikan sinis Lian dan kerlingan matanya.
"Lagian keluargaku udah kaya raya, kok, Jeng. Jadi buat apa nyari istri yang kaya lagi. Anak-anakku cuma butuh istri yang bisa mengurus rumah tangga, rajin ibadah, dan bisa mendidik anak-anaknya, biar suami yang kerja keras cari uang. Bener gak, Jeng. Iih, kamu beruntung banget, sih, dapetin mantu kaya Melly. Alan pasti bahagia banget, ya, Jeng."
"Heu, i-iya, Jeng Mia," jawabnya dengan senyuman datar karena terpaksa dan melirik Melly seolah-olah akan mencabik-cabik wajahnya.
"Ayo, Melly, dimakan semuanya. Maaf, loh, jamuan seadanya."
Melly menggeleng, "Terima kasih, Tante, atas jamuan luar biasanya."
"Sama-sama, Cantiik. Nanti kalau ada acara, kamu ikut lagi, ya, Sayang. Oh ya. Maaf Tante tinggal, ya. Tante mau sapa tamu yang lain dulu, nih," ujar Mia seraya mengusap bahu dan pipi mulus Melly.
"Insyaaallah, Tante."
Seperginya Mia, Lian menatap Melly dengan kesal bak seekor banteng siap menyeruduk.
"Ayo, Lian. Kita sapa yang lain aja. Di sini panas!" Mereka pun pergi meninggalkan Melly.
Sementara, Melly asyik menyantap jamuan yang begitu banyak macamnya di setiap meja bersama Alea dan Rachel. Ia tak pernah makan sebanyak dan semewah di sana. Untuk itu, ia memuaskan napsunya sambil mengusap-usap perutnya yang tertutupi longdress yang tak begitu ketat sehingga tak terlihat perutnya yang sedikit buncit. "Nak, kamu jangan keluarin makanan yang udah bunda makan, ya," gumamnya.
***
“Mel, titip Rachel. Aku mau pergi!
"Aku banyak kerjaan, Mbak. Abis ini mau masak," ujar Melly tanpa banyak bertanya ke mana tujuan Lian.
Karena jika selama ia pergi dan menitipkan Alea, kakak iparnya itu tak pernah benar-benar menjaganya apalagi melindunginya.
"Yaelah, gimana kamu mau punya anak lagi, suruh jagain dua anak aja ngeluh."
Melly berpikir ulang. 'Benar juga.' Pasalnya, ia memang akan segera memiliki anak ke dua dan hitung-hitung melatih diri. "Ya, udah sana. Mbak pergi aja. Biar Alea yang temenin Rachel."
"Awas, kalau sampai Rachel kenapa-kenapa!"
"Kalau kenapa-kenapa, tinggal aku jewer aja, beres!" timpalnya kalau mengingat apa yang pernah Lian lakukan pada putrinya, tetapi itu hanya gertakan semata. Ia tak pernah bisa menyakiti orang lain, apa lagi seorang anak yang tak berdosa.
Lian terbelalak emosi mendengarnya. Akan tetapi, ia harus cepat-cepat pergi karena sudah ada yang menunggu.
Rachel dan Alea bermain bersama dan akhirnya Rachel mau berbaik hati membiarkan Alea mencoba mainan barunya. Mereka pun bermain bersama tanpa mengganggu pekerjaan rumah Melly.
Setelah menuntaskan pekerjaan rumahnya dengan mencuci baju; menyapu dan mengepel lantai; mengelap setiap sudut yang terlihat kotor; saatnya tugas terakhir, yaitu menyiapkan makan siang.
Ia mulai membersihkan sayur mayur, lauk, dan bumbunya. Nasi sudah dimasaknya sejak pagi. Melly dengan lihainya memasak dan membuat kudapan untuk Alea dan Alan. Lalu, ia merinding merasa ada seseorang yang berdiri di belakangnya.
Ia menoleh dan kaget mendapati memang ada seseorang yang mungkin sudah berdiri beberapa saat di belakangnya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (94)

  • avatar
    EmonDoraemon

    cerita nya sangat sedih sekalih. terharu mengandung bawang 😭

    14/07/2022

      3
  • avatar
    Arif Karisma

    Ceritanya sangat menarik dan menghibur saya suka sekali dengan alur ceritanya semangat

    10/07/2022

      1
  • avatar
    AlfiaaLailaa

    like this

    4d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด