logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Tak Kusangka Istriku Presdir

Tak Kusangka Istriku Presdir

Zidney Aghnia


บทที่ 1 Tak Ada yang Peduli

Jalanan paving block masih basah diguyur hujan siang tadi. Melly baru saja merebahkan tubuhnya di atas kasur berukuran Queen. Tulang-tulangnya serasa mau patah dan seisi kamar hanya terlihat seperti bayangan.
"Melly! Kamu jangan tiduran aja, itu setrikaan masih numpuk!" teriak Lian, kakak iparnya.
"Iya, Mbak, aku lagi enggak enak badan," jawab Melly Lirih.
"Tadi pagi kamu baik-baik aja!"
"Tadi pagi udah meriang, cuma aku gak dirasa aja, Mbak. Tapi sekarang udah mau demam. Aku nyetrikanya besok aja, ya?"
"Kalau besok kamu masih alasan sakit gimana? Gak jadi lagi nyetrikanya? Terus Alan mau kerja pake baju apa?" hardiknya lagi sambil meninggalkan kamar.
Melly mengambil ponsel jadulnya yang masih dengan kamera beresolusi rendah, mencari sebuah kontak untuk dikirimi pesan singkat.
[Yank, aku gak enak badan, aku minta uang untuk bayar orang buat setrika baju-baju yang udah numpuk.]
[Emang kamu gak bisa ngerjain sendiri?]
[Kan, tadi aku bilang lagi gak enak badan, Yank ....]
[Ya udah pake uang yang tadi pagi aku kasih aja.]
Melly lantas memutuskan telepon sepihak serta melempar ponsel ke ranjangnya karena percuma tak akan ada hasilnya berbicara dengan Alan, suaminya.
"Uang yang mana! Dia kasih aku cuma lima puluh ribu sehari, mana cukup!" decaknya kesal. "Uang tinggal sepuluh ribu lagi, itu pun buat jajan Alea. Gimana mau bayar orang!"
Melly memutuskan untuk istirahat supaya meriangnya berkurang. Rencananya, ia akan menyetrika pakaian kerja Alan nanti malam.
Melly bagaikan dikurung dalam sangkar, tetapi bukan sangkar emas. Ia tidak bisa bergaul dengan teman-temannya sebagaimana mama muda di usianya yang hangout bersama teman-temannya.
Ia juga tidak memiliki uang lebih untuk membeli kebutuhannya. Sehari-hari ia hanya mengurus rumah tangga dan juga putri kecilnya yang berusia tiga tahun.
Suaminya sangat tidak peka terhadapnya. Ia diberi uang belanja setiap harinya lima puluh ribu: untuk makan keluarganya dan juga keluarga kakak iparnya. Kebutuhan pokok sudah tersedia karena semuanya Alan yang mengatur.
Lian adalah kakak dari Alan. Ia dan keluarganya tinggal di rumah Melly karena belum mempunyai rumah tetap. Oleh karena itu, mertuanya Melly memberi saran untuk tinggal di rumah Melly.
"Melly! Masih tiduran aja kamu! Itu liat Alea berantakin rumah!"
"Alea, kan, main sama Rachel, Mbak. Biar mereka yang beresin sama-sama.
"Enak aja, itu kan mainan Alea! Lagian Rachel mau aku mandikan!"
"Iya, Mba. Sebentar aku bereskan," lirihnya mencoba mengalah.
"Cepat! Aku gak suka liat rumah berantakan!" bentaknya sembari menggendong Rachel ke kamar mandi.
Aah, udah tinggal numpang, makan numpang, main mainan punya anakku, gak tau diri lagi! Dia pikir siapa tuan rumahnya? Seenak jidat nyuruh-nyuruh! Melly membatin.
Melly bergegas ke ruangan di mana Alea mengeluarkan semua mainannya sembari berjalan sempoyongan karena pusing yang melanda.
"Alea Sayang, bantu Bunda masukkin mainannya ke kotak, yuk?" pinta Melly pada Alea.
"Iya, Bunda. Alea, kan, anak baik," jawab putrinya yang menggemaskan itu.
Setelah itu, Melly memasak untuk makan malam karena sebentar lagi Alan akan sampai di rumah.
Melly hanya membuat nasi goreng dan telur dadar dikarenakan tidak banyak tenaga yang ia miliki saat itu. Menu makan siangnya pun sudah tak bersisa. Padahal, Melly ingat betul belum makan sejak pagi karena tak ada selera sama sekali untuk makan. Seharusnya, lauk jatah Melly masih ada, nyatanya hanya tinggal piring kosong yang tersisa di meja.
"Assalamu'alaikum." Alan dan Roby pulang bersamaan ketika Melly sedang mencuci piring ditemani Alea yang sedang bermain di sampingnya.
"Wa'alaikumussalam." Melly menjawab salam mereka.
"Pah, capek, ya? Makan dulu, yuk?" sahut Lian sambil membuka tudung saji. "Apa ini? Cuma nasi goreng sama telur?" Emang gak ada sayuran apa, Mel?"
"Besok Mbak kasih aku uang belanja buat beli sayuran, ya? Karena uang dari mas Alan gak cukup buat makan dua keluarga. Itu pun aku sama sekali gak kebagian jatah makan hari ini!"
Sontak Lian terdiam tak bisa menjawab permintaan Melly.
Lian mengambilkan makan untuk Roby dan Rachel dengan porsi yang sangat penuh, sedangkan Melly mengambilkan untuk Alan dan menyisihkan sedikit untuk Alea.
"Kamu gak makan?" tanya Alan.
"Emang ada yang bisa kumakan?" jawab Melly ketus diiringi Alan, Lian, dan Roby yang menatap mangkuk nasi goreng yang sudah bersih tak bersisa. Lian dan keluarganya makan dengan santai tanpa memedulikan Melly yang sudah memasak untuk mereka.
"Kamu masak nasi lagi aja, lauknya masih ada, kan?" ujar Alan kepadanya.
"Gak usah, aku gak lapar!" jawab Melly ketus. "Aku ke kamar dulu mau salat," lanjut Melly sambil menuntun Alea.
"Jangan lupa nyetrika, Mel! Alan udah gak ada baju, kan, untuk besok!" hardik Lian.
"Gak apa-apa, Kak. Alan bisa nyetrika sendiri," jawab Alan.
"Jangan dibiasain, Lan. Nanti dia manja!"
Alan tak menjawab. Sementara itu, Melly merasa sedikit lega karena mendengar Alan membelanya.
Selesai salat, Melly pergi ke ruang belakang menyempatkan untuk menyetrika baju kerja suaminya. Tiba-tiba dari depan pintu Lian melontarkan beberapa helai baju di atas tumpukan setrikaan Melly dengan tak acuh. Sikapnya itu membuat Melly geram. Ia mendelik tajam pada ipar wanitanya itu, lalu kembali fokus menyetrika.
"Sekalian baju Roby, ya?!" ujarnya tanpa dosa sambil meninggalkan Melly.
Melly menghela napas dalam-dalam, "Sabar Mel, ini cuma dua pasang baju. Kalau sepuluh udah disetrika sampe hitam semua ini baju!" ujar Melly berusaha menghibur diri.
Malam hari, demamnya semakin tinggi. Melly menggigil kedinginan dengan dahi dipenuhi keringat. Alan yang sudah tertidur lelap tidak merasakan jika istrinya sedang menahan sakit hingga pagi harinya demam semakin tinggi.
Pagi itu Melly bangun kesiangan dan tidak sempat menyiapkan sarapan. Untung saja dirinya sudah membelikan roti sore sebelumnya untuk sarapan Alan karena khawatir jika ia tidak sempat menyiapkan sarapan ... dan benar saja firasatnya.
"Alaan? Mana Melly? Kenapa dia enggak buat sarapan!"
"Dia lagi kurang sehat, Kak."
"Alaaah, sakit dibuat-buat biar dia gak ngerjain kerjaan rumah, tuh! Terus kita sarapan apa?"
"Alan udah sarapan, Kakak bikin sendiri aja buat Mas Roby. Alan pamit, Kak. Assalamu'alaikum!"
"Arrrgghh, ngeselin banget si Melly, pake acara sakit segala!"
Lian adalah anak perempuan pertama dan satu-satunya di keluarga Alan, ia sangat dimanja oleh keluarganya. Karena itu, ia tidak bisa melakukan pekerjaan rumah apa pun selain melayani suami dan anaknya.
***
Melly sudah berpakain rapi dengan celana jeans serta tunik berwarna biru donker dan bersiap-siap pergi.
"Mau ke mana kamu!" tanya Lian dengan menghardik.
"Mau ke dokter."
"Ke dokter aja rapi banget, mo hang out ya!" tuduh Lian pada Melly.
"Astagfirullahal adzhiim, pikiranmu itu, Mbak. Terserah Mbak aja lah mau ngomong apa!"
"Ya terserah aku lah. Terus Alea gimana?"
"Ya, di sinilah. Alea itu masih kecil, jadi rawan kalau dibawa ke rumah sakit, Mbak."
"Alea Sayang, Alea main dulu sama Rachel dan jadi anak baik, ya?" ucap Melly yang berjongkok supaya sejajar dengan Alea.
"Iya, Ma," jawab Alea sambil tersenyum.
"Udah sana, jangan lama-lama! Aku lagi sibuk gak bisa jaga Alea!"
Melly lantas pergi ke rumah sakit seorang diri. Sampai di sana ia melakukan pemeriksaan dan menjalani beberapa tes yang disarankan dokter.
Selama tiga jam lamanya, ia menanti hasil di ruang tunggu. Rasa suntuk melanda sampai akhirnya seorang perawat memanggil namanya. Betapa terkejutnya saat ia melihat hasil tes yang diberikan perawat tadi. Matanya sampai tak berkedip selama beberapa detik untuk memastikan apa yang dilihatnya itu tidak salah.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (94)

  • avatar
    EmonDoraemon

    cerita nya sangat sedih sekalih. terharu mengandung bawang 😭

    14/07/2022

      3
  • avatar
    Arif Karisma

    Ceritanya sangat menarik dan menghibur saya suka sekali dengan alur ceritanya semangat

    10/07/2022

      1
  • avatar
    AlfiaaLailaa

    like this

    5d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด