logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

7. Suatu hal

Echa mengirim sebuah pesan pada Ranna. Menanyakan di mana keberadaan cewek itu. Ranna bilang, dirinya masih di perpustakaan dan cewek itu mungkin akan selesai sebentar lagi. Tapi jam istirahat akan selesai beberapa menit lagi. Apa Echa akan sempat untuk mengatakannya pada Ranna.
Echa berdecak. Ia memilih berjalan menuju kelasnya. Berharap Ranna segera kembali. Echa berdiri di depan kelas dengan gusar. Menoleh ke arah kanan dan kirinya berkali-kali untuk memastikan kedatangan Ranna. Tak lama senyum cewek itu terbit ketika melihat Ranna berjalan ke arahnya.
"Ran," Echa memanggil cewek itu.
"Ada apa Cha? Apa ada hal penting yang mau lo bicarain?" Tanya Ranna yang seolah mengerti dengan sikap Echa.
"Gue mau ngomong penting sama lo. Lo harus hati-hati Ran."
Ranna mengerutkan keningnya. Bingung dengan ucapan Echa yang tiba-tiba itu. "Hati-hati kenapa?"
"A─" belum sempat Echa menyelesaikan ucapannya. Bel masuk sudah berbunyi. Teman sekelasnya yang berada di luar segera masuk ke kelas. Membuat pembicaraan mereka harus terhenti.
"Gimana Cha?"
Echa menghela nafasnya kasar. Mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk membicarakannya. Tapi ia harus segera memberitahu Ranna. Kalau tidak ia takut jika ada sesuatu yang tidak diinginkannya terjadi.
"Nanti gue kasih tahu."
"Oh, oke." Ranna mengangguk mengerti. Meskipun ia agak bingung dengan sikap Echa, karena Bu guru yang mengajar mereka juga sudah berjalan menuju kelasnya. Mereka tak punya pilihan lain selain  masuk ke dalam  kelas.
***
"Ran, lo nggak lupa kan, setelah ini ada seleksi ekskul basket." Luluk memberi tahu Ranna yang berjalan di samping kirinya.  
"Nggak dong."
"Oh, kalian nanti ada seleksi ya?" Shinta menyahut dari samping kanan Luluk.
"Iya, Shin. Gue sama Luluk ada seleksi nanti."
"Oh, kalau gue sih udah dari kemarin dan gue udah diterima. Semangat ya, gue yakin kalian pasti juga keterima," Shinta menyemangati. Membuat ke-dua temannya tersenyum.
"Siyap, Shin. Gue juga yakin, gue sama Ranna bakalan keterima," Luluk menambahi.
"Ayo, Ran. Kayaknya udah pada mau kumpul tuh. Kita ganti baju dulu yuk. Lo nggak lupa kan bawa baju olahraga?"
"Nggak kok."
"Ya udah deh. Kalian pulangnya pasti masih lama, gue pulang dulu ya." Shinta pamit.
"Ok!"
"Ranna!" Suara panggilan seseorang menghentikan langkah mereka bertiga. Mereka berbalik. Menatap seseorang yang berlari ke arah mereka bertiga. Shinta yang berniat pergi pun berhenti ketika melihat kedatangan Echa.
"Ran, lo mau kemana?" Tanya Echa sambil melihat Ranna dan kedua temannya bergantian.
"Sorry, Cha. Gue lupa. Gue mau seleksi  basket," Ujar Ranna merasa bersalah, karena dirinya melupakan janji dengan Echa untuk bicara.
"Oh iya. Lo mau bilang apa? Di sini aja," Ranna menatap Echa yang masih bergeming. Cewek itu seperti berfikir sebentar sebelum menjawab ucapannya.
"Gimana kalau nggak di sini, Ran?"
"Emang ada apa sih?" Luluk bertanya dengan nada tidak suka. Dirinya seperti melihat gelagat aneh dari sikap Echa dan itu membuatnya tidak suka.
Echa hanya menatap Luluk sekilas dengan sinis tanpa menjawab pertanyaan cewek itu. Lalu matanya beralih menatap Ranna. Echa menggigit bibir bawahnya. Ia sedikit ragu untuk mengatakan. "Emm─" sebuah peluit yang terdengar  membuat Echa tidak sempat bicara.
"Ran, kita harus cepat ganti baju. Udah hampir dimulai," kata Luluk sambil menarik tangan Ranna.
"Cha, gue seleksi dulu ya. Kita bicarain besok aja ya," Ranna sudah pergi sebelum Echa menjawab. Echa ingin menahannya sebentar tapi Ranna sudah buru-buru pergi. Echa menghela nafasnya kasar.
Echa hanya menatap kepergian Ranna dengan gusar.
"Lo mau bicara apa sama Ranna?" Shinta yang belum pernah pun bertanya. Karena memang sedari tadi ia tidak ikut bicara. Kini cewek itu menatap Echa. Seolah mengintimidasinya.
"Nggak penting kok buat lo!" Jawab Echa ketus. Lalu pergi dari sana. Shinta berdecak kesal dengan sikap Echa. Cewek itu sepertinya sedikit menjengkelkan menurutnya.
***
"Ran, sini!" Luluk melambaikan tangan pada Ranna yang baru saja selesai ganti baju. Cewek itu berjalan menuju lapangan basket. Tepatnya menghampiri Luluk.
"Belum dimulai kan?" Tanya Ranna ketika sudah berdiri di samping Luluk.
"Udah sih. Tapi masih cowok, kita nanti setelah para cowok," Ranna manggut-manggut mendengar ucapan Luluk.
Beberapa menit kemudian pendaftar baru cowok sudah selesai melakukan seleksi. Tinggal yang cewek.
"Oke! Yang cowok udah ya. Sekarang giliran yang cewek. Yang cewek shoot satu kali. Usahain kalian bisa dapat poin. Gue panggil satu persatu." Kata Saga sebagai ketua basket. Cowok  itu memanggil nama yang tertera di kertas yang dibawanya.
"Lala Kharisma," Nama yang dipanggil maju.
Luluk menyenggol lengan Ranna. "Ran, lo tahu siapa nama ketua basket itu?"
"Nggak tahu sih. Soalnya gue sebelumnya nggak ikut basket. Tapi kayak pernah lihat. Anak kelas dua belaskan?"
"Iya, dia namanya Saga. Salah satu cowok populer di sini. Banyak cewek yang ngejar dia. Dia juga temannya Afriyan si ketua OSIS," ungkap Luluk.
Ranna menoleh ke arah Luluk, "Gimana lo tahu?"
"Pernah lihat mereka sering bareng aja sih," Luluk mengambil botol yang ada di sampingnya dan meminumnya. 
Ranna ingin menjawab ucapan Luluk. Namun sayangnya, nama Luluk sudah dipanggil. Luluk berdiri, berjalan menuju lapangan untuk seleksi.
Ranna menolehkan kepalanya ke kanan, tepatnya pada lorong kelas. Ia merasakan ada sesuatu yang aneh di sana. Seperti ada orang yang memperhatikannya. Cewek itu celingak-celinguk. Tapi ia tidak menemukan  siapapun di sana. Ah, mungkin hanya perasaannya saja. Ranna kembali melihat ke lapangan. Bola yang Luluk lempar sudah masuk ke dalam ring. Ia ketinggalan melihat aksi Luluk yang melakukan shooting.
Luluk berhasil. Cewek itu tersenyum puas. Saga memanggil seseorang lagi.
"Ok, bagus! Lanjutnya Cahya Karissa."
Luluk menghampiri Ranna,"Kak Luk lo berhasil," Ranna mengangkat tangannya. Mengajak tos ria dengan Luluk.
"Ya dan lo juga harus berhasil. Oke?"
"Oke! Gue coba nanti," Ranna tersenyum lebar. Dirinya jadi lebih bersemangat mendengar ucapan Luluk.
"Ranna Melyndra."
"Ran, nama lo dipanggil."
"Iya, kak Luk. Doain gue berhasil," Ranna berdiri. Ia berjalan ke tengah lapangan. Ia mengucapkan doa. Bismillah, semoga dirinya berhasil.
Ranna mengambil bolanya. Ia mengambil ancang-ancang. Setelah yakin dengan posisinya, ia melempar bola. Bola itu melayang ke udara. Lalu jatuh dan tepat masuk ke dalam ring. Yes, ia berhasil.
Ranna langsung menatap Luluk. Luluk tersenyum lebar menanggapinya. Ia senang.
"Ok! Bagus tepat sasaran. Lanjutnya,  Kamila Cahya."
Ranna beranjak. Ia harus kembali untuk memberikan tempat pada pemain selanjutnya. Namun ketika baru saja berjalan dua langkah, Ranna merasakan sesuatu yang licin di bawah sepatunya. Tanpa berancang-ancang ia merasakan tubuhnya seperti melayang, tidak berpijak pada tanah. Lalu setelahnya tubuh Ranna membentur lantai lapangan cukup keras.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (54)

  • avatar
    Mamakalling11

    1000

    22d

      0
  • avatar
    Gladis Anasa Gladis

    yee

    31/07

      0
  • avatar
    RiopratamaJudika

    gak ada

    12/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด