logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

6. Jatuh

Sebuah motor berhenti tak jauh dari sebuah rumah kecil. Rumah yang sederhana dan nampak seperti sunyi. Meskipun sebenarnya ada penghuninya di rumah. Namun seperti tidak ada suara di rumah itu. Hanya sesekali terdengar suara. Lalu setelahnya suara itu lenyap lagi.
Orang yang berada di atas motor itu memperhatikan rumah itu. Ia sudah lama sekali tidak ke rumah itu. Ada beberapa hal yang menahannya untuk datang. Sehingga ia sedikit ragu untuk mampir. Walau pada akhirnya ia masih saja tidak berkutik dari tempatnya.
Angin malam terhembus, terasa dingin menembus kulit. Membuat orang itu mengeratkan jaket yang ia pakai. Tak ada yang ia lakukan, hanya diam dan memperhatikan. Ia juga tidak berniat untuk mampir ke rumah itu. Tak lama kemudian seseorang keluar dari rumah itu. Untung saja jaraknya tempatnya dari rumah itu agak jauh. Jadi ia tidak perlu bersembunyi kalau ketahuan. Orang yang baru saja keluar dari rumah itu nampak berdiri di luar rumah dan melihat langit malam yang tampak cerah. Bulan sabit terpampang jelas di langit. Awan juga terlihat enggan untuk menutupinya.  Bintang-bintang juga tidak malu untuk menampakkan sinarnya. Sungguh cerah malam ini. Tapi apa mungkin secerah orang yang melihatnya? Ia merasa tidak yakin.
Orang yang berada di atas motor itu menangkap raut wajah yang menurutnya nampak sendu. Kemudian penghuni rumah itu masuk. Menutup pintu dan jendela rumah. Lalu mematikan lampu di ruang tamu. Rumah itu jadi nampak gelap. Kali ini benar-benar seperti rumah kosong.
Orang itu masih berada di atas motornya. Melihat jam yang ada di tangannya. Jam menunjukkan pukul sepuluh kurang dua puluh menit. Ia menghidupkan mesin motornya. Kemudian menjalankan pergi dari jalanan itu.
***
Lampu jalan sudah menyala sedari tadi. Sudah pukul sepuluh malam. Ranna mengayuh sepedanya di jalanan yang cukup sepi. Ia baru selesai kerja dari toko roti. Karena tadi, Tante Diana mendapat pesanan lumayan banyak. Jadi Ranna ikut membuat beberapa roti yang ia bisa.
Ranna menoleh ke belakang. Ia sedikit merasa aneh. Seperti ada yang mengintainya. Tapi tidak ada apa pun di belakangnya. Jalanan terlihat sepi.
Namun tiba-tiba ada cahaya dari belakang. Sebuah motor melaju cepat. Ketika melewatinya, motor itu mepet  sepedanya. Membuat Ranna  hilang kendali dan jatuh ke jalanan beraspal.
"Aduh," Ranna mengaduh. Sepedanya jatuh tepat berada di sampingnya. Motor yang baru saja menyerempetnya sudah berjalan menjauh. Ranna tidak tahu pasti siapa orang itu. Entah laki-laki atau perempuan. Yang pasti orang itu memakai jaket hitam.
Ranna melihat bajunya sedikit kotor terkena tanah yang ada di tepi jalan. Ia membersihkannya. Sebuah motor ninja berhenti di dekat sepedanya.
"Lo kenapa?" Seorang cowok turun dari motornya dan membantu Ranna berdiri. Ranna sempat bingung juga sedikit terkejut melihat kedatangan cowok itu.
"Aku nggak papa kak," balas Ranna. Cowok itu mengangkat sepeda Ranna dan menurunkan standar sepedanya agar bisa berdiri.
"Lo diserempet?" Suara dingin itu membuat Ranna sedikit kikuk. Ia tidak tahu pasti apa motor tadi sengaja menyerempetnya atau tidak.
"Iya kak. Mungkin orangnya nggak sengaja kali."
"Nggak sengaja?" Cowok itu mengulangi kata Ranna yang menurutnya terdengar tidak masuk akal. "Kalau nggak sengaja, nggak mungkin lo ditinggalin gitu aja."
Ranna terkekeh pelan. Merutuki kebodohannya. "Iya kak. Tapi nggak papa kok. Kak Afriyan sendiri ngapain di sini?"
Cowok itu yang tak lain adalah Afriyan. Terdiam dulu sebelum menjawab. "Ng─nggak sengaja lewat sini. Lo ada yang sakit?"
"Nggak papa Kak. Ini cuma luka ringan kok. Nanti kalau dikasih obat merah juga cepat sembuh." Ranna tersenyum, berusaha meyakinkan kalau ia baik-baik saja. Cewek itu memegang setir sepedanya.
"Lo bisa pulang sendiri?"
"Bisa Kak. Makasih Kak udah bantuin aku."
"Hmm." Afriyan berdehem.
"Aku pulang dulu Kak." Ranna menaiki sepedanya. Mengayuhnya pelan karena sejujurnya lukanya tadi cukup sakit jika ia pakai bersepeda seperti ini. Tapi tidak apa. Ia harus segera sampai di rumahnya.
Afriyan menaiki motornya kembali.
Sebelum pergi ia melihat sekitarnya. Tidak ada yang mencurigakan menurutnya atau mungkin dirinya saja yang tidak tahu.
***
Ranna berjalan di lorong sekolah. Belum terlalu banyak siswa yang datang. Ia melihat sikutnya yang sekarang sudah terbalut hansaplast. Lukanya sudah tidak terasa sakit. Tadi malam, sudah ia obati. Untung saja, ibunya tidak pulang ke rumah dan Abangnya juga tidak ada di rumah. Jadi ia tidak ditanyai. Bukan ditanyai. Mungkin lebih tepatnya ia tidak dimarahi karena pulang malam. Jika ia dimarahi Ranna bisa memakluminya. Mungkin itu adalah bentuk kekhawatiran dari ibunya. Mungkin saja.
"Ranna." Echa muncul dari belakang Ranna.
"Cha, tumben udah datang?"
"Ya iyalah. Hari ini kan gue ada piket," ujar Echa sambil terkekeh.
"Ih, kebiasaan lo."
"Ya nggak papa kali, Ran. Dari pada nggak," Echa tertawa, diikuti Ranna. Echa menghentikan tawanya ketika melihat sesuatu.
"Ran sikut lo kenapa?" Echa memegang sikut Ranna yang dihansaplast. Ranna meringis.
"Eh, sorry-sorry, ini kenapa?"
"Jatuh dari sepeda kemarin."
"Kok bisa?"
"Ya bisalah. Udahlah buruan piket nanti nggak cepet selesai lo," Ranna mendorong Echa agar segera masuk ke kelas. Cewek itu hanya pasrah. Dia segera masuk ke kelas.
 
***
Echa keluar dari bilik toilet. Dirinya berjalan keluar. Ia melewati lorong. Lorong ke kamar mandi memang sepi di jam-jam istirahat seperti ini. Bagaimana tidak? Semua orang pasti lebih memilih pergi ke kantin. Jika tidak ada panggilan alam seperti dirinya.
Ketika akan melangkahkan kakinya di persimpangan lorong. Langkah Echa terhenti. Ada sesuatu yang membuatnya menghentikan langkahnya. Ia mendengar suara orang sedang mengobrol. Punggungnya menempel pada tembok. Berusaha mendengarkan orang yang sedang bicara dekat dengan tembok itu, yang berbeda dengan dirinya.
Suara mereka samar-samar. Namun dirinya bisa mendengarnya dengan jelas. Ada dua kalau tidak tiga orang yang sedang bicara. Sepertinya mereka membicarakan hal yang penting.
Lo harus ikutin apa yang gue suruh
Tujuan kita cuma Ranna kan?
Iya
Ok, gue bakal lakuin
Echa tertegun. Dirinya yakin hanya dua orang yang bicara. Tapi satu nama yang disebut salah satu orang itu membuatnya kaget. Ada apa dengan Ranna? Apa mereka akan menyelakai Ranna atau malah sebaliknya. Ia pikir, mungkin opsi pertama yang benar.
Echa kalut dengan pemikirannya. Sampai ia tidak sadar. Dua orang itu sudah pergi. Ia tidak sempat melihat dengan jelas wajah mereka berdua. Tapi dirinya seolah mengenali salah satu dari mereka. Bahkan suara salah satu dari mereka Echa sepertinya pernah dengar. Ya, mungkin. Semoga saja ia tidak salah orang.
***

หนังสือแสดงความคิดเห็น (54)

  • avatar
    Mamakalling11

    1000

    23d

      0
  • avatar
    Gladis Anasa Gladis

    yee

    31/07

      0
  • avatar
    RiopratamaJudika

    gak ada

    12/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด