logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 6 Cinta Segitiga

Malam itu, aku menghabiskan waktu di Mall VibeUs. Sudah lama rasanya semenjak sibuk di usia dua puluhan, tidak menginjakkan kaki di tempat yang paling kusukai itu. Biasanya setiap weekend, keluarga kami akan pergi berbelanja ke sana. Namun beberapa hari belakangan, kebersamaan kami sepertinya semakin memudar.
Saat itu, aku pergi tanpa mengajak siapa pun. Pertengkaran hebat di rumah, membuatku enggan untuk mengajak ayah ataupun ibu. Tidak ada yang salah dengan mereka mungkin mentalku saja, yang terlalu lemah untuk menerima kondisi semacam itu.
"Gak ada yang lebih baik daripada kesendirian." Aku menaiki tangga eskalator. Beberapa pasangan muda di depan sana tampak bergandengan mesra. Sebenarnya ada sedikit rasa iri pada mereka, tetapi buru-buru kutepis.
"Katanya di sana ada diskon besar-besaran, loh." Gadis cantik di sampingku berbicara pada temannya—yang memakai setelan outfit terang, di depannya.
Aku memberanikan diri untuk bertanya pada gadis itu. "Kalo boleh tau, diskon di mana, ya, Mbak?"
"Para ciwi-ciwi memperebutkan gaun elegan yang dijual oleh Rainess Desain." Gadis yang mengenakan outfit gelap itu tersenyum padaku.
"Makasih infonya, Mbak." Aku melangkahkan kaki meninggalkan mereka, karena tangga eskalator telah mencapai tingkat atas.
Gadis itu tampak mengangguk pelan, sebelum aku beranjak pergi. Tidak lama setelahnya, aku pun menuju ke sebuah toko, yang dikerumuni banyak orang di depan sana.
"Kok tumben Rainess Desain promo di akhir tahun?" gumamku. Saat aku mendekat ke keramaian itu, aku tidak sengaja melihat seseorang yang mirip dengan Satria. Apa itu memang pria itu atau hanya khayalanku lagi?
Siapa wanita yang bersamanya? Aku belum pernah melihat gadis itu sebelumnya. Apakah Satria berselingkuh? Karena penasaran, aku pun memutuskan untuk menyelidiki hubungan mereka.
"Permisi, Mbak. Apakah Anda tertarik untuk membeli produk kami?" Seorang resepsionis wanita tiba-tiba menyapaku. "Sekarang, ada promo besar-besaran dengan harga yang murah di kantong."
"Eh, maaf, Mbak." Aku mengembangkan seulas senyum. "Tapi, saya hanya melihat-lihat saja."
"Jika ada desain pakaian yang Anda minati, Anda bisa memberitahu saya nanti," ucapnya sambil membalas senyumku.
Aku mengangguk, lalu berpura-pura memilih pakaian di sana. Jika dipikir-pikir, aku mana punya uang untuk membeli satu baju dari desainer terkenal, di Kota Annora itu. Aku harus bagaimana?
Wanita yang memakai kaos polo dilapisi sweater rajut di depan sana, tampak bergandengan mesra dengan Satria. Aku pun bersembunyi di belakang gaun besar berwarna merah. Sial! Kenapa mereka malah mendekat ke arahku?
"Avael, aku boleh gak beli gaun ini?" Wanita yang kuperkirakan berusia sekitar delapan belas tahunan itu, merayu Satria dengan wajah sok imutnya. Benar-benar pemandangan yang menjijikkan!
Saat aku sibuk mengawasi gerak-gerik mereka, tanpa sengaja kakiku tersandung. Kabel memanjang yang terbentang tidak sengaja kuinjak.
"Siapa yang meletakkan kabel sepanjang itu di sini? Apakah ada perbaikan listrik di Mall VibeUs?" Aku berdecak kesal. "Aduh, kakiku sakit sekali!"
"Hei, kamu Sela, kan?" Suara itu terdengar tidak asing di telingaku. Buru-buru aku menoleh ke arah sumber suara itu.
"Sa Satria?" Aku berdiri, dan berpura-pura tidak tersandung apa-apa. Aku tidak ingin dia menertawakan kekonyolanku itu.
"Kamu pergi dengan siapa?" Suara yang terdengar berat itu begitu menyayat hati. Aku sungguh merindukan sosok pria, yang selalu memberikanku motivasi selama ini.
"Kamu gak apa-apa, kan?" Gadis di samping Satria bertanya.
"Gak kok. Oh iya, ini siapa kamu, Sat?" Aku balik bertanya dengan tatapan penuh selidik. "Kok aku belum pernah liat sebelumnya, ya?"
"Kok kamu manggil Avael dengan panggilan yang norak, sih?" Gadis itu mengerucutkan bibirnya.
Aku sontak menutup mulut dengan tangan. Aku benar-benar lupa, jika nama Satria hanya boleh dipanggil oleh orang-orang terdekatnya saja.
Dulu, setelah aku menikah dengan Avael, dia memintaku untuk memanggilnya dengan sebutan yang berbeda dari yang lain. Nama Satria terpilih, karena aku sering menyebut itu ketika marah padanya.
"Sela, dari mana kamu tau nama panggilan itu?" Mata hitam pekat milik pria itu menatapku dengan tajam. Tatapan itu membuat jantungku berdegup kencang.
"Hum, aku tuh suka kasih nama orang dengan panggilan yang unik. Hehehe," ucapku berbohong.
Mereka saling berpandangan, mungkin agak bingung dengan jawaban dariku. Tidak lama setelahnya, Satria tiba-tiba memberikan sebuah boneka kelinci padaku. Tentu saja, hal itu membuatku sangat terkejut.
"Bo boneka kelinci?" Bibirku bergetar. Aku tidak mampu mengatasi kegugupan yang timbul.
"Ya, untuk Angelic. Rumah kalian, kan, deketan tuh. Titip salam buat dia, ya?" Satria tersenyum hangat.
Rasanya aku ingin sekali menghilang dari tempat itu. Tanpa kusangka sebelumnya, ternyata boneka yang dia berikan adalah untuk sahabatku—Angelic. Benar-benar di luar ekspektasi!
"Iya, Sat." Aku mengalihkan topik pembicaraan. "Oh iya, kamu belum jawab pertanyaanku tadi. Cewek yang sama kamu ini siapa?"
"Jangan panggil dengan sebutan Satria, panggil Avael aja. Aku gak suka dengan nama panggilan aneh itu." Pria itu menjawab dengan wajah datar. Nadanya juga terdengar sangat dingin, seakan tidak menghargai lawan bicaranya.
Aku kembali dibuat bungkam oleh perlakuan pria itu. Padahal, Satria di masa depan sangat menyukai nama panggilan itu. Namun, kenapa di masa lalu justru sifatnya malah berbanding terbalik? Banyak yang berubah dari orang yang sangat kucintai itu.
"Jangan bengong! Nih, aku titip, ya. Awas jangan gak dikasih!" Satria memberikan boneka berukuran sedang itu kepadaku. Aku mengambilnya sambil menahan tangis.
"Iya iya," jawabku singkat.
"Oh iya, soal cewek ini, dia ini adik perempuanku. Jadi, jangan berpikir yang enggak-enggak soal aku dan dia."
"Rossalyn Aprila Wyn." Gadis bermata ungu itu mengulurkan tangannya. Sedangkan, aku hanya mengangguk.
"Aiessela Augustine," timpalku setelahnya.
Percakapan kami selesai sampai di sana. Kemudian, mereka pergi meninggalkanku seorang diri di toko itu. Pertanyaan demi pertanyaan mulai bermunculan di kepalaku. Apa yang membuat Satria berubah secepat itu?
Aku melirik arloji berwarna merah muda di pergelangan tanganku. Waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam. Namun, aku tidak kunjung berniat untuk pulang ke rumah; lelah rasanya mendengar perdebatan yang sama sepanjang malam.
Karena telah terlanjur berada di Toko Rainess, aku pun mencari pakaian yang mungkin memiliki harga murah. Bagi orang-orang di sana mungkin gaun-gaun itu semurah permen, tetapi tidak untuk gadis sederhana sepertiku.
"Gaun ini mahal banget. Uang yang kubawa mana cukup untuk membelinya. Apakah harganya gak bisa diturunkan lagi?" gumamku. Aku mengambil dompet di dalam tas. Namun, sesuai perkiraan, uangku memang tidak cukup untuk membawa gaun itu pulang bersamaku.
"Halo, Cantiknya Zeo!" Zeo yang muncul tiba-tiba di sampingku, sontak membuatku terkejut. Dompet yang kupegang seketika jatuh ke lantai; lembaran uang-uang itu juga ikut berserakan.
"Lo kek punya portal aja, sih! Di mana-mana selalu ada." Aku memungut uang itu, lalu memasukkannya kembali ke dalam dompet. "Sejak kapan lo ada di sini, Ze?"
"Barusan, sih. Sorry deh, gue bikin lo kaget mulu." Pria yang mengenakan jaket ala-ala mafia itu, menyilangkan tangannya. "Ngapain malam-malam sendirian di sini, Sel?"
"Lo yang ngapain?" Aku balik bertanya dengan nada kesal.
"Gue nemenin mama gue shopping-lah. Biasalah emak-emak zaman now emang begitu."
"Ze, gue mau lo jujur sama gue." Aku menarik lengannya keluar dari toko pakaian Rainess. "Ikut gue bentar. Ada yang mau gue omongin."
Beruntung, Zeo datang tepat waktu. Sehingga, aku mempunyai alasan untuk keluar dari tempat menyesakkan itu.
Pria berambut pirang itu tampak menurut, dan mengikuti langkahku. Orang-orang yang kami temui sepanjang jalan, seakan tidak berhenti menatap Zeo. Aku tidak mengerti, kenapa mereka terpesona dengan fisik, yang menurutku terlihat biasa-biasa saja itu?
"Lo cuma mau mainin gue doang, kan?" Aku bertanya setelah kami menemukan tempat duduk di luar mall. "Decrivtio udah cerita sama gue. Kalian taruhan, kan?"
Alis pria itu tampak mengangkat. "Lo ini ngomong apa, sih?"
Aku menatap mata cokelat itu dengan tajam. "Lo gak liat chat Decrivtio di GC?" Aku membuka layar ponsel, lalu memperlihatkan pesan yang kumaksud pada pria di depanku itu.
"Dia cuma pengen jatuhin reputasi gue, Sel." Zeo mengambil ponselku, lalu menghapus nomor Decrivtio dari kontak. "Dia itu cuma pengaruh buruk buat lo."
"Playboy kayak lo mana ada yang mau ngakuin kesalahannya." Aku merebut kembali ponselku dari tangan pria itu. "Decrivtio itu sahabat lo, dan gak mungkin gak tau soal segala keburukan lo, Ze!"
"Gue bukan orang yang kayak gitu, Sel." Zeo mengelak.
"Bukti ada di depan mata lo sendiri, dan lo gak mau ngaku? Wah, wah, manupulatif banget." Aku menyilangkan tangan. "Hem, emang apa sulitnya mengakui kesalahan?"
Zeo meninggalkanku tanpa mengucapkan penjelasan apa pun. Aku menyusul langkah pria itu. Meksi, dia berjalan dengan semakin mempercepat langkahnya. Tidak lama setelahnya, kami berhenti di depan mesin es krim.
"Mau yang mana?" Zeo bertanya tanpa menoleh ke arahku. Kemudian, dia memasukkan blackcard miliknya ke dalam mesin pembayaran.
"Gue nanya, lo itu cuma mainin gue, kan?" Aku sedikit menaikkan intonasi sambil berkacak pinggang. Emosi sudah mencapai batas, aku sudah tidak tahan lagi dengan tingkah pria itu.
"Jika dari awal kamu menganggap aku sebagai orang yang jahat. Maka nantinya, kamu akan tetap selalu berpikir seperti itu." Zeo memberikan sebungkus es krim rasa vanilla padaku. "Tapi, pemikiran pertama seringkali salah, Sel."
Aku menghela napas, lalu melanjutkan pembicaraan, "Ze, kok kamu tahu kalo aku dari masa depan?"
"Kamu pernah bilang, aku akan menembakmu di masa depan, kan?" Zeo menatapku. "Apa yang membuatmu berpikir kalo aku akan sejahat itu?"
"Karena cinta akan membuat mata hati menjadi buta." Aku meneteskan air mata yang tidak dapat kubendung lagi. "Jika memilih satu cinta dari satu pria, pilihan itu akan menyakiti hati lain yang telah tertolak."
Zeo mengernyitkan dahi, lalu meletakkannya es krim yang belum dia buka di atas mesin. "Jangan bilang kalo kamu menolak aku demi pria lain!"
Aku mengangguk pelan. "Ya, aku telah menjadi istri orang lain di masa yang akan datang, Ze."
Zeo mundur beberapa langkah. Aku dapat melihat keterkejutan di wajahnya.
"Sela, apa yang baru saja kamu katakan ... itu sangatlah menyakitkan." Suara itu terdengar lirih. Wajah itu murung, lalu tertunduk. Apakah aku telah menghancurkan kebahagiaan orang lain?
"Ze, aku minta maaf." Aku mendekati pria itu, lalu mendekapnya lembut. "Aku ... aku gak bermaksud menyakiti perasaanmu, Ze."
"Hal yang sepele bagi kamu, belum tentu sepele bagi orang lain, Sel." Zeo mendongak. Aku melihat pipi pria itu, tampak basah oleh deraian air mata.
"Aku ... aku hanya mengatakan apa yang akan terjadi di masa depan," ucapku dengan bibir bergetar.
"Jika kamu kembali ke masa lalu, karena aku membunuhmu di masa depan. Tolong! Beri aku satu kesempatan lagi untuk membahagiakan kamu, Sel."
Mataku sontak membeliak. Tanganku terasa bergetar. Pria itu sebelumnya, tidak pernah mengucapkan hal semanis itu kepadaku. Kenapa Zeo dan Satria seolah-olah memiliki kepribadian yang tertukar?
"Aku tau kamu akan kembali." Zeo melanjutkan perkataannya, setelah memberi kami jarak. "Jangan pernah meletakkan hati di tempat yang salah, Sel!"
Angin malam berhembus cukup kencang. Tidak lama setelahnya, gerimis pun mulai mengguyur tempat itu. Taman hiburan bagi pasangan muda-mudi itu tampak sepi, mungkin karena tempat itu memiliki tarif harga yang lumayan menguras kantong.
Aku masih berdiri di taman itu, menatapnya dengan penuh rasa penyesalan. Sedangkan pria itu, dia tetap memandangku dengan mata cokelatnya yang menghanyutkan.
Jika aku diberi pilihan, mungkin aku akan tetap memilih Satria. Namun, jika aku ditakdirkan bersama Zeo, aku akan mencoba mengikhlaskan semua kenangan kami.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (27)

  • avatar
    Resti Adila

    👍🏻👍🏻

    16/06

      0
  • avatar
    krocofalzz

    bagus

    13/06

      0
  • avatar
    HilaliyahLeli

    keren

    11/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด