logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 3 Pilihan Yang Sulit

Para cogan alias cowok ganteng tampak memadati gerbang. Aku berusaha untuk tidak terlihat histeris. Di Comfortable Of School (COS)—SMA paling populer di Kota Annora, memang hanya menerima 22% pelajar yang mencapai nilai sempurna. Aku merasa beruntung karena dapat mencuci mata tiap hari—dengan fasilitas mewah dan para kaum good looking.
Semua pelajar di sana rata-rata memiliki fisik yang good looking. Selain itu, mereka juga memiliki aset finansial yang "Melebihi orang kaya pada umumnya". Aku merasa sedikit insicure. Namun, tekad untuk bersekolah lebih tertanam kuat dibandingkan semua overthinking itu.
Aku bukanlah anak orang kaya raya seperti mereka. Ayahku hanyalah seorang karyawan perusahaan yang memiliki gaji pas-pasan. Namun, aku mungkin salah satu orang yang beruntung, karena masih dapat diterima di COS—nilai hasil tes menyelamatkan seluruh harapan di hari itu.
Aku memasukkan kartu pelajar ke dalam mesin—yang berfungsi untuk mengidentifikasikan identitas para pelajar di COS. Beberapa gadis yang mengantri di belakangku terdengar berisik sekali. Napasku berpacu kencang, setelah mendengar mereka mengejekku.
"Lihatlah, dia aneh, kan?" Suara salah satu dari gadis itu terdengar jelas.
Aku mengepalkan tangan sambil menahan emosi. Jika kami sampai berkelahi, itu pasti akan mengurangi poin nilai di kelas. Di tambah, namaku akan tertulis di buku hitam tahun itu.
"Kata orang-orang sih, dia keterima di sekolah elite ini, karena nilai hasil tesnya masuk tiga besar. Modal keberuntungan doang keknya." Gadis itu sedikit menekankan kalimat terakhirnya. Tentu saja, hal itu membuat darahku naik sampai kepala.
Aku membalikkan tubuh. "Coba ulangi perkataanmu!"
Tiga gadis yang sepertinya merupakan satu circle itu menatap sinis. Gadis yang memakai jaket ala-ala mafia mendorongku kasar, hingga membuatku terjatuh ke lantai. Tatapan tajam darinya semakin membuat emosi tidak dapat dikontrol.
Plak!
Tamparan keras darinya membuatku meringis kesakitan. "Gue bilang, lo keterima di sekolah ini cuman gara-gara nilai tes!" Gadis itu berteriak dengan nada mengejek.
Para siswa-siswi di sekitar kami mulai membentuk lingkaran padat. Banyak pasang mata yang memandangku dengan tatapan tajam.
Aku membatin, "Aku benci situasi tersudut seperti ini."
"Jangan pernah nyentuh calon pacar gue!" Suara beraksen dingin itu sontak membuat mataku membelalak.
"Tunggu hari ini berarti ...." Ucapanku terpotong, ketika seorang pria mengulurkan tangan di depan wajahku.
"Mulai hari ini, kalo ada yang berani macem-macem sama Sela, urusannya sama gue!"
"Zeo?" Air mata yang kutahan, akhirnya tumpah.
Zeo adalah ketua bullying nomor satu di SMA 1 COS. Junior maupun senior sepertinya sangat segan padanya. Ayahnya Zeo juga termasuk pebisnis sukses di bidang teknologi. Latar belakang keluarganya seakan membuat hidupnya mendekati sempurna.
Akan tetapi, aku masih tidak dapat mengerti pola pikir pria itu. Mengapa dia menjadi anak ternakal di sekolah? Dulu, aku juga sering dibully olehnya, sehingga tidak ada belas kasih ketika menolaknya waktu itu.
Para siswa-siswi yang menyaksikan kami pun bubar. Tidak lama kemudian, tiga gadis primadona sekolah itu mengemis maaf padaku. Aku tahu, mereka dipaksa oleh Zeo.
"Ya." Aku menjawab sebelum mereka mengemis terlalu lama. Sebagai sesama wanita, aku juga memiliki hati yang masih berfungsi. Lagi pula, aku tidak mungkin membiarkan mereka terus berlutut seperti itu.
"Makasih banget, Sel," ucap salah satu dari gadis itu. Rambut gadis yang diwarnai dengan gradiasi biru merah itu, terlihat sangat mencolok di banding yang lainnya. Apakah ia ketua geng dalam circle itu?
"Gue anter sampe kelas, ya?" Zeo mengembangkan seulas senyum padaku.
Aku meninggalkan pria macho itu seorang diri. Rasanya berat memaafkannya, setelah bullying yang dia lakukan selama ini padaku. Ya, ejekan-ejekan darinya masih terasa membekas di hati.
"Kamu pikir ini serial cerita yang berjudul, 'My boyfriend is pembullyku'. Aku gak mungkin senaif itu, Zeo." Aku melangkahkan kaki jenjang ke depan pintu utama, dan menganggap kejadian itu hanya seperti angin lalu.
Bangunan sekolah yang sangat tinggi itu, berhasil membuat kakiku merasakan pegal yang luar biasa. Lift masih diperbaiki, dan tidak dapat digunakan untuk sementara waktu. Entah aku yang sial, atau memang hari yang selalu berjalan dengan buruk. Pagi itu, aku terpaksa menaiki tangga hingga lantai enam belas.
Ruang kelasku berada di tingkat enam belas, dan itu merupakan kelas top one di COS. Terkadang, aku sering pamer ke medsos soal itu. Namun tidak jarang, banyak netizen yang menghujat postinganku.
Padahal, kebahagiaan seseorang tidak dapat disamakan dengan orang lain. Aku merasa bangga bisa mendapatkan tempat di kelas 16. Oleh karena itu, aku membagikan kebahagiaan itu lewat medsos.
"Orang lain selalu mengurus hidupku. Apa hidup mereka sudah benar-benar sangat sempurna?" Aku duduk di kursi nomor tiga—tempat duduk sesuai urutan nilai per Minggu.
Peraturan di COS memperbolehkan para siswa maupun siswinya untuk membawa ponsel. WiFi yang disediakan gratis oleh pihak sekolah, membuatku merasa sangat beruntung menimba ilmu di sana. Selama tidak melanggar hal-hal yang tidak diperbolehkan, pihak sekolah menjamin para pelajarnya tidak dikeluarkan dari sekolah.
"Zeo dari kelas lima belas mau nembak kamu lagi, Sel." Angelic berlari ke arahku, lalu menunjukkan layar ponselnya.
Mataku membulat ketika melihat postingan dari akun real pria itu. Apa-apaan dia!? Aku pun langsung berdiri dari tempat dudukku. Kemudian, turun ke lantai lima belas.
"Zeo!" Aku membuka pintu kelasnya dengan sangat keras.
"Hem, maksudnya calon masa depanmu, kan?" Zeo bersama para anggota gengnya berjalan mendekatiku. Cewek-cewek yang ada di ruangan itu berteriak histeris menyebut namanya. Namun, tampan saja tidak cukup untuk mendapatkan hatiku.
Pria itu memberikan sekuntum bunga mawar berwarna merah muda. Aku hanya bergeming, dan tidak mengambilnya.
"Gak ada penolakan." Suara berdamage dari pria itu membuat telingaku panas.
"Pelaku bullying sepertimu, jangan terlalu berharap mendapatkan cinta, dari korban yang pernah kamu tindas!" Aku membuang bunga itu ke dalam kotak sampah, di samping tempatku berdiri.
"Kamu tuh harusnya bersyukur, Sel. Cowok seganteng Zeo malah ditolak." Decrivtio—sobat akrab Zeo, memungut bunga mawar di dalam kotak sampah.
"Udahlah, cewek perlu waktu untuk berpikir. Iya, kan, Sel?" Zeo bersandar di dinding dekat pintu. "Gue bakal tunggu jawaban lo sampe jam lima sore ini."
Aku membuka pola sandi di ponselku, lalu menunjukkan sebuah postingan padanya. "Meksi, kamu posting ribuan foto dengan berjuta-juta rayuan. Aku gak akan pernah terima cinta kamu!"
Mata cokelat pria itu tampak menyipit. Tatapan datarnya membuatku bergidik. Apa yang telah kulakukan? Sial! Aku sepertinya telah membangunkan monster di dalam jiwanya.
"Jawaban terakhir pukul lima sore ini atau kamu bakal menyesali semuanya." Pria itu tersenyum smirk padaku.
Aku membatin, "Hari ini, jika aku menolaknya itu akan berimbas di masa depan. Zeo akan membunuhku untuk kedua kalinya. Tapi, jika aku menerimanya itu juga akan merubah takdir."
"Zeo itu gak suka penolakan, Sel," ucap Decrivtio dengan nada penuh penekanan. Setelahnya, dia mengembangkan seulas senyum yang terlihat mengerikan.
Aku meninggalkan kelas itu dengan kesal. Kenapa harus dihadapkan dengan pilihan sulit seperti itu? Aku tidak mungkin mencintai pembully, yang berulangkali membuatku ingin bunuh diri. Di lain sisi, ketakutan akan kematian membuatku berpikir dua kali untuk menolaknya. Jalan mana yang harus kupilih?

หนังสือแสดงความคิดเห็น (27)

  • avatar
    Resti Adila

    👍🏻👍🏻

    16/06

      0
  • avatar
    krocofalzz

    bagus

    13/06

      0
  • avatar
    HilaliyahLeli

    keren

    11/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด