logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

ILYMC7 WE ALL LOVE YOU

Hampir dua Minggu Ardian di rawat di rumah sakit. Selama itu pula Lily tidak pernah absen untuk datang dan menjenguk Ardian setiap pulang sekolah.
Untunglah ini baru awal ajaran sekolah, jadi masih belum banyak pelajaran. Ardian dan Lily baru saja naik ke kelas 11. Dan seperti biasa, Ardian adalah bintang kelasnya. Meskipun prestasi sekolahnya tidak berbanding lurus dengan kehidupan sosial Ardian.
Walaupun mendapatkan limpahan kasih sayang keluarga dan sahabat satu-satunya, ternyata itu belum cukup bagi Ardian. Dirinya masih merasakan ada yang kurang dalam hidupnya. Rasa tertekan dan tidak percaya diri, menyebabkan Ardian melakukan hal bodoh yang membuatnya bisa kehilangan nyawa.
"Apa kalian sudah selesai berkemas?" tanya Galvin kepada Lily dan adik semata wayangnya.
Galvin saat itu baru saja menyelesaikan urusan administrasi pembayaran untuk perawatan Ardian selama Ardian dirawat di rumah sakit. Kemudian dia kembali ke ruang rawat untuk mengecek apakah Ardian yang dibantu Lily, sudah selesai membereskan semua barangnya.
Kebetulan hari ini hari Minggu. Ketika mendengar bahwa hari ini Ardian sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah, Lily meminta Galvin untuk mengajaknya menjemput Ardian. Galvin sama sekali tidak merasa keberatan. Sedangkan Murni dan Irwan tidak bisa ikut menjemput Ardian, karena Murni ingin memasak beberapa makanan kesukaan Ardian untuk menyambut kepulangan putranya itu. Sedangkan Irwan harus menyelesaikan beberapa urusan.
"Bentar lagi, Bang," jawab Lily sembari memasukkan baju Ardian ke dalam travel bag. Sedangkan Ardian yang masih lemah, hanya duduk di sofa sambil memperhatikan Lily yang membereskan baju-baju serta barang-barangnya yang lain.
"Sudah selesai. Ayo sekarang kita pulang," kata Lily sambil mengangkat travel bag yang berisi baju-baju Ardian.
Galvin langsung mengambil travel bag yang dibawa oleh Lily.
"Ly, kamu tuntun Ian keluar ya? Bang Galvin ambil mobilnya dulu di tempat parkir. Kamu dan Ian tunggu saja abang di halaman rumah sakit!" titah Galvin.
"Iya, bang," jawab Lily sembari menganggukkan kepalanya.
Galvin segera bergegas keluar dari ruangan. Sedangkan Lily menuntun Ardian sambil menggandeng lengannya. Sebetulnya seorang perawat sudah membawakan kursi roda untuk Ardian. Tapi Ardian menolaknya.
Sesampainya dirumah, tampak Murni dan dan Irwan sudah menunggu kedatangan mereka. Mereka membantu Ardian untuk masuk kedalam rumah. Sedangkan Lily mengikuti dari belakang.
"Ly, jangan pulang dulu. Ikutlah makan siang bersama kami," pinta Murni saat sampai di ruang makan.
Murni langsung membawa putranya itu ke ruang makan, karena ini memang sudah waktunya jam makan siang.
"Oke, Tan," jawab Lily.
Lily memang sudah terbiasa makan bersama dengan keluarga Ardian. Jadi Ia sudah tidak merasa sungkan lagi. Begitu pula dengan Ardian terhadap keluarga Lily.
Selesai makan siang, Lily pamit pulang. Karena Ia ingin memberikan Ardian waktu untuk beristirahat.
Ceklek
Ardian yang sedang berbaring menatap langit-langit kamarnya langsung memandang pintu kamarnya yang dibuka dari luar.
"Apakah kamu belum tidur, nak?" tanya Murni saat melihat putranya masih membuka mata.
"Ian nggak ngantuk, mam," jawab Ardian.
Murni berjalan mendekati putranya dan duduk di atas kasur disamping Ardian.
"Yan, ada yang ingin mama bicarakan," kata Murni sembari mengusap kepala putranya.
"Tentang apa mam?" tanya Ardian heran dengan kening mengerut melihat wajah serius ibunya.
Murni terdiam sejenak. Kemudian melanjutkan perkataannya.
"Kakek Rudy memintamu untuk tinggal di rumahnya," ucap Murni.
"Tapi kenapa?" tanya Ardian heran.
"Dia rindu padamu. Dan ketika mendengar kamu sakit, kakek dan nenekmu sangat sedih. Tapi mereka tidak bisa datang kemari karena kesehatan nenekmu yang menurun. Karena itulah kakek dan nenek memintamu untuk tinggal bersama mereka selama beberapa bulan. Apakah kamu tidak kasihan dengan kakek dan nenek?" bujuk Murni agar Ardian mau tinggal bersama orangtuanya.
"Tapi bagaimana dengan sekolah Ian? Ian pasti akan ketinggalan pelajaran kalau tinggal lama disana. Kan Ian bisa kesana kalau sedang liburan sekolah."
"Jangan khawatirkan tentang sekolah. Ian kan bisa mengikuti homeschooling. Atau kalau Ian mau, Ian boleh pindah sekolah disana," bujuk Murni lagi.
Ardian merasa ada yang aneh. Kenapa tiba-tiba saja ibunya ingin dia tinggal di rumah kakek dan neneknya. Bukan sehari atau dua hari. Tapi selama berbulan-bulan.
"Apakah mama tidak sayang Ian lagi? Apakah Ian sangat merepotkan sampai-sampai mama tidak mau Ian tinggal di sini lagi?" tanya Ardian dengan wajah sedih.
Murni terkejut. Dia tidak menyangka putranya itu akan berpikir demikian.
"Itu tidak benar, Yan. Jangan pernah berpikir seperti itu!" jawab Irwan yang tiba-tiba masuk kedalam kamar Ardian.
Irwan tadinya sedang mencari istrinya. Dan ketika melewati kamar Ardian, secara tidak sengaja Irwan mendengar perkataan Ardian.
Murni menatap suaminya seolah-olah meminta bantuan untuk memberi penjelasan kepada Ardian.
Dengan terpaksa, Irwan dan Murni menjelaskan tentang kondisi Ardian yang sebenarnya. Agar Ardian mengerti kenapa dia harus tinggal di rumah kakeknya.
"Kalau Ian tidak mau tinggal di rumah kakek, tidak mengapa. Papa akan mencarikan seorang psikolog lain yang ada di kota ini. Ini semua demi kebaikanmu, Yan," jelas Irwan.
Ardian tampak berpikir. Mungkin ini memang jalan terbaik. Meninggalkan semua yang membuat dia terluka untuk sementara waktu. Menyembuhkan hati dan fisiknya.
"Apakah mama dan papa akan sering-sering menengok Ian disana?" tanya Ardian.
"Tentu saja, nak. Mama akan sering-sering berkunjung jika papa sedang tidak sibuk," janji Murni.
"Abang juga akan sering berkunjung. Kalau perlu, abang akan datang setiap weekend dan mengajakmu pergi ke gym. Agar badanmu bisa lebih bugar dan sehat," sahut Galvin yang sudah berdiri dan bersandar di depan pintu dengan kedua tangan dilipat didepan dada.
Ardian memandangi abangnya yang penggila olahraga itu. Sebetulnya Ardian merasa iri dengan tubuh atletis Galvin. Tapi rasa malasnya mengalahkan setiap ajakan Galvin yang ingin membawanya pergi ke gym dan berolahraga. Ya, sejak kecil, mata pelajaran yang paling dibenci Galvin adalah pelajaran olahraga.
Ardian tampak berpikir. Dia ingin bisa menurunkan berat badannya. Tapi kali ini dengan cara yang benar dan sehat. Karena itulah akhirnya ia menerima keputusan orangtuanya, asalkan abangnya mau berjanji untuk menjadi personal trainer-nya. Dan Galvin pun menyanggupinya. Akhirnya Irwan dan Murni bisa bernafas lega.
"Kami sangat menyayangimu, nak" ucap Murni dengan mata berkaca-kaca sambil memeluk tubuh Ardian. Hal ini diikuti oleh Irwan yang memeluk Istri dan anak bungsunya itu. Sedangkan Galvin yang melihat hal itu juga tidak mau kalah. Dia ikut pula memeluk ketiga orang yang sangat disayanginya itu dengan perasaan haru.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (72)

  • avatar
    DITAPUSPAADYTIA

    omg ini tamat belum tapi agak mewek ah pas lihat andrian sama kaira jadian dan lansung emosi baca part itu adrian perhatian banget padahal mah udah ditolak si ka, .. uuuhh kasihan sama lily menahan sesak 😭 aku juga eh tapi nama nya juga cerita ❤kasih ending lily adrian ya jgan sama emak kaira 5 bintang deh heppy

    14/07/2022

      3
  • avatar
    XandraAlex

    untuk semua kalangan, usahakan, ajarkan kepada para dulurr, untuk tidak lagi menilai orang hanya sebatas penglihatan mata saja

    14/07/2022

      4
  • avatar
    Artawan12Adi

    sangat bagus

    25d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด