logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

BAB 7

Di sebuah ruangan gelap dengan beberapa cahaya lampu neon yang hanya berfokus di sebuah meja yang penuh dengan beberapa alat dan layar komputer, Deva dan James sedang berbicara secara virtual dengan seseorang bernama Mark yang ada di dalam sebuah layar besar.
“Jadi, bagaimana dengan hasil laporannya?” tanya Mark.
“Entahlah, aku sedikit ragu. Mungkin kita perlu melakukan riset kembali. Karena yang ku lihat dari beberapa wilayah terjadi perubahan yang sangat signifikan.” Jawab Deva menjelaskan.
“Baiklah, apa kau sudah berkoordinasi dengan pak kepala Ed?” tanya Mark.
“Untuk soal ini belum. Karena kemarin saat rapat kami hanya membicarakan soal peralihan perkerjaan pak kepala Ed ke Jerman selama satu bulan nanti.”
“Ah iya, aku dengar putrinya yang akan menggantikannya di kantor selama dia bertugas di Jerman ya?” tanya Mark seolah dia tahu tentang desas-desus yang terjadi di kantor GACRA.
“Iya, itu benar.”
“Tapi, bagaimana mungkin anak seni akan di perbantukan di kantor?” tanya James kali ini. Dia masih sangat heran dengan keputusan atasannya itu.
“Apa maksudmu?” tanya Mark sedikit keheranan mendengar apa yang di katakan oleh James beberapa saat yang lalu.
“Ya, maksudku bukankah putri pak kepala Ed masih berstatus sebagai seorang mahasiswa? Dan bukankah dia juga mengambil fakultas seni?” jelas James dengan pertanyaan di akhir kalimat.
Mark yang berada di dalam layar itu pun tiba-tiba tertawa setelah mendengar penjelasan dari James.
“Kenapa kau tertawa?” tanya James heran.
Mark tidak berhenti, dia terus saja tertawa dan mengabaikan James.
James menoleh ke arah Deva, dan kini keduanya sedang saling bertukar tatap heran.
“Apa pak kepala Ed sebenarnya memiliki putri yang lain selain Mina?” tanya Deva kali ini.
“Yang ku dengar putri pertamanya akan kembali dalam waktu dekat. Dia seorang wanita bernama Sera dengan pendidikan yang cukup tinggi. Dia juga mantan pekerja trainee di NASA. Namun, rumornya saat ini dia memilih untuk bekerja dengan perusahaan badan penelitian di Amerika dan... entahlah, aku tidak tahu dengan pasti. Tapi yang jelas, putri pertama pak kepala Ed adalah orang yang sangat berkompeten.” Jelas Mark dengan wajah yang mulai sedikit serius.
Deva dan James pun terdiam mendengar penjelasan dari Mark.
“Aku lega karena itu bukan Mina.” Kata James yang langsung menyandarkan tubuhnya di kursi.
“Memangnya ada apa dengan Mina si putri bungsu pak kepala Ed?” tanya Mark terkekeh. Padahal dia sendiri pun sangat tahu bagaimana sifat anak bungsu pak kepala Ed itu sebenarnya.
“Aku hanya malas melihatnya, yang pasti dia akan selalu menempel pada Deva jika memang dia yang akan di perbantukan di kantor ini!" gerutu James kembali bangkit dari sandarannya.
Deva mendelik ke arah James, "Heh! Itu tidak benar! Kau ini bicara apa James?!" sambar Deva yang langsung memukul James dengan secarik kertas yang sedang dia pegang.
Mark pun kembali tertawa melihat perseteruan yang terjadi di antara Deva dan James.
“Baiklah, kalau begitu aku menunggu laporan dari kalian selanjutnya.” Kata Mark yang tidak ingin membahas terlalu jauh soal Mina. Karena bagaimana pun membicarakan anak atasan itu tidak baik. Dan Mark bukan seorang penggosip seperti karyawan lainnya.
"Baiklah..." jawab Deva dan James bersamaan.
Bayangan Mark di layar pun akhirnya menghilang.
Deva dan James kembali melanjutkan pekerjaannya untuk memeriksa kembali beberapa laporan. Karena begitu banyak, sampai-sampai mereka pun merasa kepala mereka di buat pusing dengan semua berkas-berkas yang ada di hadapan mereka.
“Dev, bagaimana kalau kita istirahat sebentar dan meminum kopi?” usul James memijat pelipis matanya yang terasa sangat mengantuk.
“Hmm… ide bagus.”
“Iya, aku tahu kalau ideku itu memang selalu hebat dan bagus. Ayok!”
Deva hanya memutar bola matanya malas. Sementara James, dengan antusiasnya langsung menutup berkas yang ada di hadapannya.
***
Deva dan James sedang menyeduh kopi di pantry. Sebenarnya, mereka bisa saja menyuruh karyawan atau office boy untuk membuatkan mereka kopi. Namun, sepertinya tidak perlu. Karena yang mereka butuhkan adalah udara kebebasan dari ruang kerja mereka. Itulah kenapa sebabnya mereka memutuskan untuk membuat kopi mereka sendiri.
“Oh iya, aku lihat sepertinya Aiko sangat dekat dengan Yuen.” Kata James yang memulai pembicaraan sambil menyobek kemasan kopi.
“Iya, mereka memang seperti sahabat saat bersama. Bahkan terkadang mereka sering sekali melupakanku.” Jawab Deva menjelaskan namun tatapannya seakan sangat heran pada James yang selalu saja membahas soal Yuen.
James pun tertawa mendengar apa yang di katakan oleh Deva.
“Kau tahu, Yuen selalu saja memanjakan Aiko.” Celetuk Deva.
“Eh, bukankah itu pertanda bagus?”
Deva pun kembali menatap heran ke arah James.
“Y-ya, maksudku, siapa tahu kalian itu berjodoh untuk bersatu membesarkan Aiko bersama.” Lanjut James meralat perkataannya dengan ekspresi wajahnya yang terkesan meledek.
Deva masih mendelik dengan bibirnya yang dia buat seperti bebek meniru gaya bicara James. Tangannya bahkan mendorong wajah James sedikit agak kasar membuat James sedikit kaget di buatnya.
“Eh, kenapa?” tanya James keheranan.
“Kau terlalu banyak bicara!”
“Memangnya kenapa? Kurang cantikkah Yuen di matamu? Lalu gadis seperti apa yang sebenarnya kau cari Dev? Atau, jangan-jangan kau…?"
Perkataan James pun menggantung dan memikirkan hal yang macam-macam soal Deva. Dan dengan secepat kilat dia pun langsung menutup mulutnya yang sedang ternganga lebar.
“APA?!”
Deva pun langsung memukul James tanpa ampun. Karena walaupun James belum selesai bicara, Deva sudah sangat faham kemana arah pembicaraan James.
“Ampun!! Aku hanya becanda, Dev...”
Deva mendelik, dia langsung mengambil gelas berisi air kopi miliknya lalu pergi meninggalkan James.
James pun juga segera mengambil gelas kopi yang baru dia isi dengan air miliknya. Dan dia langsung berlari mengikuti langkah Deva.
***
Di lorong, James terus saja berbicara, sementara Deva hanya merespon semua perkataan James dengan dengusan pelan. Deva masih kesal pada James yang sudah menyangka dirinya macam-macam.
“Ayoklah Dev, aku rasa sepertinya Yuen memiliki perasaan padamu. Berhentilah untuk bersikap jual mahal seperti ini! Kau ini seorang pria, kau yang seharusnya mengejar cintamu itu!" kata James menyesuaikan langkahnya dengan Deva.
Mendengar perkataan James, Deva pun menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah James.
“Sekali lagi kau membicarakan hal ini, aku akan menyirammu dengan air kopi ini!” ancam Deva menunjukan gelas berisi kopi yang sedang di pegang olehnya.
“Wah, si pemarah ini mulai mengancam rupanya.” Ledek James.
Dari sudut lain di kantor GACRA, seorang wanita berpenampilan sangat rapi dengan rambut sanggulnya berhasil mengalihkan perhatian James yang sedang beradu argumen dengan Deva.
“Wow, bidadari…” gumam James membuat Deva ikut menatap ke arah sumber tatapan James.
James segera merapihkan rambutnya dan bersiap menghampiri wanita yang sedang bertanya pada beberapa pegawai yang lain.
“Eh, James!” panggil Deva heran, namun setelah dia tahu bahwa James akan menghampiri seorang wanita, Deva pun hanya terkekeh dan menggelengkan kepalanya membiarkan James melakukan apa yang akan dia lakukan.
“Ada yang bisa saya bantu nona cantik?” tanya James dengan sangat sopan pada wanita di hadapannya.
Wanita itu hanya menatap sinis ke arah James.
“Ah iya, perkenalkan namaku James. Aku adalah pegawai paling penting di kantor ini dan...” lanjut James menggantung.
“Um, dimana ruangan pak Edward?” sambar wanita itu tidak mau berbasa-basi dengan James.
“Oh, kau ada janji ya dengan pak kepala Ed? Baiklah, akan aku beritahu tapi… setelah kau memberitahu siapa namamu?” goda James berusaha.
“Haruskah aku menjawab pertanyaanmu?!” jawab wanita itu sedikit sarkas.
“Eh, kenapa bicara seperti itu?”
“Minggir! Kau menghabiskan waktuku!” bentak wanita itu pergi meninggalkan James.
Sementara itu, Deva hanya melemparkan senyumannya saat wanita itu melintas di hadapannya dengan tatapan tajam. Tidak ada respon sama sekali, dan wanita itu terus berjalan menuju ke ruangan pak kepala Ed.
Deva terdiam memperhatikan langkah kaki wanita itu dan setelah itu dia memutuskan untuk menghampiri James.
James sedang menggerutu, Deva pun menghampiri sambil menepuk bahu James.
“Ayok kita kembali bekerja!” ajak Deva terkekeh.
“Berhentilah mengejekku!"
“Aku sama sekali tidak mengejekmu James..."
“Tapi kau seperti mengejekku!”
"Terserah padamu."
Deva pun mendengus dan lebih memilih untuk meninggalkan James.
***

หนังสือแสดงความคิดเห็น (143)

  • avatar
    Nur Hikmah Gominqi

    baguss

    20d

      0
  • avatar
    AmeiliaSaskia

    ☺️☺️

    09/08

      0
  • avatar
    LestariMega

    👍👍👍

    30/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด