logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Chapter 6 Tertangkap Basah

Rindi, Dayina, Renata, dan Kimma kini sedang duduk di sebuah sofa yang ada pada ruangan yang dijadikan tempat persembunyian oleh mereka. Duduk dengan gelisah sambil menatap pria paruh baya yang mengenakan setelan kantornya. Rindi mengalihkan pandangan ke arah pria yang memakai jas putih khas seorang dokter, si pemilik ruangan tersebut. Pria berwajah datar seperti papan ulangan.
"Kenapa?" tanya Dokter Erlangga dengan nada dingin, melihat Rindi yang terus menatap ke arahnya.
Ya, dr. Erlangga Pradhika Rahardza. Seorang dokter umum di rumah sakit ini.
Rindi menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa apanya, Dok?" Bukannya menjawab, Rindi malah balik bertanya.
Dokter Erlangga hanya menampilkan raut datarnya. "Kenapa kamu menatap saya terus?"
"Karena dokter ganteng," celetuk Rindi, membuat semua orang di sana tercengang.
"Kenapa? Emang gue salah ngomong?" tanya Rindi saat mengetahui bahwa mereka tengah menatapnya. "Bener kali dokternya ganteng, ya kali cantik. Mata gue masih normal, Cuy."
Angkasa melemparkan bantal sofa ke wajah Rindi, membuat gadis itu mengaduh kesakitan.
Rindi mendengkus sambil mengusap-usap wajahnya. "Yang bener aja dong, Om. Gimana kalau muka aku luka? Terus melunturlah kecantikan ini, Om mau tanggung jawab!" sinis Rindi.
"Ganti sama muka monyet," celetuk Dayina. Rindi langsung mengerucutkan bibirnya.
"Kalian bolos?" tanya Angkasa to the point.
Rindi langsung menggelengkan kepalanya. "Nggak, Om."
Angkasa menaikkan sebelah alisnya. "Kalau nggak bolos, terus apa?" tanya Angkasa kembali.
Dayina menatap Angkasa dengan tatapan polosnya, lalu menjawab, "Dad, kita itu nggak bolos, cuma keluar sekolah diam-diam. Awalnya mau izin, tapi nggak jadi. Dayina malas kalau ketemu Duba-duba," jawabnya, membuat semua orang di sana hanya mampu mengelus dada. Apa bedanya bolos dengan keluar sekolah secara diam-diam?
Rindi langsung menjitak kepala Dayina. "Nak, Nak. Lemot kok dipelihara, mending diternak aja. Biar banyak," ujar Rindi dengan lembut.
"Ish, sakit," sahut Dayina, sedangkan Rindi tak mempedulikannya.
Rindi mengedikkan bahunya tak acuh. "Ih, bodo amad. Itu sih deel, alias derita elo."
Angkasa berdecak sebal mendengar perdebatan antara Dayina dan Rindi yang pasti tidak akan ada habisnya dan membuang-buang waktu saja, karena perdebatan mereka itu nirfaedah sekali.
"Udah, diem. Mending jawab, kalian kenapa bolos?"
Rindi menatap Angkasa, lalu berkata, "Om, kalau mau ngobrol atau ngomong panjang kali lebar, sediain minum dan makanan kek Om. Tenggorokan Rindi seret, nih."
Angkasa mendengkus. "Korona kali," celetuk Angkasa.
Rindi menggeleng-gelengkan kepala. "Astaghfirullah, Om. Jahatnya Om mengatakan hal seperti itu pada keponakanmu yang cantik ini." Rindi mengembuskan napasnya dengan kasar, lalu menyandarkan punggungnya ke sofa.
"Jawab, kalian boloskan?" tanya Angkasa sekali lagi.
Rindi berdecak sebal. "Ck, salahin Si Selat tuh, Om. Tadi subuh nelpon Rindi katanya dia ada di rs. 'Kan aku terkejut, Om. Makanya ngajak mereka bertiga buat datang ke sini, secara jiwa-jiwa tukang bolos aku meronta," ujar Rindi dengan jujur. "Eh, maksudnya jiwa sosial, Om. Jenguk sahabat."
Dokter Erlangga menggeleng-gelengkan kepala saat mendengar ucapan dari Rindi. Menurutnya, apa yang gadis itu lontarkan sangat konyol. Baru kali ini ia nertemu dengan seorang gadis yang tidak ada malu-malunya terhadap Dokter Erlangga.
"Tanggung jawab lo, Selat. Gue kira lo terluka, tahunya anterin pembantu Pak Azkan yang lagi sakit. Huh!" sorak Rindi.
Sundari menatap ke arah Rindi. "Gue disalahin, lo yang salah. Gue belum selesai ngomong lo malah matiin sambungan telponnya, nggak ada pulsa 'kan lo?"
Rindi berdecak. "Yang matiin telpon siapa, yang disalahin siapa. Nasib-nasib, jadi orang cantik pasti selalu teraniaya." Gadis itu beranjak dari duduknya mendekat ke arah Dokter Erlangga.
Setelah berdiri di hadapan Dokter Erlangga, gadis itu pun bertanya. "Dokter, nama dokter siapa?" tanya Rindi.
"Erlangga," jawab dokter Erlangga dengan singkat, jelas, dan padat.
Rindi menganggukkan kepala. "Seharusnya nama dokter diganti aja, jadi imas," papar Rindi, membuat semua orang di sana mengerutkan dahinya karena bingung. Pasalnya, Imas 'kan nama perempuan? Tidak mungkin dokter setampan Dokter Erlangga mau dipanggil dengan nama khas perempuan.
"Ya kali imas, kenapa nggak marimas? 'Kan seger," celetuk Dayina.
"Imas?" beo dokter Erlangga. "Imas kan nama perempuan. Kenapa harus Imas?" Angkasa mengerjabkan mata mendengar kalimat terpanjang dengan nada lembut yang keluar dari bibir Dokater Erlangga.
"Iya, Imas. I MasyaAllah, gantengnya," ujar Rindi sambil tertawa pelan.
Angkasa menatap tidak percaya ke arah Rindi yang menurutnya sangat berani dan percaya diri. Bagaimana tidak? Dokter Erlangga itu adalah dokter yang sangat irit bicara, kecuali pada pasiennya. Semua pekerja di rumah sakit itu sangat sungkan untuk berbincang dengan dia, kecuali Angkasa sendiri dan petinggi-petinggi rumah sakit ini. Apalagi Dokter Erlangga itu sangat tidak suka dengan hal-hal yang membuang waktu seperti berbincang dengan dalih basa-basi. Bahkan, dia akan marah ketika ada yang menatapnya, karena risih. Namun, entah kenapa dengan Rindi dia begitu santai walau gadis itu terus menatap dan menggodanya.
Rindi dengan lancangnya memegang tangan dokter Erlangga, tetapi pria itu hanya diam sambil menatap Rindi.
"Dokter, tadi kan disuruh ganti jadi Imas namanya. Seharusnya panggilannya juga diganti, jadi anu," ucap Rindi sambil memainkan jari Dokter Erlangga.
Semua orang di sana menahan napas dan tawa, perbuatan Rindi membuat mereka merasakan takut sekaligus lucu di waktu yang bersamaan. Angkasa pun sudah menutup wajah dengan bantal sofa, ia yakin jika sebentar lagi Dokter Erlangga akan membentak ponakannya itu. Rindi memang benar-benar cari mati.
"Kenapa saya harus dipanggil anu?" tanya dokter Erlangga, membuat Angkasa menyingkirkan bantal sofa yang menutupi wajah tampannya.
Rindi menampilkan senyum manis, lalu menjawab, "Panggilannya diganti jadi anu, sebab dokter anugerah terindah yang Allah turunkan untukku."
Dayina bertepuk tangan. "Keren gombalannya, Day mau belajar, Rin. Biar bisa ngegombalin cogan," pungkas Dayina, "kan Dokter Erlangga termasuk cogan di sini."
Rindi mengalihkan pandangan ke arah Dayina, lalu menggoyang-goyangkan jari telunjuknya sambil berkata, "Eh, yang nggak baik jangan diikutin ya, Nak. Itu dilarang, nanti kamu dosa. Terus masuk neraka, mau?"
Renata mengganggukkan kepala tanda setuju dengan ucapan Rindi. "Iya, jangan deh. Neraka panas, Day."
Dayina berdecak sebal. "Kayak orang miskin aja. Ya, kalau ke neraka? Panas? Bawa kipas angin," ujar Dayina yang langsung mendapat jitakan dari Kimma.
"Ya kali ke neraka bawa kipas angin? Kenapa nggak sekalian bawa kincir angin? Ogeb kok dipelihara," sahut Kimma yang seakan gemas dengan jalan pikiran Dayina.
"Rindi," panggil seseorang yang membuat mereka menatap ke asal suara.
***
Rindi tengah duduk di sofa sambil menundukkan kepala. Gadis itu menatap takut-takut ke arah pria paruh baya yang ada di hadapannya. Pria yang setiap hari duduk bersama dengannya saat sarapan dan makan malam.
"Kenapa menunduk?" tanya pria paruh baya itu.
Rindi mendongakkan kepala menatap pria tersebut. "Rindi salah, Papi. Maaf, ya. Jangan bilang sama Mami, nanti duit jajan aku dipotong," ujar Rindi dengan wajah memelasnya.
"Kamu yang ajak mereka buat bolos?" tanya pria paruh baya yang dipanggil Papi oleh Rindi.
Rindi menganggukkan kepala. "Iya, aku yang ajak mereka buat jenguk Sundari. Tahunya bukan dia yang sakit," jawab Rindi, "jangan bilang sama Mami, ya, Pi. Nanti marah, terus uang jajanku dipotong," lanjut Rindi dengan lirih.
"Ck, kasihannya ponakan gue takut sama Maminya," ejek Angkasa, membuat Rindi mencibir.
Saat akan menjawab ejekan Angkasa, tiba-tiba suara seorang wanita menghentikan perbincangan mereka.
"Kenapa Mami nggak boleh tahu?" tanya seorang wanita paruh baya yang mengenakan jas putih kebanggaannya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (69)

  • avatar
    CHANRIORIOCHAN

    bagus banget

    07/07

      0
  • avatar
    Diva

    saya suka cerita ini

    16/06

      0
  • avatar
    GegeRayy

    bagus

    15/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด