logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Chapter 5 Ke Rumah Sakit

Dayina berjalan dengan lesu ke dalam kelas, membuat semua pasang mata menatapnya dengan bingung. Pasalnya, Dayina bukanlah gadis pendiam dan sok alim, dia itu merupakan gadis cerewet dan lemot. Namun, ketika sedang berperang dengan setiap mata pelajaran otaknya begitu cemerlang, itulah yang selalu membuat semua orang tercengang.
"Lo kenapa, Day?" tanya Kimma yang berpindah tempat duduk di samping Dayina.
Dayina menggelengkan kepalanya. "Nggak papa, Day baik-baik aja kok."
"Yakin lo nggak papa?" tanya Rindi sambil menempelkan punggung tangannya dengan kening Dayina. "Nggak papa kok, aman," lanjut Rindi.
"Ish, 'kan Day udah ngomong, kalau Day itu nggak apa-apa."
"Takutnya korona apa," sahut Rinda dengan santai.
"Astaghfirullah, jahat banget, sih, Rindi. Masa doain Day begitu, sahabat lucknut." Dayina menatap tanpa ekspresi ke arah Rindi.
"Untung gue bukan sahabat lo," seloroh Rindi dengan santai, membuat Dayina hanya mampu mendelikkan matanya.
Dayina menatap ke arah kanan dan kiri, lalu kembali menatap ke arah ketiga temannya. Dia merasa aneh, seperti ada yang kurang di antara mereka berlima. Oh iya? Sekarang mereka hanya berempat, ke mana Sundari?
"Day dari tadi nggak lihat Sundari, ke mana, ya?" tanya Dayina kepada tiga sahabatnya itu, membuat Rindi langsung menepuk jidatnya.
"Ya Allah, hamba baru ingat. Maaf, ya, hamba lupa. Gue lupa kasih tahu kalian, Sundari itu ...." Rindi baru saja akan menyelesaikan ucapannya, tetapi guru yang mengajar tiba-tiba masuk ke dalam kelas mereka.
Rindi berdecak dan menggerutu di dalam hati. Kenapa di saat seperti ini malah ada guru yang mengajar? Padahal, semalam ia bermimpi bahwa besok mereka akan bolos untuk menemui Sundari. Namun, tidak jadi. Ck, kenapa nggak setiap hari rapatnya? 'Kan gue bisa bebas, batin Rindi.
***
Setelah empat jam tempur dengan mata pelajaran sejarah, akhirnya Rindi mempunyai kesempatan untuk berbicara dengan teman-temannya.
"Eh, tadi gue lupa mau ngomong, pas mau ngomong malah tuh Kudanil datang."
"Lo mau ngomong apa, sih, Dul?" tanya Dayina sambil mengemut lollipopnya.
"Itu si Sun ...." Belum sempat Rindi menyelesaikan ucapannya tiba-tiba Renata menarik tangannya dan Dayina untuk pergi ke kantin.
"Ayo, gue lapar," ajak Renata.
Rindi mendengkus sebal, kenapa setiap dia ingin berbicara pasti ada saja yang menghalangi.
Oke, abis dari kantin gue langsung ngomong ke mereka. Fiks, nggak boleh ada gangguan, batin Rindi.
***
Setelah di kantin, mereka kembali ke kelas. Rindi yang sedari tadi diam, langsung membuka suaranya.
"Sundari masuk ke rumah sakit," ucap Rindi to the point.
"Apa?!" teriak ketiga gadis itu, membuat Rindi langsung menutup telinganya.
Dayina menatap tajam ke arah Rindi, lalu berkata, "Kenapa lo nggak bilang dari tadi, Kamvret!"
Rindi mendengkus sebal. "Kalian yang kamvret, nggak ada yang mau dengerin gue. Gue merasa tak dihargai," ujar Rindi dengan sok dramatis.
Dayina memberikan uang sepuluh ribuan sebanyak tiga lembar ke arah Rindi, membuat ketiga gadis itu menatap dirinya sambil mengerutkan dahi karena bingung.
"Itu buat apa, Day?" tanya Kimma sambil menunjuk ke arah uang tersebut.
Dayina mengangkat satu alisnya. "Katanya tadi lo minta dihargain, Rin. Ini gue kasih duitnya, tapi cuma tiga puluh ribu." Rindi langsung menjitak kepala Dayina.
"Ini kayaknya Om Angkasa waktu pembenihannya, entah salah goyang atau salah ucap," celetuk Rindi.
Kimma mengalihkan pandangannya ke arah Rindi. "Kok bisa?" beo Kimma.
"Bisa dong. Kayaknya salah ucap, deh. Bukannya ngucap Basmalah, Om Angkasa langsung Alhamdulillah. Makanya Dayina kadang lemot, kadang nggak."
"Mending lemot, daripada nggak waras kayak lo," celetuk Dayina, membuat Rindi langsung mengelus dada berusaha sabar.
"Kalau bukan anak kesayangan Om Angkasa, udah gue tendang lo ke Antartika." Rindi menoyor kepala Dayina dengan gemas.
"Emang bisa? Lionel Messi aja nggak bisa," pungkas Dayina.
Rindi langsung mengapit kepala Dayina di ketiaknya, membuat gadis itu langsung memekik karena jijik. Pasalnya, ketiak Rindi itu bau kembang tujuh rupa. Rindi langsung membekap mulut Dayina agar meredam pekikan gadis itu, karena mereka akan bolos kembali untuk pergi ke rumah sakit.
"Berisik, Day! Nanti kita ketahuan!" desis Rindi.
Akhirnya mereka sampai di pelataran parkir. Rindi sengaja meminta Dayina agar datang ke sekolah dengan mengendarai mobil sendiri. Ya, walaupun awalnya sangat sulit dalam membujuk Angkasa yang tidak mengizinkan sang putri untuk mengendarai mobil sendiri, tetapi langsung diizinkan saat Dayina terus merengek dan mengancam tidak mau makan.
***
Dayina memarkirkan mobilnya di halaman parkir AR Hospital. Mereka turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah sakit itu. Rindi menarik tangan Kimma dan Renata agar mengikutinya masuk ke dalam lift menuju ke lantai empat, tempat Sundari dirawat. Sedangkan Dayina melangkahkan kakinya mendekat ke receptionist untuk bertanya letak ruangan Sundari dirawat. Ketiga sahabat laknatnya itu pergi entah ke mana tanpa menunggu dirinya.
Setelah bertanya pada receptionist. Dayina menaiki anak tangga, tetapi di saat yang bersamaan daddy-nya turun dari tangga. Mereka saling menatap satu sama lain, sebelum akhirnya Dayina langsung berlari menuju lift dan masuk ke dalamnya, lalu menekan angka empat. Beruntungnya, Dayina masuk ke dalam lift khusus yang digunakan untuk staff rumah sakit. Dan lebih beruntungnya lagi, keadaannya sedang sepi alias tidak ada orang yang menggunakannya.
"Day!" panggil Angkasa dengan lantang, membuat semua mata menatap ke arah gadis yang sedang dikejar oleh seorang pria yang merupakan pemilik AR Hospital.
"Woy, gaswat! Ayo, kita pulang!" teriak Dayina dengan panik saat pintu lift terbuka dan melihat keempat temannya sedang berdiri sambil berbincang.
Rindi mengalihkan pandangannya ke arah Dayina. "Apaan, sih, Day? Lo kayak dikejar maling aja," tanya Rindi.
Dayina berusaha mengatur napasnya. "Tadi gue ketemu Daddy, kok bisa dia ada di sini. Intinya ini gaswat!" jawab Dayina seraya memekik.
"Apa?!" teriak ketiga gadis itu.
"Aduh, mamae. Gimana ini?" tanya Kimma, "kalau Om Angkasa ngadu sama Mama dan Papa gue, bisa bahaya empat lima, Bosque," lanjutnya.
"Ngumpet," ujar Sundari, membuat keempat gadis itu langsung mencari tempat persembunyian.
Keempat gadis itu bersembunyi di sebuah ruangan yang sangat bersih. Ruangan milik Dr. Erlangga Pradhika Rahardza.
"Aduh, kok Daddy bisa ada di sini, ya?" tanya Dayina kepada ketiga temannya itu.
Rindi menggelengkan kepala, lalu menjawab, "Mana gue tahu, Daia deterjen!"
"Nama rs ini 'kan tadi gue lihat AR Hospital, ya? Jangan-jangan, ini rs bokap lo, Daia?" pungkas Kimma.
"Iya, bener. AR, bisa jadi singkatan dari Angkasa Rain," ucap Renata yang langsung diangguki oleh dua temannya.
"Mungkin, tapi yang penting kita bisa sembunyi dulu. Untuk rs milik siapanya itu urusan nanti," sahut Dayina.
Rindi menoyor kepala Dayina. "Tumben lo pinter, ini baru sahabat gue."
Saat Dayina akan menjawab ucapan Rindi, tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka dan menampilkan seseorang di sana.
"Sedang apa kalian di ruangan saya?!" bentak orang itu.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (69)

  • avatar
    CHANRIORIOCHAN

    bagus banget

    07/07

      0
  • avatar
    Diva

    saya suka cerita ini

    16/06

      0
  • avatar
    GegeRayy

    bagus

    15/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด