logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 7 Pergi dan Tak Kembali

"Berat Rin, sekarang malah di ICU," ucap Mbah dengan sedih.
"Astaghfirullah... semoga lekas diberikan kesembuhan,"
Malam semakin larut, namun mata ini masih enggan terpejam. Aku terus mengingat semua kenangan bersama nenek.
'Beliau orang baik, jika kini saatnya beliau pergi mudahkanlah,' Doaku dalam hati sebelum aku benar-benar terlelap.
***
Hari telah berganti hari, sudah tiga hari Nenek masih terbujur lemah di rumah sakit. Keadaannya kata mbah juga semakin menurun dan kata mbah juga hari ini akan dibawa pulang.
Setelah pulang sekolah, ku langkahkan kakiku menuju rumah Nenek. Rumah yang jaraknya tidak terlalu jauh. Benar saja, di sana banyak sekali orang yang menjenguk. Sekedar melihat dan juga mendoakan beliau.
Semua anak anak Nenek juga ada di sana, mereka pulang untuk menjaga nenek yang lagi sakit. Termasuk Ayah, ya.. tadi aku lihat Ayah Hardi (Ayah kandungku) duduk di antara saudara-saudaranya.
Entah aku harus senang atau sedih, yang pasti rindu ini semakin menggebu dan ingin memeluk Ayah. Sebelum melihat keadaan nenek ku langkahkan kaki ini untuk menyapa Ayah terlebih dahulu. Ayah yang selama ini aku rindukan.
"Assalamualaikum, Yah," sapaku seraya mencium tangan beliau dengan penuh takzim.
"Waalaikumsalam," jawabnya singkat dan segera menarik tangannya.
"Karina, sudah besar. Kelas berapa nduk?" sahut Pak Dhe Yas kakak ke tiga dari Ayah.
"Kelas 7 pak dhe," jawabku setelah bersalaman dan mencium tangan mereka bergantian.
"Har, kamu ndak kangen sama anakmu tow?" tanya Pak dhe Ozan kakak kelima dari Ayah.
"Apaan sih mas," jawab Ayah dan berlalu masuk ke rumah Mbak Tia.
Setelah berpamitan dengan kakak dari Ayah kini aku berjalan menuju rumah nenek. Langkah ku gontai, ingin rasanya aku menangis karena sikap Ayah yang cuek dan dingin. Tapi ku kuatkan hati untuk menemui nenek.
Air mata ini semakin menganak sungai ketika melihat nenek yang kesadarannya sudah melemah. Nafas yang sudah semakin berat mata terpejam namun beliau terus menyebut nama Allah.
Ku cium kedua pipi beliau dan menghapus air mata yang mengalir dari sudut netranya.
"Nek, aku doakan nenek dilapangkan jalannya, aku ikhlas melepas nenek. Maafkan aku jika ada salah sama nenek, dan aku juga sudah memaafkan nenek. Jika nenek ingin pergi, semoga Allah memudahkan dan melapangkan jalan nenek," ucapku lirih di telinga beliau.
"Rin, tadi kamu sudah ketemu Ayah kamu?" tanya Bu dhe Sri yang duduk di sebelah nenek.
"Sudah Bu dhe, tapi Ayah kayaknya lagi capek beliau bilang mau istirahat,"
Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 aku pamit sama Bu Dhe dan juga nenek. Walau aku tau beliau tidak bisa menjawab tapi nenek masih bisa mendengar. Sebelum pergi ku cium tangan nenek penuh takzim dan juga ku cium kedua pipinya.
Berat rasanya untuk pergi, entah mengapa aku merasa nenek akan pergi untuk selamanya. Tapi jika aku tidak ke rumah Ibu, pasti Ayah Yogi akan murka.
Seperti biasa setelah sampai aku segera mengerjakan tugasku. Dari mencari pakan, membersihkan kandang, dan membersihkan rumah ku lakukan dengan cepat. Aku ingin segera pulang dan menjaga nenek lagi.
Cukup satu jam aku melakukan semua tugasku, setelah berpamitan aku segera pulang. Ku kayuh sepeda ini dengan sangat cepat. Tepat di pertigaan aku lihat orang lagi memang tenda.
"Innalillahi wainnailaihi rojiun," ucapku lirih dan segera kembali ke rumah.
Setelah membersihkan diri, kini aku sudah berada di rumah nenek. Ku ambil buku yasin dan mulai membacanya. Air mata ini terus saja mengalir.
"Yah, boleh aku tidur sini? Aku kangen sama Ayah," ucapku memberanikan diri, karena aku tak tau masih adakan kesempatan untuk dekat dengan Ayah.
"Kamu pulang saja, besok juga harus sekolah kan?" tolak Ayah Hardi, berat rasanya aku pergi tapi jika itu kemauan beliau akan aku turuti.
"Hardi! Kamu ini bagaimana, anak kangen kok malah kamu suruh pulang!" sahut Pak Dhe Ozan yang tidak suka dengan sikap Ayah ke aku.
"Tidak apa-apa Pak Dhe aku pulang, assalamualaikum," pamitku dan pergi dari rumah duka.
Lagi lagi air mata ini mengalir tanpa bisa aku cegah. Orang yang sangat aku rindu serasa tidak menginginkan kehadiran ku. Pintu masih terbuka, segera aku masuk kamar dan tidur.
***
Malam telah berganti suara adzan subuh juga sudah berkumandang. Lekas aku bangun dan menjalankan aktivitas seperti biasa.
Setelah shalat subuh aku berangkat ke rumah Ibu, aku tidak ingin sampai kesiangan. Apalagi hari ini, ada kuis.
"Karin, kamu mau kemana?" tanya Pak dhe saat melihatku sedang beliau sepertinya baru jalan-jalan.
"Mau ke rumah Ibu, saya permisi Pak Dhe," ucapku sopan dan berlalu.
Setelah sampai, rumah masih sepi. Pintu belum dibuka dan lampu juga belum menyala. Mungkin mereka masih tidur. Setelah selesai segera aku pulang, karena jam sudah pukul 06.00.
Aku tidak ingin keluarga Ayah tau kebiasaan ku setiap hari. Aku tidak ingin membuat Ayah cemas, tapi kalau Ayah tau apa dia akan peduli? Ah... sudahlah, semua hanya diangan anganku saja.
Hari ini aku bisa mengerjakan kuis dengan sempurna. Walau tadi malam tidak sempat belajar, tapi aku bersyukur bisa mengerjakan dengan baik.
"Mata kamu kenapa Rin? Sembab gitu?" tanya Rara yang terus memperhatikan ku.
"Habis nangis karena nenek ku meninggal,"
"Kapan? Kok kamu sekolah? Kamu tidak ingin melihat pemakamannya?"
"Kemarin sore, langsung dimakamkan kok. Ra, salah tidak kalau aku kangen Ayah? Salah tidak kalau aku ingin tidur di rumah nenek bersama ayah?"
"Ha.. ya jelas tidak lah Rin. Ayahmu pasti ada di sana juga kan? Wah... yang habis ketemu ayahnya pasti hatinya berbunga bunga," Goda Rara.
"Berbunga-bunga bagaimana Ra? Aku rasa Ayah menghindari dan serasa tidak perduli. Apa kalau sudah bahagia dengan keluarga barunya makanya aku dilupakan Ra? Aku hanya ingin kasih sayang orang tuaku sama seperti itu walau kita tidak sudah tak lagi bersama. Apa keinginan ku berlebihan Ra? Hiks.. Hiks.. Hiks..."
"Kamu tidak salah Rin, itu keinginan semua anak. Sudah jangan nangis lagi, terus berdoa lah agar mereka bisa membuka hatinya untukmu lagi. Menyayangi kamu seperti dulu, kamu yang kuat ya..."
"Ya, aku tidak akan pernah lelah untuk berdoa. Aku berharap suatu saat nanti hari itu akan tiba. Dimana Ayah dan ibu menyayangi aku seperti dulu,"
Rara, dia sahabat yang baik dan selalu mendukung dan memberi penyemangat disaat aku terjatuh. Usai mengikuti semua pelajaran hari ini, aku lekas pulang.
"Ra, sini!" Ayah melambaikan tangan saat aku baru saja datang untuk acara tahlilan nenek. "Kata Pak Dhe, tadi subuh kamu ke rumah ibu mu? Ngapain? Kok pagi buta?"

หนังสือแสดงความคิดเห็น (118)

  • avatar
    JoniWar

    bacaanya mantap

    6d

      0
  • avatar
    fikriansyah anggaraAngga

    cerita nya bagus

    20d

      0
  • avatar
    AmaliaYamizatul

    Bagus ceritanya kak

    23d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด