logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 4 Derita Anneke

Anggasta memerhatikan karyawannya yang sedang melayani pelanggan di kedai kopinya. Dia berjalan menuju kasir sambil sesekali memeriksa ponselnya. Pelayan lalu lalang membawa nampan berisi pesanan pengunjung. Anggasta mengangguk sambil memerhatikan salah satu karyawan yang tengah mencatat pesanan pengunjung baru dengan sigap dan tetap ramah. Tampak Ivan, pemuda yang merupakan karyawan paling senior sedang berdiri di pintu dapur.
Lelaki berkumis tipis itu segera menghampiri pemuda yang merupakan bawahannya itu mengajaknya masuk dapur.
"Van, besok aku tidak datang, tolong kamu handle semua pekerjaan saat aku enggak ada."
"Iya Mas, emangnya mau kemana?"
"Aku ada perlu mau ke Kuningan ada urusan, tapi kalau ada apa-apa telepon saja aku."
"Iya, Mas," tukasnya.
Anggasta menepuk pundak pemuda itu lalu pamit pergi.
Ivan karyawan sekaligus orang kepercayaannya itu memperhatikan bosnya yang langsung meninggalkan kedai.
*****
Anneke hanya duduk, sesekali dia meluruskan kakinya yang mulai pegal. Kali ini dia bisa leluasa bicara namun masih terikat.
Suara mobil berhenti. Anneke terdiam dan pandangannya lurus ke depan pintu yang sedikit terbuka terganjal kayu balok.
Anggasta menyingkirkan kayu balok itu dan melihat Anneke dengan tatapan dingin.
"Kubawakan kau makanan."
Anneke terdiam dan masih tetap bersandar.
Lelaki itu melepaskan ikatan perlahan.
Dia melihat gadis itu langsung membuka kotak makanan dan langsung melahapnya.
Anggasta lalu keluar lagi dan dia duduk di teras sambil menyalakan rokoknya.
****
Sementara Johan sudah menghubungi pihak kepolisian dan Prima hanya terdiam sambil menyendok es krim ke mulutnya. Matanya yang bercelak seolah waspada melihat suaminya yang sedang bersedih karena putrinya telah diculik.
"Aku mau tidur saja, semoga polisi segera mencari anakku."
"Iya, sayang, tapi kamu jangan lupa makan, sedikit saja, jangan sampai sakit."
"Nanti saja, aku belum lapar."
****
Pihak kepolisian masih berupaya untuk mendapat petunjuk dari keterangan Johan. Prima hanya diam sambil menatap kedua anggota polisi itu. Setelah sekira dua jam mengorek informasi dari lelaki itu, kedua polisi itu pamit dan segera meninggalkan kediamannya. Prima membujuk Johan agar mau minum téh hijau untuk dirinya dan agar tidak terlalu stres menghadapi masalah ini. Lelaki itu memilih untuk kembali ke kamarnya dan meminta waktu untuk sendiri.
Wanita itu berjalan keluar lalu duduk di sekitar kolam renang, dia memeriksa notifikasi pesan wa, dia kaget karena Anggasta memberikan foto Anneke pada dirinya.
"Sialan, dia ternyata baik-baik saja, aku harap Angga memukulnya!"
Prima mematung melihat Johan berjalan ke arahnya dengan gontai.
Prima buru-buru menghapus pesan dari Anggasta. Wanita cantik itu berusaha menutup kegugupannya dengan melempar senyum kepada suaminya itu. Lelaki tua itu memeluk Prima dan menangis dipelukannya karena dia sangat khawatir akan keselamatan putri semata wayangnya itu. Prima berpura-pura iba dengan memanjakan nada suaranya.
"Udah sayang, berdoa saja mudah-mudahan dia segera pulang dengan selamat."
*****
Johan tidak menyentuh makan malamnya. Dia hanya terduduk di kursi kerjanya sepanjang waktu.
Prima membujuknya agar makan sedikit, tetapi rupanya bujukannya tidak mempan.
Dinah sang asisten rumah tangga membicarakan pada satpam mengenai tingkah kurang empatinya pada putri sambungnya. Woko hanya manggut-manggut lalu menyesap kopinya.
"Aku lihat wanita itu tidak terlihat cemas saat siang tadi dua polisi itu datang, bahkan enggak tanya perkembangan kasus ini."
"Ah, dia begitu mungkin karena bukan Ibu kandungnya, oh ya supir baru besok mulai bekerja, Adam namanya.
Dinah mengangguk lalu kembali ke dapur. Wanita tua itu bersedih karena kehilangan putri majikannya itu.
****
Bayangan mendiang Ibunya seolah semakin dekat pada setiap malam menjelang. Anneke tak kuasa menahan tangisnya.
Anggasta duduk diruang depan sambil melihat ponselnya. Dia menggulir media sosial milik Prima dan kemudian dia memblok akunnya tersebut.
Lelaki berkumis tipis itu kemudian menghampiri Anneke, yang masih duduk dalam keadaan terikat.
"Siapa kamu sebenarnya, mengapa kamu menculikku?"
"Kau tak perlu tahu siapa aku, tentu saja aku punya alasan, tapi aku rasa kamu akan kecewa jika aku ceritakan."
Anneke menatap mata lelaki itu lekat. Anggasta hanya tersenyum.
"Kau pikir aku akan meminta tebusan, 'kan?"
Anneke terkejut karena seolah lelaki itu sedang membaca pikirannya.
"Diamlah dan cepat tidur."
Anggasta mendekati Anneke lalu menyeretnya dengan kasar dan menghempaskan tubuhnya ke ranjang.
Anneke menendang kakinya.
"Sial kau!"
Anggasta mengumpat sambil memegang kakinya yang ditendang Anneke.
Saat Anggasta akan balas memukul, Anneke membuang muka sambil menutup matanya.
Tapi hal itu urung dilakukannya. Anggasta kemudian keluar sambil membanting pintu.
****
Pagi buta Anneke mulai tidak enak perut, semalam dia hanya makan sedikit. Dia berusaha telungkup agar rasa sakit itu sedikit mereda, tetapi karena tangannya terikat dia sulit menggerakkan tubuhnya.
"Ah, perutku tambah sakit."
Anggasta membuka pintu dan melihat keadaan gadis berambut sebahu itu.
"Apa yang kau lakukan? Kau tak akan bisa membuka ikatan itu!" hardiknya sambil memegang tangan gadis itu.
"Perutku sakit, tolonglah beri aku minum air hangat."
"Alasan saja kau, tapi baiklah kalau kau haus aku akan ambilkan."
Gadis itu menahan sakit dari pagi sampai siang, wajahnya mulai pucat, memang sudah biasa rasa sakit yang dia rasakan menjelang tamu bulanannya. Jika di rumah dia akan diberi obat pereda sakit atau jamu oleh Dinah.
Anneke tak kuasa menahan sakit, dia mulai menangis. Hal itu membuat Anggasta semakin kesal.
"Kau itu manja sekali, cepatlah makan!"
Anneke berusaha bangkit dan mulai makan meskipun sedikit. Perlahan dia mulai pusing tapi dia lalu minum air sebanyak-banyaknya.
Satu jam kemudian rasa sakitnya mulai mereda, tapi dia tetap terbaring.
****
Menjelang malam.
"Aku butuh sesuatu."
"Apa kau bilang?"
Anneke terdiam, karena ada rasa canggung dan tidak nyaman saat ingin mengatakan sesuatu.
"Hey, Nona manja, kau jangan macam-macam di sini bukan hotel! Paham!"
Anneke terdiam, dia menghela napas.
Anggasta lalu terkejut dan baru memahami apa yang dimaksud. Seprei berwarna kuning itu terlihat bercak darah.
"Jadi kau datang bulan, sialan, aku harus mencari pembalut, kenapa kau tidak mengatakannya dari tadi!"
"Cepatlah brengsek, aku kesakitan sejak dari Subuh dan aku menahan rasa sakit ini!"
Anggasta terkejut akan emosi gadis itu yang tiba-tiba meledak. Dia segera bergegas keluar.
Dalam perjalanan mencari mini market, ponselnya berdering, dia menepikan mobilnya lalu mengangkat telepon.
"Ada apa lagi, Prima?"
"Posisimu di mana, karena polisi sedang mencarimu."
"Sialan! Si Johan rupanya melapor, kau tidak perlu tahu, karena besok aku akan pergi ke rumah baruku, kau awasi saja si tua bangka itu. Aku sedang di jalan, jangan kau telepon aku!"
Anggasta kemudian mematikan sambungan lalu menyalakan mesin dan melanjutkan perjalanan.
****
Anneke meminta untuk tidak diikat. Dia berjanji tidak akan lari.
Anggasta mengancam gadis itu dengan pisau.
"Awas saja kalau kau lari, bukan saja tanganmu yang aku potong, kakimu akan kupotong juga!"
"Kau itu manusia atau bukan sih, mengancam seorang wanita?"
"Diamlah, besok bersiaplah untuk keluar. Kita akan pergi jauh."
Anneke terkejut lalu menghampiri lelaki itu.
Anggasta mendorong lalu menjambak rambut wanita itu sambil menghunuskan pisah pada lehernya.
"Lihat saja kalau kau berani mendekat aku akan menusuk lehermu. Anneke malah tertawa mengejek Anggasta.
"Kau akan membunuhku? Aku tidak takut mati, ayo kau tusuk saja sekarang!"
Anggasta kesal lalu mendorong Annake sampai tersungkur.
Anneke menahan sakit pada punggungnya.
"Dasar wanita, kau sungguh menyebalkan!"
Dia membanting pintu lalu seperti biasa dia menyesap nikotin.
Pagi hari mereka berangkat menuju Jakarta.
Anneke terdiam dan melihat pemandangan sepanjang jalan. Anggasta fokus menyetir tanpa memedulikan gadis disebelahnya.
****
Prima memeriksa akun media sosial milik Anggasta dan menyadari kalau dirinya telah diblokir.
Dia mengumpat dan segera menghubungi lelaki itu.
Ponselnya tidak aktif, Prima membanting ponselnya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (91)

  • avatar
    Sahata Patio

    Good story :)

    8d

      0
  • avatar
    AchmadiBudi

    saya senang ini

    22d

      0
  • avatar
    SyuhadahSyuhada

    Wow

    13/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด