logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 3 Penculikan


Pagi itu udara terasa dingin dan hujan turun membuat Anneke kembali berselimut.
Suasana seperti biasa begitu sunyi.
Bayangan berkelebat. Anneke kaget namun dia kembali memejamkan matanya.
Dia merasa takut dan sengaja menutup seluruh badannya dengan selimut.
"Annek ... bangun."
Gadis itu beringsut dari kasurnya dan matanya menyusuri ruangan.
"Ah, suara siapa sih, bikin kaget."
Dia buru-buru menyalakan lampu tempel.
Membuka jendela lalu menutupnya kembali karena udara terasa menusuk.
Prima sedang merias dirinya dan cepat-cepat merapikan rambutnya yang ia ikat dengan gelungan berharnet.
Perlahan mentari bersinar, Anneke beranjak menuju kamar mandi.
****
"Selamat pagi menjelang siang, Anneke sayang, kamu belum sarapan pasti tadi pagi tidur lagi."
"Iya Tante, dingin sekali sih."
Baiklah aku akan ke rumah teman ada arisan, nanti pakai taxi saja ya, kita belum ada supir.
"Aku akan pergi ke luar ke rumah temanku di Bandung, sama Pak Woko."
"Oh, tapi Pak Woko akan antar Tante ke luar."
"Oh, ya sudah, aku naik taxi saja, lagipula aku akan menginap di rumah temanku itu dua hari."
"Ya terserah, Tante pergi dulu deh."
Anneke tersenyum dan melambaikan tangan pada wanita itu.
Johan menerima pesan misterius dari nomor tak dikenal.
"Siapa ini, orang iseng!"
Dia kembali memeriksa laporan keuangan dan mengabaikan pesan tersebut.
Tidak lama kemudian Anneke menghubungi Ayahnya.
"Ya, Annek sayang, kenapa?"
"Aku mau nginep ke rumah April."
"Oh, iya enggak apa-apa, uangmu masih ada 'kan?"
"Masih, aku siap-siap dulu deh, dah Ayah, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, hati-hati di jalan."
"Okay, Ayah."
Gadis itu memutus sambungan lalu dia beranjak menuju meja dan membuka lacinya, mengeluarkan sebuah album.
Anneke terdiam lalu dia membuka album foto Ibunya yang telah tiada.
"Ibu kenapa pergi begitu cepat, padahal aku masih ingin memelukmu dan menceritakan segala yang aku rasakan."
****
Johan memanggil seorang wanita yang mencari pekerjaan. Gadis muda itu tampil sederhana dan berpakaian sopan. Kebetulan lelaki itu sedang berada di luar kantor travelnya.
"Bapak panggil saya?"
"Iya aku lihat kamu keluar dari mall bawa amplop coklat, sedang cari kerjaan ya?"
"Betul, saya keliling mall tapi katanya belum ada lowongan buat saya."
"Ok, siapa namamu?"
"Saya Pingkan Halida, Pak."
Karyawan Johan memperhatikan gadis itu dan setelah dia menuju ruangan Johan, mereka berbisik-bisik sambil menertawakan.
Johan kembali keluar menuju para karyawan yang sedang duduk-duduk santai.
"Kalian jangan bergosip di sini apalagi bisik-bisik seperti tadi, tidak sopan!"
"Ma-maaf Pak," ucap salah satu karyawan perempuan.
Johan kembali masuk ke ruangannya.
****
Prima menunggu teman-temannya di sebuah cafe, tampak seorang pria menghampirinya.
"Apa yang kau lakukan di sini, Fathur?"
"Aku kebetulan sedang menunggu temanku, aku lihat dirimu, sayang."
"Sebaiknya kamu cepat pergi, nanti teman-temanku melihat dan akan berprasangka."
"Lalu kenapa? Emang kita punya hubungan 'kan?"
"Iya, tapi tolonglah kau jangan menemuiku di sini."
"Okaylah, lihat saja nanti aku pasti akan segera merebutmu dari lelaki itu!"
Pria itu kemudian meninggalkan Prima. Wanita itu menjadi lega dan kembali duduk.
"Haduh, selamat deh."
Pesan wa muncul. Prima membukanya.
"Ingat, kau adalah miliku, aku tidak sudi kau hidup dengan si tua Bangka itu!"
"Bersabarlah, aku belum menguasai hartanya dan aku harus mendekati putrinya yang sombong itu, tunggu saja kita pasti akan hidup bersama."
Tidak lama teman-temannya datang dan menghampiri Prima.
Johan mengecek posisi putrinya.
"Annek, kamu di mana sih?"
"Aku ada di rumah nenek April di Ciumbuleuit, kenapa sih, Ayah?"
"Oh, ya udah nanti mudah-mudahan udah ada supir baru jadi bisa jemput pulang."
"Oh, iya tenang saja nanti aku bisa pulang sendiri, pakai taxi."
"Ya sudah hati-hati ya, sayangku."
*****
Anneke menghirup udara pagi yang segar lewat jendela kamar April yang sengaja dibuka lebar.
"Selamat pagi Anneke, mau sarapan sekarang?"
"Enggak ah, masih jam setengah tujuh, kayak orang mau kerja aja sarapan pagi jam segini."
"Kali aja, atuh kamu mah, haha."
Anneke tersenyum kecut sambil menyubit pipi temanya yang gembil.
Hari kedua, Anneke pamit. April mengantarnya ke jalan raya dan menunggu taxi lewat.
Namun sebelum taxi itu datang, sebuah mobil mini van berhenti di depannya.
Anneke dan April saling bersitatap. Seorang pria tinggi dan tampan tersenyum kepadanya.
"Anneke?"
"I-iya, Mas siapa ya?"
"Saya Anggasta, supir baru, Pak Johan menyuruh saya menjemput."
Dengan ragu dia mengangguk lalu membuka pintu dan berpamitan pada April temannya."
*****
Setelah mengencangkan sabuk pengaman, dia menyuruh Anneke yang duduk di sampingnya juga memakai sabuk pengaman.
Tidak ada percakapan dalam perjalanan.
Ponsel lelaki itu bergetar. Sebuah pesan masuk dan dia hanya melihat sekilas, tetap fokus pada setirnya.
Anneke mencuri pandang, meskipun sedikit curiga tapi dia melihat ke belakang terdapat amplop coklat dan tas kerja. Dia menganggap bahwa itu benar supir baru Ayahnya.
Mobil menepi lalu lelaki itu melihat ponselnya.
Dia menghela napas lalu dia menatap ke depan. Hal itu membuat Anneke terkejut.
"Ada apa kok berhenti?"
Anggasta membuka tas kecil dibawah dasboard dan tiba-tiba dia menodongkan pistol ke arah Anneke. Dia terkejut tapi tetap bergeming.
Untuk beberapa saat keadaan menjadi tegang, Anggasta lalu menyuruhnya untuk tetap diam agar selamat.
Anneke terdiam dan mengikuti perintah lelaki itu.
Sampai disebuah tempat yang sepi, Anggasta menyuruhnya keluar.
Dia kemudian mengikat kedua tangannya dan menutup matanya. Anneke menjadi lemas karena dia mulai kelelahan saat berjalan cukup jauh.
Gadis itu telah sampai disebuah rumah kecil dengan pagar tinggi. Lelaki itu membawanya masuk. Dia menyalakan lampu, meskipun hari masing siang. Dia menutup semua jendela.
"Kamu duduk saja di sana, tunjuk lelaki itu pada sebuah kursi dekat kamar yang tertutup.
Anggasta keluar dan dia mulai mengambil sebungkus rokok yang disimpan disaku celananya.
Entah sudah berapa lama dia disekap, hingga dia sadar waktu telah menjelang Magrib, Anggasta kembali ke dalam.
"Kamu salat dulu, di lemari ada mukena jadi cepat salat."
Anneke terkejut dan merasa heran, seorang yang terlihat dingin dan sempat menodongkan sepucuk pistol tiba-tiba menyuruhnya beribadah. Dia lalu berdiri dan berbalik arah memunggunginya agar melepaskan ikatan.
Gadis itu duduk di sebuah kamar kecil dengan jendela terbuka namun tangannya terikat kencang serta mulutnya dilakban.
Kepalanya sedikit pening karena dia tidak tidur semalaman. Hanya bisa menangis.
Terdengar langkah kaki perlahan membuka pintu dan membawakan sepiring roti. Lelaki dengan tinggi sekira seratus delapan puluh itu menyimpan piring dan sebotol susu yang ia letakkan di meja dekat tempat tidur kecil itu.
Lelaki itu lalu segera keluar.
Anneke terdiam dan merasa heran karena dia tidak bisa makan dengan keadaan terikat.
Satu menit kemudian lelaki itu datang lagi dan segera membuka ikatannya serta lakban yang menutup mulutnya. Ada rasa perih saat lelaki itu membuka lakbannya. Dia ingin menjerit tetapi dia menahan diri dengan hanya menangis.
"Makan saja enggak usah cengeng kau!"
Gadis itu terkejut. Baru kali ini dia dibentak. Selama hidupnya dia selalu dimanja dan diperlakukan dengan baik oleh keluarganya. Namun kali ini dia berada di tempat yang tidak dikehendakinya.
Bagai mimpi.
****
Johan tidak keluar rumah karena kaget menerima pesan dari penculik putrinya bahwa dia akan baik-baik saja jika dia tidak menghubungi polisi. Tapi Johan tetap menghubungi pihak kepolisian karena merasa khawatir.
Tiga hari lalu seseorang menghubunginya dan mengatakan bahwa putrinya telah diculik dan si penculik tidak meminta tebusan sama sekali.
Hal itu membuatnya takut karena pikirannya kalut dan khawatir putrinya akan dianiaya atau dibunuh.
Sudah sering dia melihat tayangan berita di televisi mengenai penculikan serta pembunuhan.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (91)

  • avatar
    Sahata Patio

    Good story :)

    8d

      0
  • avatar
    AchmadiBudi

    saya senang ini

    22d

      0
  • avatar
    SyuhadahSyuhada

    Wow

    13/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด