logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

07. Dipertemukan

Zahrah menuju parkiran, dengan setengah jiwa yang enggan pulang, Zahrah pulang dengan perasaan berat. Bagaimana tidak? ia gagal mengajak mas ganteng ikut pulang bersamanya yang artinya ia harus mengikuti keinginan bundanya untuk menemui pria yang akan di jodohkan dengan dirinya. Toh, udah dari awal kesepakatan sudah terbuat di antara kedua perempuan itu. Zahrah hanya bisa pasrah.
Rumah...
"Zahrah kamu siap-siap sana mereka mengubah tempat untuk bertemu," suruh Bunda, "Pakai pakaian tertutup jangan pakai baju yang belum selesai di jahit dan kekurangan bahan kita mau ketemu calon suami kamu sama keluarganya," lanjut sang Bunda, sibuk dengan barang bawaannya.
Zahrah menghela nafasnya berat, sudah berbagai cara Zahrah lakukan untuk membujuk bundanya dengan cara menangis, merengek, memohon, merayu bundanya agar membatalkan perjodohan ini namun nihil bunda tetap kekeh pada pendiriannya dan Zahrah hanya bisa pasrah.
"Iya Bunda," balasnya singkat lalu pergi bersiap di kamarnya.
Zahrah mengambil paper bag yg berisi berbagai jilbab dengan berbagai warna yg ia beli di mall saat bersama teman-temannya waktu itu.
Flashback on
"Temenin gue ke toko itu yok mau beli," tunjuk Zahrah pada toko yang menjual berbagai macam jilbab. Mata Gladlin dan Sindy membulat sempurna.
"Serius?" tanya keduanya kompak yang diangguki Zahrah.
Masih dengan wajah cengonya yang dibuat bingung dengan sikap Zahrah yang antusias memilih beberapa jilbab. Gladlin dan Sindy terus memperhatikan Zahrah, kesambet apa batin mereka.
"Biasa aja kali tuh muka, gue tertarik sama mas ganteng tadi. Jadi gue memutuskan beli jilbab ini buat ngejer cintanya, gue bakal cari tau semua tentang dia setelah nanti sampai rumah," ujar Zahrah.
"Udah yok pulang," Ucap Zahrah yg membuyarkan mereka dari pikirannya masing-masing. Akhirnya mereka pulang ke habitatnya masing-masing.
Flashback off
Zahrah sudah siap dengan gamis berwarna maroon dan hijab coksu yang menambah kesan menawan dan anggun di tubuh gadis cantik itu.
"Mas ganteng lihat Zahrah, ini pertama kali Zahrah pakai hijab cocok gak menurut mas ganteng?" tanyanya lirih sambil menatap cermin serta ponsel yang berada di depan cermin menampilkan foto seorang pria tampan.
"Kenapa lo ngilang gitu aja sih?! Sebegitu gak berjodohnya kita? selamat tinggal mas ganteng, terima kasih telah singgah," lirih Zahrah.
"Mari hidup bersama di kehidupan selanjutnya, gue mau gorok leher elo," ucap Zahrah kesal, menunjuk ponsel dengan sebuah foto terpampang di layarnya.
"Zahrah udah selesai belum?" teriak sang Bunda dari bawah.
"Sudah harus berpisah ya? Bahkan hubungan ini belum di mulai, tapi sudah harus berakhir dengan teragis," monolog Zahrah pada dirinya sendiri, menghapus sudut matanya yang berair.
"Iya Bunda udah selesai kok," Zahrah turun menghampiri kedua orang tuanya.
"Masyaallah anaknya ayah cantik sekali pake hijab," Ayah tersenyum menatap putrinya.
"Iya Bunda aja sampe pangling," Bunda memeluk putrinya dengan sayang.
"Udah pelukannya ayok berangkat," ajak Ayah.
Untuk mencapai vila milik calon mertuanya. kurang lebih memakan waktu tiga puluh menit, setelah sampai mereka disambut hangat oleh tuan rumah siapa lagi kalau bukan orang tua sang calon suami.
"Assalamualaikum Aida," salam Bunda pada sahabatnya.
"Waalaikumsalam," balasnya lalu beralih menatap takjub anak gadis sahabatnya itu, "Ini anak kamu, Zahrah?" lanjutnya yang diangguki kedua ortu Zahrah, orang yang dimaksud hanya tersenyum kikuk lalu menunduk karena merasa malu. Rasanya Zahrah ingin pulang saja, canggung.
"Assalamu'alaikum Om Tante," Zahrah mencium punggung tangan kedua calon mertuanya. Ea calon mertua.
"Wa'alaikumsalam cantik, panggil umi sama Abi saja ya," pinta Abi Rizal, sedangkan Zahrah lagi-lagi hanya tersenyum untuk menanggapinya.
"Cantik ya bi, manis senyumnya," ucap umi Aida dengan senyum yang tidak pernah luntur dari wajahnya.
Zahrah dibuat senyum-senyum sendiri karena malu, ini mah bukan senyumnya yang manis, melainkan umi Aida lah yang bermulut manis.
"Iya mi, insyaallah hatinya juga cantik seperti parasnya," sahut Abi Rizal.
"Aminn. Ayo masuk, Maulana nunggu di dalem gugup katanya," terang umi Aida sambil terkekeh membayangkan ekspresi anaknya.
"Lah yang cewek tuh gue apa dia sih?" batin Zahrah heran.
🔹🔹🔹
Semua sudah berkumpul di ruang utama vila dimana kedua orang tua dari masing-masing anak mereka, akan memperkenalkan dua insan yg akan menjadi sepasang kekasih di jalan Allah, insyaallah.
"Zahrah ini Maulana anak Abi dan umi," ucap Abi memperkenalkan anak lelakinya.
Zahrah tersenyum dan mengangguk ia menatap Maulana yang tengah menunduk. Ia tidak dapat melihat wajah Maulana dengan jelas.
"Gk sakit apa tuh leher? nunduk terus, lantainya lebih cantik dari gue apa ya?" batin Zahrah kesal karena tidak dapat melihat wajah calon suaminya.
"Nah Maulana ini anak gadis Bunda, Zahrah," kali ini Bunda yang memperkenalkan anak perempuan semata wayangnya itu.
Maulana menegakkan kepalanya dan melihat Zahrah sekilas dan tersenyum, kontak mata Zahrah dan Maulana bertemu, Maulana menundukkan kepalanya lagi untuk memutus kontak mata nya dengan Zahrah, ia tidak pandangan matanya akan menimbulkan dosa karna menatap terlalu lama dari lawan jenisnya, karena Zahrah belumlah sah menjadi pasangannya.
"Masyaallah cantik banget bini gue eh belum, calon bini maksudnya," gumam Maulana dengan senyum lebarnya
Mata tajam Zahrah membulat sempurna, tubuhnya melemas saat melihat wajah Maulana yang tidak asing baginya. Perlahan senyuman itu mengembang dan berseri di wajah Zahrah, karena calon suaminya ternyata mas ganteng yang ia lihat di mall.
"Gue dulu gak bakal percaya dengan takdir Allah? Tapi sekarang gue bakal percaya, buktinya gue dan dia di jodohkan dengan Perjodohan Takdir ini," gumamnya dalam hati.
"Sia-sia bener gue nangis buat nolak nih perjodohan, bener ya kata orang kalo jodoh gak bakal kemana," batin Zahrah girang, jika ia sedang sendirian ia pasti akan lompat-lompat seperti orang yang kesurupan reog.
Senyum Zahrah tak luput dari mata sang Bunda, seakan se-frekuensi dengan pemikiran putrinya Bunda membuka suara.
"Gimana kalau Maulana ajak Zahrah melihat taman belakang vila ini, selagi kami memutuskan hari untuk kalian menikah nanti," ujar Bunda yang diangguk setujui oleh umi.
" Iya a' ajak Zahrah keliling aja, dari pada bosen di sini, kasihan Zahrahnya," sahut umi antusias.
🔹🔹🔹
"Duh... Canggung banget sih ini, gak biasanya gue gugup deket cowok, ayo dong Zahrah tanya dia biar suasananya mencair dikit," batin Zahrah yang tengah bergelut dengan pikirannya sendiri.
"Dan lagi, kenapa nih bibir berkedut dan gak mau berhenti buat senyum sih ya Allah, malu-maluin aja. Mana adem banget lagi ngeliat muka dia," lagi-lagi Zahrah membatin, curi-curi pandang dengan Maulana.
Maulana melepas pecinya, menyugar rambutnya yang keluar dari dalam peci hitam miliknya, merapihkan rambut yang berantakan, kemudian memakai kembali peci hitam itu. sungguh perpaduan yang sempurna. Tubuh tinggi, badan tegap, wajah yang sempurna tidak ada cacat sedikitpun.
"Allahuakbar, sengaja pasti, iya pasti sengaja. Tapi gak boong ganteng banget ya Allah, bisa mati karena serangan jantung nih," Zahrah memegangi jantungnya yang berdegup dua kali lebih cepat.
Zahrah menghembuskan nafasnya panjang guna untuk menetralkan dirinya yang mulai melemas, ia beranikan diri untuk angkat bicara.
"Emm... Lo terima perjodohan ini?" tanya Zahrah setelah mengumpulkan keberaniannya untuk memulai pembicaraan canggung ini.
"Terima," jawabnya singkat, padat dan jelas. Iya jelas, jelas mengakhiri pembicaraan.
"Lo kan gk kenal gue," ucap Zahrah susah payah mencari topik pembicaraan.
"Nanti juga kenal kok," sahutnya yang lagi-lagi mengakhiri pembicaraan.
"Gue cantik?" pertanyaan ngawur mulai bermunculan di kepala Zahrah, ia bingung memilih topik pembicaraan, karena ini baru pertama kalinya ia yang berinisiatif untuk angkat bicara, biasanya para cowok lah yang mengajaknya berbicara.
"Cantik," jawab Maulana tanpa menatap Zahrah.
Zahrah mendengus kesal usahanya untuk memecah keheningan haqiqi ini malah bertambah canggung, bahkan ia sudah kehabisan kalimat untuk ia tanyakan pada cowok cuek di sampingnya ini, bagaimana ia bisa hidup dengan balok es nantinya? Zahrah membayangkan kehidupan pernikahan nya dengan Maulana, pasti nanti kaku, membosankan, dan penuh tekanan. Aaaah rasanya Zahrah ingin berteriak, ia tidak dapat menahan rasa kesalnya lagi dan akhirnya...
"Ihhh..ngeselin banget sih lo, serasa ngajak ngomong bongkahan es tau gak! Cuek banget!" meledaklah kekesalan Zahrah, menghentak-hentakan kakinya dan menggembungkan pipi chubby nya.
"Ya Allah gemesnya, pingin secepatnya di halalin deh," batin Maulana gemas.
"Gue gak dingin atau cuek kok. Tapi tunggu ya, rasa ini sedang gue simpan hingga nanti saat semua kehalalan datang, gue gak mau tanggung-tanggung sayangnya ke elo," jelas Maulana sambil tersenyum hangat menatap Zahrah.
"Yasudah ayo kembali lagi ke dalem, udara malam semakin dingin, gue gak mau nanti malam gue gak bisa tidur cuma gara-gara khawatir mikirin gadis yang belum halal buat gue, yang masuk angin saat lagi sama gue," lanjutnya, meninggalkan Zahrah.
Zahrah dibuat salting sendiri, darahnya berdesir hangat, baru kali ini ia tidak merasa muak dengan ucapan manis lelaki. Zahrah tidak dapat menahan senyumnya, ia menundukkan malu kepalanya lalu mengekori Maulana yang sudah masuk untuk kembali ke ruang utama.
"Mungkin hidup dengannya tidaklah seburuk itu, mari kita nikmati jalan yang sudah tertulis rapi ini, mengikuti perjodohan takdir dari Allah, bismillah."
🔹🔹🔹
"Jadi kami sudah sepakat setelah merundingkan ini, bahwa Minggu depan kalian akan menikah," tutur Bunda yang sudah di sepakati bersama.
Mata Zahrah membulat sempurna ya walau ia sudah mulai menerima perjodohan ini bukan kah ini terlalu cepat? Maulana juga sama terkejutnya akan pernikahannya yang akan di laksanakan minggu depan.
"Tapi bunda apa itu gak terlalu terburu-buru?" tanya Zahrah gemetar.
"Lebih cepat lebih baik untuk kalian berdua nak," sahut Ayah.
🔹🔹🔹
"ZAHRAH BANGUN NANTI TELAT LAGI!!!" teriak sang Bunda. sudah menjadi rutinitas baginya untuk setiap pagi meneriaki putri nya agar bangun.
"Iya bunda cantik, Zahrah udah siap kok tinggal berangkat," sahut Zahrah dari balik pintu.
"Udah mau jadi istri kamu tuh, gak malu kalo nanti ikut suami kamu bangunnya masih dibangunin," kesal Bunda.
"Iya Bunda, iya," Zahrah keluar sudah lengkap dengan seragam dan pagi ini mungkin bukan hanya hari ini namun seterusnya Zahrah akan mengenakan hijab.
"Masyaallah anak Bunda cantik banget, mau mulai pakai hijab?" tanya Bunda yang masih tak percaya dengan apa yang ia lihat.
"Iya Bunda, nyaman juga," jawabnya.
"Nyaman pakai hijabnya apa nyaman sama mas santrinya?" goda Bunda.
Zahrah hanya memutar bola mata malasnya tak berniat meladeni godaan dari sang bunda, "Mas ganteng bunda," gumamnya pelan.
"Kenapa nak?"
"Zahrah laper bunda," ucap Zahrah cepat.
"Yasudah yuk sarapan, lalu kamu berangkat ke sekolah," ajak Bunda, mengelus kepala Zahrah yang terbalut kerudung.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (101)

  • avatar
    Nraish_07

    terus semagat membuat pov nya!!!

    30/07

      0
  • avatar
    Sana New

    bguss bngtt

    20/06

      0
  • avatar
    Setyo permadaniLevyna rofiani Setyo permadani

    bagus baget

    30/05

      1
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด