logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

04. Tantangan

Saat ini kelas Xll IPA-2 mulai memasuki jam terakhir yaitu pelajaran matematika yang di ajar Bu Sulis. Vina menyeringai melihat Zahrah yang tengah tertidur, ia akan membalas perbuatan Zahrah yang mempermalukannya saat di kantin tadi.
"Lihat bagaimana lo bakal menangani ini," gumam Vina.
"Bu, liat Zahrah tidur," pekik Vina yang membuat semua sorot mata melihat ke arah Zahrah yang tengah berlabuh di alam mimpi.
"ZAHRAH!" teriak Bu Sulis yang sangat menggelegar tepat di samping Zahrah.
"Astagfirullah," kagetnya dengan nyawa yang belum mengumpul, "Eh ibu, iya ada apa?" lanjutnya sambil mengusap matanya yang masih mengantuk.
"Kamu ini, kemarin sudah bolos, sekarang tidur saat pelajaran saya. Mau kamu apa?! Maju kamu kerjakan soal di depan," suruh Bu Sulis.
"Ya elah Bu, orang pas ibu jelasin aja tidur, yang melek aja Belem tentu bisa apa lagi dia," kompor Vina membuat beberapa murid tertawa mendengar ucapan Vina.
"Diam, yang lain lanjutkan tugasnya sambil menunggu Zahrah menyelesaikan soal di depan," perintah Bu Sulis.
Zahrah mulai mengerjakan soalnya, "Sudah Bu," jawabnya setelah menyelesaikan soal.
Bu Sulis dibuat diam seribu bahasa, " benar," Sahut Bu Sulis dengan wajah yang seakan bertanya bagaimana bisa?
"Biasa aja kali Bu, Zahrah memang tidur, tapi telinga sama otaknya gak ikut tidur. Gak kayak seseorang yang jelas-jelas bangun tapi otaknya tidur," jelas Zahrah yang menekan kalimat terakhir lalu melirik Vina remeh yang dihadiahi gaduh dan tepuk tangan satu kelas.
"Sudah tenang semua, Zahrah kamu duduk kembali," pinta Bu Sulis yg di angguki Zahrah.
"Gila keren lo Zah, lo liat deh mukanya nenek lampir tuh kayak orang lagi nahan boker sangking kesalnya haha," ujar Gladlin ngawur yang di balas tawa kemenangan dari Zahrah.
"Jebakan kayak gini, gampang buat gue. Lagian jebakan ini udah pasaran. Musuh jaman sekarang gak ada elit-elit nya sama sekali, cuma nyusahin. Mana jebakannya gak bikin otak gue mikir lagi," Zahrah kembali membaringkan kepalanya di atas lipatan tangannya.
'Dia bilang jebakannya gak buat dia mikir? lah terus dia jawab soal dari Bu Sulis tadi, ngasal? waduh otak gue ngeleg,' batin Gladlin.
"Woylah jangan tidur lagi, kena semprot lagi kapon lo," tegur Gladlin namun tak di gubris, terdengar dengkuran halus dari Zahrah.
"Lah udah tidur? pelor amat dah, kelas ribut gini dia malah tidur nyenyak? cape gue sama jalan pikir otak dia," Gladlin memijat pelipisnya.
Vina dibuat kesal sendiri karena usahanya yang ingin mempermalukan Zahrah lagi-lagi harus gagal.
🔹🔹🔹
selepas sholat Maghrib kami makan malam seperti biasa, tapi bedanya ini tidak ada selingan canda dan tawa. keadaannya sangat canggung, apalagi tatapan bunda yang teramat sangat horor.
Zahrah menghela nafas, mengusir rasa gugup pada dirinya, "Hahh... bunda kalo mau ngomong, ngomong aja. jangan diem aja, nanti diam-diam tau-tau nya mencret." gelak tawa terdengar dari ayah.
seketika itu pula Zahrah baru menyadari apa yang baru saja ia lontarkan, bahkan bundanya sudah memplototinya.
Zahrah menyengir, "Jorok ah, lagi makan ini bunda. Astagfirullah." Zahrah menggaruk pipinya yang tidak gatal, memalingkan wajahnya guna memutus kontak mata dengan sang bunda.
"Hahh, astagfirullah." bunda menggelengkan kepalanya, pusing dengan kelakuan putri semata wayangnya.
"Baiklah Zahrah, bunda cuma mau bilang. Kalau kamu sudah memiliki kekasih tambatan hatimu, kami, ayah dan bunda ingin bertemu dengannya, kami akan melihat pria yang kamu sukai, jika ia baik untuk mu, kami tidak akan menjodoh-jodohkan kamu lagi dan jika dirasa dia cocok denganmu kalian langsung menikah saja, bunda akan kasih kamu waktu sampai tiga hari kedepan, kamu harus menunjukan kekasih mu kepada ayah dan bunda," putus sang bunda.
saat itu Zahrah tengah meminum air untuk menghilangkan rasa canggung, sampai bunda mengatakan itu, Zahrah menyemprotkan air didalam mulutnya kesamping.
"Tapi ingat ya sayang ... jika kamu ketahuan membohongi ayah dan bunda, dengan meminta teman untuk kamu bawa pulang atau membayar laki-laki untuk kamu jadikan pacar, lewat dari tiga hari. maka kamu tidak ada pilihan lain selain menerima perjodohan ini dan menikah dengan laki-laki yang sudah bunda pilihkan untukmu, bagaimana apa kamu berani menerima tantangan dari bunda?" putus sang bunda dengan senyum miring di bibirnya.
Bukannya merasa lega, Zahrah malah merasa semakin dipojokkan dan tidak bisa mengatakan apapun. Bunda seakan tidak membiarkan Zahrah memilih selain menerima perjodohan ini.
"Gak bisa gitu dong, bunda. orang yang aku sukai itu orang sibuk," ungkap Zahrah setelah berpikir keras mencari alasan.
'Adoh, mati gue kalo kayak gini. Mana bisa bawa mas ganteng kerumah, orang gue juga gak tau siapa nama dia, yakali gue mau ke ponpes terus bilang mau ketemu mas ganteng. yang ada malah diketawain bocil-bocil kompleks gue. Kan gue punya nomor nya, tinggal tanya aja kali. Tapi apa dia mau bantuin gue? secara gue aja baru salam kenal sama dia.' batin Zahrah.
"Zahrah, jangan bikin banyak alasan dan membuat bunda kesal, oke? Pilihannya cuma ada dua kamu bawa kekasihmu itu pulang suruh dia menemui bunda atau ayah, tunjukan jika ia benar lelaki baik-baik. Atau kamu terima tawaran bunda untuk saling mengenal dengan laki-laki yang akan bunda jodohkan denganmu," putus sang bunda.
"Iya-iya. Dalam tiga hari, aku akan membawa orang yang aku sukai kerumah untuk bertemu ayah dan bunda."
'Habislah sudah, mau bawa siapa coba besok. Lagian ini mulut licin amat ya langsung setuju gitu aja,' batin Zahrah yang merutuki dirinya sendiri.
Bunda dan Zahrah sepakat dengan tawaran ini, mereka berjanji untuk tidak mengingkari kesepakatan diantara mereka, bagaimana dengan ayah? Halah dia malah menonton dan menikmati kedua perempuan nya yang sedang beradu argument, sambil melahap makan malam miliknya. Ayah akan setuju-setuju saja, ia tidak berani menyinggung istrinya, katanya sih ayah tidak mau menyakiti hati sang bunda. Namun, kenyataannya ayah tipe suami takut istri.
Mereka pun melanjutkan makan malam dengan tenang tanpa ada yang bicara, selepas makan pun Zahrah kembali ke kamarnya, dalam pikiran Zahrah saat ini, ia tengah berpikir keras. Bagaimana caranya untuk mengajak mas ganteng untuk kerumah, tapi kenapa harus dia? Bukan kah Zahrah primadona di SMA-nya? tinggal bawa aja salah satu most wanted boy di sana, mereka pasti akan menerima tawaran dari sang pujaan hati dengan lapang dada.
Tapi Zahrah berbeda, ia bukan tipe gadis yang membawa asal cowok kerumahnya apalagi untuk dipertemukan dengan kedua orang tuanya.
Setelah sampai di kamar, Zahrah menghempaskan tubuhnya ke kasur, menatap kosong langit-langit kamar nya, pikirannya tengah melayang entah kemana, kepalanya terasa berat dan pusing.
Bagaiman caranya ia bisa lepas dari tantangan sang bunda yang rasanya teramat sangat berat bagi Zahrah, itulah yang selalu ia cari jawabannya saat ini.
Zahrah mengambil ponselnya, ia buka room chat miliknya dengan mas ganteng beberapa jam kebelakang. Bahkan cowok itu tidak memasang profil ataupun keterangan di bio WhatsApp.
Zahrah tersenyum kecut, "Cuma di read? Dan sekarang, dia udah gak online lagi?"
"Gue chat aja kali ya, minta tolong sama dia? ah bodoamatlah yang penting gue coba dulu. Mau dia bantu gue atau nggak itu urusan belakangan. Besok pasti dia online," akhirnya Zahrah mengirim chat yang berisi tentang permintaannya untuk mas ganteng agar datang kerumahnya dan bertemu kedua orang tuanya.
"Dia bakal benci gue gak ya? Baru kenal tadi udah ngakak orang kerumah, aaaaa ... Nanti dia ngira gue cewek murahan lagi," ucap Zahrah pada dirinya sendiri.
"Hapus gak ya pesannya," gumam Zahrah.
"Tapi kalo gue hapus, gue mau aja siapa? Terus kalo dianya gak mau? Astagfirullah tekanan batin." Zahrah meraup wajahnya dengan kasar.
"Udahlah bismilah aja, semoga besok dia online dan mau Nerima ajakan gue buat ketemu ayah sama bunda." Zahrah kembali mengetikan pesan pada mas ganteng nya.
"Tapi ... udahlah bodoamat, ngeselin ya nih otak." Zahrah membanting ponsel nya di atas kasur.
Setelah mengerikan dan mengirim pesan pada mas ganteng, Zahrah memilih untuk terlelap dalam tidurnya, berdoa agar besok ada keajaiban yang akan Allah berikan.
🔹🔹🔹
Hari terus berjalan, bahkan dua hari sudah terlewatkan. Zahrah mendengus kesal, ia bertanya-tanya bagaimana seseorang bisa hidup tanpa gadget tanpa internet, Zahrah kesal karena sudah tiga hari juga mas gantengnya tidak kunjung membalas pesannya bahkan pesan Zahrah hanya menujukan ceklis satu yang menandakan pesan ini belum terkirim pada sang penerima.
Terakhir dilihatnya pun sudah dua hari ke belakang jika dijumlah dengan hari ini, Zahrah hampir putus asa dan mulai bermunculan fakta akan pikiannya jika perjodohan ini sudah ditakdirkan untuknya.
"Arrghh,,, tenang Zahrah. Tenang, masih ada satu hari lagi. Dari pada cuma nunggu dia bales chat dari lo, mending lo pikirin gimana caranya agar lo bisa ngomong langsung ke mas ganteng, atau gak cari dia aja," monolog Zahrah pada dirinya sendiri.
"Eh tunggu, yakali gue mau cari ke pesantren nya? mana pas di retas namanya di lindungi pake pengamanan canggih dari Eza group juga lagi." Zahrah berdiri dari tidurnya, mondar mandir, menggigiti jarinya memikirkan cara bertemu dengannya.
"Gue udah coba buat retas biodata santri di pesantren itu, tapi agak bisa. Sed banget," gumamnya.
"padahal gue jugakan udah dikasih virus dari Eza, tapi masalahnya gue gak terlalu bisa ngejalanin sistemnyaaaa... Astagfirullah bege banget sih gue," monolognya, kembali membanting tubuhnya di kasur.
"Gue coba balik ke kafe pas itu aja kali ya? siapa tau bisa ketemu dia lagi. Iya, gue coba aja dulu datengin lagi tuh kafe, semoga kita berjodoh ya mas ganteng." Zahrah tersenyum untuk menghibur dirinya sendiri.
"Gue bakal kejar dan memperjuangkan cinta nya mas ganteng, dan berusaha mengubah takdir percintaan ini. Gue gak mau di jodoh-jodohin, apalagi dengan orang yang gak gue kenal!"

หนังสือแสดงความคิดเห็น (101)

  • avatar
    Nraish_07

    terus semagat membuat pov nya!!!

    30/07

      0
  • avatar
    Sana New

    bguss bngtt

    20/06

      0
  • avatar
    Setyo permadaniLevyna rofiani Setyo permadani

    bagus baget

    30/05

      1
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด