logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Dimensi 7 : Terjatuh dan Tertangkap

"A-a-apa sebenarnya salah kita disini?"
"Tidak ada waktu untuk bertanya! Larilah!"
Iya, tapi bagaimana kami bisa berlari Nyonya Rira? Tempat ini asing bagi kita semua. Tanamannya juga beberapa kali menghalangiku. Arya yang sudah ada didepanku tak sengaja menyenggol bunga raksasa disamping. Tiba-tiba dia dimakan oleh bunga itu.
"Ahuu...hmmph!"
"ARYA!"
"Fokus lari saja, Artemis!"
"Iya, tapi bagaimana dengan Arya?"
"Biarkan saja! Yang penting kita aaah!"
Gawat! Nyonya Rira terjerat oleh sulur tanaman. Para Prajurit tadi berhasil menangkap beliau. Kini tinggal aku dan Ahmed. Dia enak karena punya pisau saku yang bisa menebas tanaman disini.
"Kenapa rasanya sepi sekali, Artemis! Ah...ah...hah!"
"Dua orang sudah tertangkap. Tinggal kita saja, Ahmed!"
Tapi didepan sana ada prajurit yang siap menunggu kami. Kurasa keberuntungan sedang tak memihak pada kami.
"Putar arah, Artemis!"
"Tidak bisa, Ahmed! Mereka ada dimana-mana."
"Sial, kita terjebak disini!"
***
Kurasa lebih baik menyerah. Percuma saja kita mau melawan. Dua manusia lawan sebanyak apa prajurit disini. Mereka mengikat kami semua dengan sulur tanaman dan memasukkan kami ke sebuah kurungan besar yang bisa dijunjung. Ternyata Arya berhasil mereka tangkap juga.
"Kalian berdua menyerah?"
"Lebih tepatnya kita terjebak pada kondisi yang ada, Nyonya Rira."
"Kenapa kepalamu basah semua, Arya?"
"Bunga itu, aku tak tahu! Kurasa ini bukan nektar tapi euuh...!"
Aku dan Ahmed merasa jijik melihat Arya semacam dipenuhi oleh lendir yang lengket di kepalanya. Dia berharap bisa segera menemukan air untuk membasuh. Nyonya Rira hanya diam sambil terus mengawasi sekitar.
"Hei, kami mau dibawa kemana?"
"Kalian akan dibawa ke istana ratu!"
"Ini adalah wilayah kami! Kalian para manusia suka sekali melanggar batas."
"Mana kita tahu kalau ini wilayah kalian. Kami hanya terjatuh dari...hmmph!"
Nyonya Rira segera membekap mulut Arya. Entah kenapa beliau lakukan itu? Prajurit tadi sudah mulai curiga dengan perkataan Arya.
"Terjatuh dari mana?"
"Dia hanya asal bicara saja! Kami sungguh tak tahu kalau sudah masuk kemari."
Tatapan prajurit itu tajam ke arah Nyonya Rira. Bukannya takut, atasanku itu malah membalasnya kembali dengan tatapan yang sama.
"Kalian manusia yang terlalu berani! Ratu kami akan memutuskan hukuman yang pantas untuk pelanggar batas seperti kalian."
"Tidak apa! Biarkan kami yang menghadap ratu kalian. Supaya semuanya jelas!"
Prajurit itu tak mampu membalas lagi perkataan Nyonya Rira. Pikirnya mungkin semakin ditantang malah justru makin jadi. Itulah sebabnya dia bisa menjadi atasan kami.
"Nyonya, anda yakin kita akan baik-baik saja?"
"Mereka bilang pemimpinnya seorang ratu bukan? Kurasa pemimpin perempuan masih bisa dihadapi untuk diajak bicara."
Memang apa bedanya jika pemimpinnya seorang laki-laki atau raja? Bisa jadi lebih kejam kalau dia perempuan. Ah, sudahlah! Kita ikuti saja bagaimana alurnya nanti.
Tak lama kami sampai di sebuah pemukiman dengan makhluk yang tingginya sama seperti manusia biasa. Eh, iya baru ku sadari para prajurit ini pasti berasal dari bangsa yang sama. Mereka hanya nampak memiliki daun telinga yang sedikit runcing saja.
"Mereka memandang kita dengan aneh!"
"Jelas saja, kita kan berbeda Ahmed!"
"Arya, kau tahu mereka ini jenis apa?"
"Ini membingungkan, Nyonya! Secara fisik mirip peri karena pakaian mereka terbuat dari serat tanaman yang masih alami. Lihat saja dari warnanya. Tapi tubuh mereka setinggi kita!"
"Eh, aku pernah tahu ada makhluk bernama 'Elf'. Apa itu mereka?"
"Kau pasti baca dari buku dongeng milik anakmu kan, Artemis? Tidak, mereka juga bukan Elf. Bangsa Elf sedikitnya lebih modern lagi. Tempat tinggalnya tak mungkin di hutan semacam ini."
Rasanya seperti makhluk asing yang menjadi tontonan penduduk disini. Para prajurit itu menurunkan kami tepat dihadapan satu sosok yang sedikit berbeda dengan yang lainnya. Pakaiannya lebih indah dengan bunga yang tumbuh dari atas kepalanya.
"Kami bawa mereka para manusia ini, Yang Mulia Ratu!"
"Apa yang mereka lakukan, prajurit?"
"Mereka telah melanggar batas wilayah kita!"
"Manusia terkadang tidak tahu kalau mereka telah melangkah kemari."
Huh! Benar saja ini adalah ratu mereka. Anehnya, hanya dia yang memiliki sayap tipis seperti capung di punggungnya. Matanya tajam mengamati kami satu per satu. Seketika sayapnya terbuka lebar. Membuat semua yang ada disini terkejut.
"Mereka membawa energi negatif. Tapi, bebaskan saja yang perempuan ini!"
"Hei, ini tidak adil! Kenapa tidak disebutkan saja apa salah kami?"
"Diam kau manusia! Bicaramu tidak sopan dengan ratu kami."
Sang ratu meminta prajuritnya untuk diam sejenak. Kini Arya diawasi oleh kedua mata ratu itu yang tajam namun tetap nampak indah.
"Dia membawa energi negatif bagi kita! Prajurit, bawa ketiganya ke dalam penjara!"
"A-apa? Tapi mereka tidak salah apapun, Yang Mulia Ratu."
"Diam! Jangan lakukan pembelaan untuk teman-temanmu itu, manusia! Kau aku nyatakan bebas. Sementara tiga manusia ini harus dipenjara!"
"Nyonya Rira, lakukan pembelaan untuk kami!"
Nyonya Rira membalikkan badannya pada kami. Tatapan matanya seolah ingin sekali berkata bahwa bisa mengajak sang ratu berbicara. Tapi kenyataannya berbeda!
"Cempaka! Hei, kalian para dayang! Panggil Cempaka kemari."
"Ba-baik, Yang Mulia Ratu!"
Muncul satu sosok diiringi oleh para dayang. Ia berpakaian indah seperti sang ratu. Sikapnya sopan sedikit menunduk sambil mengangkat bagian ujung gaunnya. Baru berani berbicara pada ratunya.
"Yang Mulia Ratu memanggil saya?"
"Ya, ajak manusia perempuan ini ke istana. Aku sangat tertarik padanya!"
"Baik, maaf ikut denganku ya."
"Tapi teman-temanku bagaimana nanti?"
"Tidak apa-apa, mereka akan baik-baik saja!"
Nyonya Rira dipaksa untuk mengikutinya. Meski beliau masih bersikeras ingin bersama kami bertiga. Sementara kita bertiga dilepas ikatannya dan dijebloskan ke penjara.
"Kenapa? Apa karena kita laki-laki?"
"Mungkin dia merasa semua laki-laki itu sama!"
Aku dan Arya melihat ke Ahmed. Dia sepertinya sudah pernah menerima perkataan semacam itu dari perempuan.
"Kau sudah pengalaman ya disakiti perempuan?"
"Eh, tidak juga! Aku hanya pernah mendengar curhatan seseorang saja waktu di coffeshop."
"Kau menguping pembicaraan orang lain?"
"Masalahnya volume bicara dia terlalu keras! Bagaimana tidak telinga ini mendengarnya? Bukan aku yang sengaja kepo ingin tahu!"
Ahmed nampak kesal, dia memegang daun telinganya saat membalas perkataan Arya tadi. Seorang prajurit yang berjaga nampak kesal dan mulai membentak kami semua.
"Kalian berisik!"
"Kau juga berisik!"
Prajurit itu kalah suara, dia akhirnya memilih untuk menjauh dari sel kami. Aku bertanya pada Ahmed apa dia masih menyimpan pisau sakunya?
"Pisaunya diambil oleh prajurit tadi!"
"Kau tak punya senjata lainnya?"
"Huh! Aku kan niat bekerja, bukan untuk bertarung. Jelas saja tak membawa senjata tajam lainnya."
Ahmed makin kesal dengan pertanyaan Arya. Kami tahu hanya dia yang mahir mengartikan bahasa kuno dan punya sedikit keahlian berpedang. Eh, berpedang ya bukan berpisau!
Disini setidaknya ada air, jadi Arya sudah berhasil membasuh kepalanya. Lebih nyaman melihatnya seperti ini, bersih dari lendir lengket tadi.
"Sst! Hei, kalian semua!"
"Siapa itu? A-a-aa...."
Aku dan Ahmed segera menutup mulut Arya. Bahaya kalau dia berteriak disini. Jelas akan memancing prajurit tadi. Rupanya itu sosok yang dipanggil Cempaka dan juga Nyonya Rira.
"Kami berdua tidak bisa lama disini!"
"Jadi, bagaimana keputusannya?"
"Ratuku mencurigai kalian membawa sesuatu yang mengandung energi negatif. Coba kalian periksa, adakah benda yang kalian bawa?"
Aku jelas tak membawa apapun lagi kecuali jam tangan pintar yang sudah mati ini. Namun tetap kuserahkan pada Cempaka. Ahmed hanya bawa batu artefak itu di dalam kantong kain miliknya. Sementara Arya mengeluarkan sebuah gulungan kecil dari ikat pinggangnya.
"Nah, itu dia! Gulungan itu, aku merasakan ada energi negatif."
"Ta-tapi ini jimat keberuntungan milikku!"
"Ckck! Kau masih percaya dengan benda semacam itu, Arya?"
"Hei, jangan bilang lagi ini tak ada dalam keyakinanmu! Aku benci itu, Ahmed!"
"Tidak, karena aku tahu dulu ayahku pernah membawa benda semacam itu. Hanya aku saja yang tak percaya! Sudah banyak tipuan yang dilakukan penjual jimat."
"Aku selalu beruntung dengan jimat ini!"
"Kalau iya, kenapa kita sekarang ada di penjara ini?"
"Nah, benar apa kata Artemis!"
"Kemarikan benda itu!"
Cempaka sedikit memaksa, akhirnya Arya berikan juga. Ia nampaknya tak rela melepas jimat miliknya. Cempaka mengatakan kalau benda itulah yang sebenarnya dicurigai oleh ratunya.
"Rira, katakan pada mereka hukuman yang akan diberikan oleh ratuku besok!"
"Eh, kami tetap akan dihukum? Ini semua salah Arya!"
"Astaga, kenapa aku yang salah lagi sih?"
"Diam kalian semua! Ratu disini memerintahkan untuk menghukum kalian agar...ah, berat aku mengatakannya!"
"Menjadikan kalian bagian dari kami!"
Hukuman macam apalagi itu? Nyonya Rira hanya menunduk saja. Kurasa beliau menyerah dengan keadaan. Namun cempaka meyakinkannya, besok kami semua bisa dibebaskan.
"Benda ini akan kubawa, semoga saja Yang Mulai Ratu mau mendengarkan penjelasan dariku."
"Sebentar, tolong jelaskan jenis hukuman yang kau sebutkan tadi."
"Kalian akan diubah menjadi seperti kami."
"Itu tidak masalah kan, fisik kami dan makhluk disini hampir sama kok."
"Tidak! Ingatan manusia kalian akan hilang, tinggal Yang Mulia Ratu mau membuat kalian menjadi anak kecil atau tetap di usia kalian seperti sekarang."
"Itu artinya...."
"Kalian akan tinggal disini selamanya!"

หนังสือแสดงความคิดเห็น (143)

  • avatar
    ZalRizal

    500

    10d

      0
  • avatar
    Aj Mi

    mantap

    24d

      0
  • avatar
    SptrTristan

    bagus sekali

    22/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด