logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 3

Bab 3
Dalam bilik yang gelap dengan kekacauan yang telah terlewati. Artha mengerjapkan matanya. Dia meraba-raba nakas untuk mencari jam, atau ponsel yang bisa dia gunakan untuk melihat jarum jam.
Kepala gadis itu terasa begitu pusing. Dia tidak sanggup mengangkat kepalanya, bahkan membuka mata saja seolah menyakiti isi dalam tengkoraknya.
Artha mengumpat, dia gagal menggenangi apa yang ingin dia cari. Dia menarik korden yang berada tepat di atas ranjangnya. Gadis itu sendiri tidak tahu di mana ia terlalap semalam.
Artha hanya ingat bahwa dia telah melewati malam yang panjang. Sorot mentari pagi sudah terlihat dan menembus kaca.
Gadis itu, menghentikan pergerakan tangannya, dia lelah mencari keberadaan ponselnya. Tidak peduli sekarang jam berapa, Artha hanya ingin menikmati apa yang dia rasakan saat ini. Kelelahan dan juga kepala yang berat seperti menggunakan tusuk konde dengan berat puluhan kilo.
"Akh! Shh— selalu seperti ini," rintihannya. Ia memegang kepalanya dan memijit pelipisnya. Berharap rasa sakit itu berkurang.
Artha mencoba bangkit. Tangannya yang ia gunakan sebagai penopang tubuhnya ketika hendak duduk, tanpa sengaja menyentuh sosok pria yang ada di sisi lain ranjang.
Mata Artha menatapnya. Tidak ada keterkejutan. Ini bukan kali pertama gadis itu tidur dengan pria asing.
Artha menyapu seluruh ruangan dengan manik mata kecilnya. Mata seperti biji hazelnut. Cokelat terang, dan indah. Sayangnya, kelakuannya tidak seindah warna mata juga mata sayu itu.
Gadis itu menyingkir dari ranjang, berjalan menjauh dengan sempoyongan mencari pintu yang terhubung dengan kamar mandi. Rumah yang betul-betul kotor. Pakaian, putung rokok di mana-mana dan juga botol-botol bekas minuman keras juga penuh di meja kamar tersebut.
Artha heran, manusia semacam apa yang bisa hidup ditempat seperti itu. Ketika menemukan pintu plastik berwarna hijau terlur asin. Artha membukanya.
"Euhm—" ia terpekik dengan tertahan, bau menyengat di kamar mandi jauh lebih menjijikkan.
Perut Artha seketika seperti diaduk-aduk, hingga pada akhirnya gadis itu muntah. Antara terlalu banyak mengkonsumsi miras, juga karena mencium bau tidak sedap di dalam kamar mandi tersebut.
Suara Artha membangunkan pemilik rumah itu. Tubuh Artha terkulai semakin lemas. Artha menyahut handuk untuk menutup tubuhnya.
"Kamu sudah bangun? Mau susu?"
Artha menyembulkan kepalanya, dia bergeleng. Sungguh semua kondisi di rumah itu, membuat nafsu makan atau bahkan minum Artha menghilang.
"Tolong ambilkan bajuku," pinta Artha. Lelaki itu melempar pakaian milik Artha kearah gadis tersebut. Artha menangkapnya dengan baik.
Ia kembali menutup pintu plastik itu. Membersihkan diri dengan ekspres, karena Artha ingin segera pergi dari rumah terkutuk itu.
Sepuluh menit berlalu, Artha si gadis cantik, sudah terlihat segar dan jauh lebih baik dari sebelumnya. Meski kepalanya masih terasa berat dan juga pening. Namun, untuk berjalan Artha sanggup.
Gadis itu mencari keberadaan tas kecil miliknya diantara tumpukan-tumpukan pakaian yang berserakan. Ia menemukan tas mungilnya di balik pintu kamar itu.
"Kamu mau pergi?"
Lelaki semalam, mendekati Artha. Dia masih mengamati wajah ayu yang memesonakan pria tersebut.
"Ya, kamu kira aku mau tinggal ditempat seperti ini? Hanya wanita mabuk yang melakukan itu. Dan— itu aku semalam. Bye, semoga harimu menyenangkan," papar Artha.
Ia segera menghilang di balik pintu. Artha kembali melihat sekeliling. Itu bukan seperti rumah utuh. Akan tetapi, satu rumah yang beberapa kamarnya disewakan. Dugaan sementara dari Artha.
Masa bodo dengan rumah tersebut. Artha keluar, dia tidak tahu ini di kawasan mana. Ia tidak tahu ini dirinya ada di mana. Artha terus berjalan, beberapa kali kakinya terjatuh di bahu jalan.
Rasa pusing dan mual masih merajai tubuhnya. Hingga dia kembali muntah di pinggir jalan.
Pengendara mobil yang lalu lalang seakan cuek dan tidak peduli dengan apa yang dilalui oleh wanita itu.
Banyak dari mereka yang kehilangan empati ketika di jalan. Bukan begitu, tetapi karena tidak sembarangan mobil bisa berhenti dipinggir jalan. Mereka harus mematuhi rambu lalu lintas. Di mana mereka boleh berhenti dan menepi, di mana hal itu dilarang dan sangat tidak dianjurkan.
Seorang pengendara, memutuskan untuk menepikan mobil box miliknya. Dia selalu mengedarkan pandangan setiap kali melakukan perjalanan. Jadi ketika masalah seperti ini terjadi, ia selalu memilih untuk mencari pos pemberhentian dan menghampiri siapapun itu yang membutuhkan bantuannya.
Danu, ya— itu dia. Laki-laki tersebut turun dari mobilnya. Dia mengambil sebotol air mineral yang selalu ia bawa.
Menghampiri wanita itu dan mengulurkan botol berisi air yang penuh itu.
Artha yang masih membungkuk dan memegangi perut serta dadanya menoleh. Menatap siapa gerangan yang telah memberikan bantuan kepadanya.
Bukankah selama ini, jika Artha butuh bantuan selalu meminta dan membayar. Kini ada orang lain yang bagaikan mengulurkan tangannya dan membantu Artha tanpa dipinta.
"Minumlah, kamu kenapa? Mau aku antar ke dokter?" tawar Danu. Dia menatap dengan memicingkan matanya karena tertimpa sorot matahari. Sedangkan Artha berada di bawah rimbunnya pepohonan yang tingginya hanya sepinggang orang dewasa.
"Nggak ada racunnya kan?" tuduh Artha.
Danu tersenyum, dia menutup dahinya dengan telapak tangan untuk menghalau sinar matahari yang menerpa wajahnya. Bukan karena takut gosong, akan tetapi dia merasa silau, dan tidak bisa melihat dengan jelas wajah Artha.
"Tidak. Ayo aku antar ke rumah sakit, barangkali kamu butuh penanganan khusus," timpal Danu.
Artha meneguk habis setengah botol itu. Dia haus dan dia memang membutuhkan air untuk meredakan pusing di kepalanya. Seharusnya air kelapa, tetapi dia tidak menemukannya untuk saat ini.
Artha bangkit, dia memberikan botol sisa minumnya kepada Danu, berjalan menjauhi pria itu. Artha berpikir bahwa Danu adalah seperti lelaki yang lain. Baik hanya ketika ada maksud terselubung, maksud tertentu, alias hanya membutuhkan tubuhnya saja.
Namun, Artha salah. Sepeninggalan Artha, Danu kembali menuju di mana mobilnya terparkir, dia masuk kedalamnya dan mengemudikan mobil boxnya menelusuri jalanan pagi setengah siang hari ini.
Sementara Artha, gadis itu menunggu Danu mengejarnya. Namun, dia juga tidak mendapatkan rengkuhan atau bahkan panggilan dari seseorang.
Artha menoleh dan tidak mendapati siapapun di belakangnya. Artha mengerutkan dahinya merasa heran.
"Hah— kemana itu orang? Dia manusia kan? Apa jangan-jangan makhluk jadi-jadian?"
Artha mengedarkan pandangannya ke segala arah. Namun, dia tidak menemukan siapapun di sana. Hanya angin yang berhembus, dan juga orang-orang yang mulai berangkat bekerja.
Artha bergeleng, dan kembali melanjutkan langkahnya. Namun, pikirannya masih terus mencari-cari keberadaan lelaki yang dia anggap misterius.
Gadis itu memutuskan untuk memesan taksi online. Artha merasa lelah dengan berjalan kaki, dan tanpa tujuan.
Ia berharap bahwa setelah dia tiba di rumah, keributan tidak lagi terjadi. Artha berharap hidupnya damai dan tenang. Dia sudah lelah terus kabur dari kenyataan yang pahit.
Artha ingin menjadi wanita normal, menjadi gadis pilihan dan memiliki kehidupan yang sempurna. Kekasih, teman-teman yang royal dan simpati pada dirinya.
Namun, semua itu hanya sebuah ilusi untuk Artha, sebuah kenyataan yang menjadi fatamorgana untuk gadis berusia dua puluh tiga tahun tersebut.
Ketika sedang menunggu taksi yang dia pesan, ponselnya berdering. Dia menerima panggilan dari seseorang yang tidak dia kenal.
"Ya—"
Artha tersenyum dengan sumringah, peluang lagi untuknya. Sangat mudah bagi dirinya mendapat harta kekayaan selain dari kedua orang tuanya.
"Oke, on the way," jawabnya.
Bisnis yang begitu menguntungkan untuk Artha. Apa, bisnisnya?

หนังสือแสดงความคิดเห็น (119)

  • avatar
    KurmanOla

    menurtsya novel ini sangat baik dan bagus untuk dibaca Karen mengandung makna pesan dan menarik di baca ini sangat baik untuk pada muda mudi yang akan datang sebagai hal pelajaran dalam keseharian

    27/06/2022

      0
  • avatar
    LUNB1L_13

    oke

    26d

      0
  • avatar
    ButonRehan

    good

    23/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด