logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 4 Kafe Michan

"Pokoknya keputusanku sudah bulat. Aku bakal ikut tes itu, walaupun tanpa restu Ibu dan Abah.
Gadis berjilbab merah jambu mengutarakan isi hati, mulutnya terus ngoceh meyakinkan kedua sahabat. Sedangkan, tangannya masih sibuk menari di atas keyboard sambil memandang layar komputer.
Pukul 21.00, Kafe akan segera tutup, ketiga pelajar itu masih sibuk membereskan pekerjaan di Kafe.
"Rana, ingat ya, ridho Alloh swt ada pada ridho orang tuamu!"
Alif mencoba meluluhkan sikap keras kepala gadis itu. Sudah biasa, ketika Rana punya niat untuk melakukan sesuatu, selagi itu dalam hal kebaikan. dia akan terus bersikukuh untuk melakukannya.
"Aku melakukan semua ini karena Alloh, demi kebaikkanku."
Kali ini, dengan penuh keyakinan mata sayu Rana, menatap wajah kedua sahabatnya.
"Kamu yakin? Tekad karena Alloh dan tekad karena hawa nafsu itu beda tipis, letaknya ada pada niat."
"Maksudnya?"
Amoy memandang ke arah Alif. Tangan kirinya memegang semprotan burung berisi cairan pembersih. Tangan kanannya masih bergerak mengelap meja.
"Sulit membedakan, mana kemauan yang didasari dorongan hawa nafsu dan mana kemauan yang didasari dorongan untuk mendapatkan ridho Alloh."
"Aku yakin Lif!"
Rana masih saja bersikukuh. Dia menghentikan pekerjaannya lalu berjalan ke arah Amoy dan merangkul pundak sahabatnya itu meminta dukungan.
"Yakin apa? Sesuatu yang kamu anggap baik belum tentu baik di mata Alloh." Alif hampir emosi dibuatnya.
"Alif betul Na, sama kayak yang dibilang Mamaku."
Amoy kali ini bersikap netral.
Rana menarik napas panjang dan beristigfar
"Oke, ya sudah. Lupakan dulu masalahku."
Dia segera mengalihkan topik pembicaraan.
"Gimana Ruko milik Mamamu, Momoy. Boleh gak kita pake?"
"Boleh, Rana. Mamaku mengijinkan. Katanya biar aku belajar usaha."
Muka Amoy kembali cerah ceria.
"Alhamdulillah, kapan kita eksekusi?"
"Minggu besok, gimana?"
"Okey! Gimana, Lif?"
Laki-laki itu hanya mengangguk lalu kembali sibuk dengan pekerjaannya merapikan piring-piring kotor.
Dua minggu kemudian, mereka memindahkan lokasi kafe karena masa kontrak tempatnya sudah habis. Rencananya, kafe akan dipindahkan di tempat yang lebih dekat dengan sekolah dan kantor-kantor. Kebetulan lokasi yang tepat adalah ruko milik Mama Amoy.
"Gimana Lif, kamu bisa bikin suasana ruko ini persis kayak gini lagi?"
Rana menyodorkan foto setiap sudut ruangan kafe Michan yang lama.
"Wah, bakalan sulit Na, kalo ruangan ini harus di cat ulang terus kita gambarin kayak dulu. Soalnya warna dasarnya merah terang, kita mesti cat ulang dengan warna putih dan pastinya bakal bikin biaya membengkak. Gimana kalo kita beli wallpaper aja, gambarnya bisa dibuat lebih tampak hidup."
"Ide bagus!"
Amoy mengacungkan jempolnya. Rana menempelkan kedua jempol itu bersilangan di pipi Amoy, kemudian menarik pipi tembem sahabatnya. Alif tidak kuasa menahan tawa, saat Amoy memonyongkan bibir.
"Bakal lebih mahal gak, yah?"
Raut muka Rana seketika berubah, gadis itu memang agak sensitif dengan hal berbau uang.
"Tenang Rana, aku punya teman yang bekerja di percetakan khusus wallpaper. Tempatnya di deket rumahku. Nanti aku bisa hubungin dia dan ngasih desainya. Harga bisa dinego, Insya Alloh."
Alif memberikan solusi.
"Okey!"
Kini giliran Rana yang mengacungkan kedua jempolnya, Amoy bersiap menangkap. Dengan sigat, gadis cantik itu menurunkan tangannya. Amoy pun nyengir kuda.
"Taplak meja dan tikar yang menarik, juga bantal duduk biar Kafe baru ini mirip restoran-restoran Jepang. Kaligrafi basmallah, salam sama doa sebelum makan, kita pake yang lama aja, yah. Yang sudah rusak baru kita beli!"
"Oke, kalau itu biar aku yang urus, beli di Brother Land, banyak!"
"Brother Land? itu dimana, Momoy?"
Rana menopang dagu, sedangkan Alif mengetuk-ngetuk jidatnya dengan telunjuk.
"Gimana sih bahasa inggris kalian. Brother itu kan artinya kakak laki-laki sebut aja abang, sedangkan Land itu artinya tanah. Jadi?"
Amoy memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi. Alif dan Rana berbarengan mengucapkan kata "Ooo.." dengan volume suara semakin kencang.
"Bilang Tanah Abang aja susah!"
Celetuk Alif sambil merebut lap di tangan Amoy.
Mereka bertiga tertawa bersama.
Menjadi seorang pengusaha butuh keseriusan. Apalagi mendirikan sebuah kafe. Awalnya Rana, Amoy dan Alif dipertemukan di Komunitas Wirausaha Muda atau yang terkenal dengan nama KWM.
Suatu hari, Rana memiliki ide usaha membuat Mie Ramen yang unik dan beda. Amoy mendukung. Mereka berdua memulai melakukan percobaan. Ternyata keahlian memasak mamanya, menurun.
Rana punya ide menjual mie ramen dengan cara penyajian unik. Bukan hanya direbus tetapi dikukus seperti kue dengan tambahan bahan dan toping unik. Untuk kuahnya dijadikan terpisah.
Ramen buatan Rana dan Amoy, awalnya memang rasanya aneh. Tetapi mereka tidak menyerah dan terus mencoba sampai Mama Amoy bilang rasanya cukup pas untuk lidah pasar Indonesia.
Mereka berdua pun melakukan tes pasar dengan menjual Michan di kelas lewat teman ke teman. Semakin lama berkembang dan Michan bisa masuk ke kantin sekolah.
Alif melihat peluang bisnis Michan cukup menjanjikan, lalu ikut bergabung dengan mereka.
Bulan Januari, mereka bertiga membuat business plan dan dipresentasikkan di depan Mama Amoy. Bulan April, planning mereka membuat kafe kecil-kecilan bisa terlaksana karena bantuannya.
Sebut saja namanya Bu Maryatun, beliau adalah pemilik Rumah Lap Barokah, bisnis kain lap yang selama ini telah mengangkat kehidupan warga Desa Kerlap. Bu Maryatun bukan hanya berbisnis, namun membantu perekonomian desa dengan menjadikan lap sebagai usaha rumahan yang tergabung dalam kelompok usaha. Selain itu Bu Maryatun punya restoran di daerah Jakarta.
Bu Maryatun menanamkan modalnya di Kafe Michan. Jika diibaratkan saham perusahaan. 70% saham Kafe Michan adalah milik Bu Maryatun. 30% sahamnya Milik Amoy, Rana dan Alif.
Jumlah saham yang mereka tanamkan menentukan jumlah keuntungan masing-masing, sebab kerja sama awal yang telah mereka sepakati adalah sistem bagi hasil.
Rana, Amoy dan Alif meresmikan kafe baru. Letaknya masih di kawasan kota Jebe, kali ini tempatnya lebih strategis, pas dengan target pasar mereka. Ketiganya sangat berterima kasih kepada Bu Maryatun atas kebaikannya mempersilahkan menggunakan ruko secara gratis. Mama Amoy memang sangat mendukung putrinya belajar berwirausaha sejak kecil.
"Alhamdulillah, akhirnya kafe baru kita jadi."
Mata Rana berbinar. Tidak disangka, usaha kecilnya bisa punya tempat yang cukup luas. Impian memiliki kafe telah terlaksana berkat kedua sahabatnya dan Bu Maryatun. Bahkan kali ini kafe barunya jauh lebih besar dari sebelumnya. Gadis cantik itu sangat bersyukur atas nikmat yang telah Alloh limpahkan kepadanya.
"Minggu besok setelah peresmian kafe. Gimana kalo kita undang komunitas 'Barudak Jalanan' buat ngadain syukuran dan doa bersama?" lanjut Rana memberikan ide.
"Bagus itu, nanti biar bisa aku liput terus dijadikan artikel di koran. Biar sekalian jadi bahan promosi."
Alif mengangkat kamera yang setiap saat jadi kalung di lehernya.
"Setuju!"
Amoy mengangkat kedua jempolnya. Gadis bertubuh gempal itu ketika tersenyum seolah matanya hilang tertutup rapat.
"Eh, Jauh lebih baik yang tau cukup hanya Alloh SWT. Jangan sampai sedekah kita pada anak-anak jalanan berubah menjadi sifat riya. Inget gak kata Ustad Abdul, bisnis sama sedekah itu dua hal yang berbeda." Rana merevisi ide Alif.
"Betul tuh, Lif!" celetuk Amoy. Gadis itu kemudian memeluk Rana manja.
"Makasih, yah... udah diingetin!" Alif memeluk tiang.
Kedua gadis itu tidak kuasa menahan tawa melihat tingkah sahabatnya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (111)

  • avatar
    Niko

    bagus ceritanya

    21d

      0
  • avatar
    MichelleYan

    beautiful story

    19/08

      0
  • avatar
    AzahraPutri

    terlalu panjang

    18/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด