logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

5. Kenalin, calon suami Ghea.

"Tante Hannah, sahabat mami saya."
Mendengar itu, membuat senyum di bibir Ghea bertambah lebar. Sebuah kebetulan yang sangat menguntungkan.
"Pasti mami om bahagia deh, punya menantu anaknya sahabatnya," ucap Ghea, sedangkan cowok di depannya kini nampak berpikir.
"Eh, nama om siapa?" tanya Ghea malu-malu ngeselin.
"Jangan panggil saya om! Memangnya umur kamu berapa sih?" tanyanya.
"Dua puluh satu," jawab Ghea dengan senyum lebar.
"Umur saya baru dua puluh enam! Tolong jangan panggil saya Om, panggil saja Orion," jawabnya sembari memalingkan muka.
Ponsel Ghea bergetar, menampilkan panggilan masuk dari Rere, nampaknya gadis itu juga sudah mengiriminya puluhan pesan dan meminta kembali ke ballrom karena Marco mencarinya.
Gadis itu menggapit lengan Orion, lalu menariknya untuk turun bersama, meskipun berkali-kali Orion menolak untuk dilepaskan.
"Kamu ini apa-apaan? Lepasin saya!" desisnya, jika saja ia adalah pria kasar, pasti tubuh Ghea sudah ia lempar dari tadi.
Ghea tidak menggubrisnya, dan tetap memeluk lengan Orion sampai di hadapan keluarganya, membuat cowok itu akhirnya menyerah.
Rere nampak menatap Orion dengan terpesona, sampai cewek itu lupa caranya berkedip, sedangkan Marco dan Rita Sugihdosa menatapnya dengan heran.
"Nak Orion? Kok bisa bareng Ghea, terus ini?" Marco menatap lengan Orion yang dipeluk Ghea.
Membuat cowok itu bingung dan hendak melepaskannya. Namun, Ghea justru semakin mempererat.
"Maksud mas? Orion anaknya Alan?" tanya Mak lampir kepo.
"Iya, ganteng ya?" jawab Marco sembari tertawa.
Rita menatap Orion dengan senyum sok manis, lalu menarik Rere ke sampingnya. "Nak Orion, kenalin ini Rere putri tante, gimana menurut kamu?"
Ghea menatap keduanya malas, apa-apaan coba?
Orion tersenyum tipis. "Selamat ulang tahun ya, Rere."
Rere langsung blushing mendengarnya, apalagi mendapatkan senyum dari Orion, padahal dia senyum hanya untuk formalitas saja, ya kali mau ngucapin ke pemilik acara dengan wajah butek.
"Mama, tau gak? Kak Orion itu calon suami Ghea loh, seneng dong kalian punya menantu ganteng!" ucap Ghea dengan senyum sok manis, lalu mengedipkan sebelah matanya ke arah Orion dengan genit.
Orion, Marco, Rita dan Rere langsung syok mendengarnya, terlebih Rere yang sepertinya sudah melotot seakan-akan bola matanya akan keluar.
"Kalian pasti langsung kasih restu dong," lanjutnya.
Orion menatap Ghea lama, lalu membuang napasnya. "Maaf, om, saya tidak pernah bilang, saya tidak tau kalau Ghea adalah putri om."
Akhirnya! Ghea mendapatkan lampu hijau! Artinya Orion sudah setuju, dong!
Yee nikah.
"Enggak papa kok, Nak Orion, Om justru senang, Ghea mendapatkan laki-laki yang tepat," jawab Marco yang membuat Ghea sedikit meringis. Semoga papanya tidak tau, kalau sebenarnya mereka baru ketemu dua kali.
"Saya pamit, ya. Ada urusan soalnya," pamit Orion. Cowok itu melangkah menuju parkiran, dengan diikuti Ghea di belakangnya, untuk mengantar.
Sudah seperti calon istri sungguhan.
"Ghea," panggil Orion dengan suara dingin, cowok itu menarik Ghea ke sisi mobil, lalu mengedarkan pandangannya.
Merasa tidak ada orang lain yang melihatnya, cowok itu kembali menunduk, menatap Ghea yang sedang berekspresi polos.
"Saya tanya sekali lagi denganmu! Kamu serius mau jadi istri saya?"
Ghea mengangguk. "Ghea serius, Kak."
"Menikah dengan saya, tanpa cinta. Artinya kamu siap saya manfaatkan, untuk menuruti keinginan mami saya!" ucapnya dengan sedikit mendesis.
"Ya, Ghea juga bisa manfaatin Kak Orion balik kok, jadinya kek simbosis mutualisme gitu," jawab Ghea dengan cengiran.
"Oke, seperti mau kamu! Dalam waktu dekat ini kita menikah! Saya harap kamu tidak menyesali ucapan kamu sendiri!"
"Jika perasaan kamu merasa tersakiti nantinya, itu bukan salah saya, ingat! Kamu yang memaksa saya menikahi kamu!" lanjutnya penuh penekanan, menegaskan seolah-olah dirinya tidak akan bertanggung jawab untuk segala sesuatu yang akan terjadi nantinya.
"Om wajahnya dingin, gak pantas kalau cerewet! Byee calon suami!" seru Ghea sembari berjalan memasuki hotel dengan tangan yang ia lambaikan.
Orion tampak kesal, penjelasannya seolah-olah tidak penting bagi gadis itu, tapi ya sudahlah. Yang terpenting, dirinya sudah memperingatkan.
Gadis itu menjemput masalahnya sendiri. Bahkan, Orion tidak yakin jika dirinya tidak akan menyakiti hati Ghea, suatu hari nanti.
Orion melajukan mobilnya dengan santai, hingga memasuki pekarangan rumah besar yang menjulang tinggi di depannya.
Cowok berjas hitam itu, langsung memasuki kamar di mana maminya terbaring di ranjang.
"Orion, kapan kamu bawa calon istri kamu ke rumah?" tanyanya dengan senyum manis, membuat Orion langsung berjongkok dan mengecup punggung tangan wanita itu.
"Mami nagih terus, sudah seperti tukang kredit aja," jawabnya dengan tawa kecil. "Besok, ya, Mi."
"Kamu beneran? Yeeeyy, mami mau punya menantu! Aduh jadi semakin sehat ini!" pekiknya, membuat Orion tertawa haru.
"Jangan terlalu lincah, Mi. Orion mau mandi dulu, selamat malam," ucap Orion sembari mencium pipi, lalu melangkah keluar dan mendapati kedua adiknya dan papi yang sedang menonton tv bersama-sama.
"Kak, gimana? Acara ngajak nikahnya lancar?" tanya salah satu adiknya. Membuat cowok itu hanya melirik tanpa menjawab, dan langsung menaiki tangga untuk sampai ke dalam kamar.
Haha lancar?
Ia memang sudah mendapatkan calon istri. Namun, ini sungguh di luar ekspektasi.
Semua angan-angan untuk hidup dan memiliki keluarga kecil dengan orang yang dicintainya hancur begitu saja.
Orion mengambil bingkai foto yang di dalamnya terdapat gambar dirinya dengan seorang cewek manis yang dari dulu selalu menemaninya.
Seharusnya, Orion sadar, jika keduanya hanya sebatas sahabat. Bisa-bisanya ia jatuh hati dan berpikir untuk membuatnya menjadi istrinya.
Bagaimanapun, dia adalah gadis yang dari dulu ia cintai, dan selamanya akan begitu, meskipun gadis itu sudah memiliki orang spesial sekalipun.
Ia akan tetap memasang badan dan melindunginya, dengan mengatasnamakan 'Sahabat.'
Haha, miris.
Cowok itu melepaskan jas dan kemejanya, lalu mulai memasuki kamar mandi dengan hati dan pikiran yang masih kacau.
flashback.
Dua insan berbeda gender itu duduk saling berhadapan di dalam restoran mewah nan elegan.
"Rio, lo tau, 'Kan? Bagi cewek, umur 25 itu udah mateng?" tanya seorang gadis berambut panjang dengan tawa kecil.
"Mangga kali mateng," jawab sang cowok dengan senyum tipis, jantungnya berdetak tak karuan.
Mungkinkah, ini saatnya?
Sebelah tangannya, menyusup ke saku celananya, hendak mengambil sebuah benda yang minggu lalu sudah dibelinya khusus untuk sang gadis manis di depannya.
"Gue, mau berjuang, Yo. Gue mau perjuangin cinta gue, habis ini, gue mau nyusul orang tua ke Amrik, dan nemuin dia. Gak peduli, penolakan dia ke gue, pokonya berjuang dulu, hahahah."
Gerakannya terhenti, lalu tangannya kembali ke atas meja dengan kosong. "Aku selalu dukung kamu kok, apapun asal kamu bahagia," jawabnya dengan suara tertahan.
Hatinya nyeri.
Sang gadis tersenyum lebar, lalu berdiri dan melingkarkan tangannya ke leher sang cowok dari belakang. "Makasih, Rio, lo emang sahabat gue! Aaat gue sayang banget sama lo!"
"Thanks, Yo! Dari kecil lo udah jaga gue, jadi sahabat terbaik gue, sekarang kita udah dewasa, waktunya menjemput kebahagiaan dan cinta kita masing-masing," lanjutnya sembari membenamkan wajahnya di ceruk leher sang cowok.
Sang cowok hanya diam, cinta, bahagia? Bagiamana dia bisa mendapatkannya, jika orang yang dicintainya akan memperjuangkan cintanya untuk laki-laki lain?
Orion mengusap wajahnya berkali-kali. Ingatan sore tadi masih terus terngiang-ngiang di kepalanya.
Sial, hatinya belum mengikhlaskan gadis yang dicintainya akan pergi begitu saja.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (34)

  • avatar
    SyahputraWijaya Mauludi

    good

    16/08

      0
  • avatar
    Cahya Ani

    Bagus banget

    07/08

      0
  • avatar
    RiantoRian

    bagu bagus dan bagus pokonya

    24/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด