logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

4. Om, ayo nikah sama Ghea!

"Ghe, ikut gue nemuin tamu yang ada di sana yuk, bentar!" ajak Rere sembari menarik lengan Ghea yang masih asik mengobrol dengan yang lainnya.
Gadis ber bandana merah itu, menyeretnya memasuki salah satu kamar yang digunakan untuk istirahat.
"Apa?!" tanya Ghea ngegas duluan.
Rere berkacak pinggang, lalu menatap tajam Ghea. "Ini acara gue! Pliss, deh. Lo enggak usah caper!"
"Lo merasa tersaingi, 'Kan?" tanya Ghea dengan senyum remeh, lalu gadis itu merebahkan tubuhnya ke kasur. "Bamer, pesona gue lebih besar dari lo, hehe."
"Jangan nampakin wajah lo di ballroom lagi! Sebelum gue telpon lo!" sentak Rere yang membuat Ghea berdecak malas.
"Ck, iya! Gue juga gak betah kok, satu ruangan sama lo, bawaannya mual pura-pura akur," jawabnya tak kalah pedas. jika Rere bisa seperti itu, tidak ada alasan untuk Ghea diam saja.
"Nice!"
Setelah mengatakan itu, Rere pergi untuk menemui tamu yang lainnya, sedangkan Ghea, beranjak duduk dan merapikan kembali rambutnya.
"Dasar, punya saudara tiri kok gini amat," gumamnya seraya terkekeh geli.
Bosan karena hanya berdiam diri, iseng-iseng Ghea berjalan mengelilingi hotel mewah ini, kemudian gadis itu memasuki lift dan menekan tombol untuk naik ke lantai paling atas.
Untuk ke atap.
Hembusan angin malam, langsung menerpa wajah cantiknya, saat dirinya melangkah menuju besi pembatas, sedikit dingin, tetapi segar.
Matanya menatap siluet cowok yang sedang berdiri sembari menatap bintang, dengan sebelah tangannya memegang ponsel yang menempel di telinganya.
Jiwa kepo Ghea langsung meronta-ronta.
Dilihat dari belakang sih, pakaiannya formal, apakah salah satu tamu papanya?
Tanpa diketahui, Ghea sudah berdiri di belakang cowok itu, sembari mendengarkan apa yang sedang dibicarakannya.
'Ya, kapan-kapannya itu kapan?'
"Nanti juga waktunya tiba kok."
'Mami udah sakit parah, mami cuma mau melihat kamu menikah sebelum tuhan ambil nyawa mami.'
"Mi, please, jangan ngomong ngawur, mami itu wanita kuat."
'Iya, kelihatan kuat, tapi apa kamu tau? Kesakitan apa yang terus maju rasakan? Mami capek.'
"Mi .... "
'kalau kamu sayang mami, cepat nikah, ya."
Tuttt.
Dapat Ghea dengar, desahan frustasi yang keluar dari mulut cowok di depannya. Gadis itu tersenyum jahil, lalu menepuk dengan keras punggung cowok itu, meskipun ia tidak mengenalnya.
"Sejak kapan kamu di sini!" ucapnya kaget, membuat Ghea juga ikut tersentak kaget.
Bukannya dia, om-om yang bayarin dirinya saat di minimarket?
"Wah, ketemu lagi!" seru Ghea dengan senyum lebar, lalu gadis itu teringat akan ucapannya.
Secepat mungkin, gadis itu membuka case ponselnya, lalu mengeluarkan uang lima belas ribu, yang ia simpan di belakang ponsel. "Nih, Om! Sesuai janji Ghea, kalau ketemu lagi, Ghea ganti, pasti om enggak ikhlas, ya! Jadinya kita bertemu lagi!"
"Tidak perlu menggantinya," jawabnya datar.
Ghea masih terus menyodorkan uangnya. "Gausah bohong deh, masa sih ikhlas, tapi om ada di sini, gak mungkin kebetulan. Emangnya jodoh apa, pasti bertemu!"
Cowok yang dipanggil Om oleh Ghea itu, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celananya, lalu menyandarkan tubuhnya pada besi pembatas sembari menatap Ghea.
"Oh, gak mau? Yaudah, bagus deh. Uangnya masih utuh, bisa buat beli somay," ucap Ghea sembari memasukkan kembali uangnya.
"Apa yang tadi kamu dengar?" tanyanya dingin.
"Ghea dengar semuanya, komplit. Enggak ada yang terlewat satu kata pun," jawabnya jujur. Bahkan, mendengar sekilas saja membuatnya paham inti masalahnya.
"Sikap kamu, jauh dari kata sopan!" sinisnya.
Ghea menyengir tidak enak, ya, dia sadar. Terlebih yang dirinya dengar adalah percakapan masalah keluarganya, yang menurutnya cukup privasi.
"Om, keberatan banget ya, emang? Padahal cuma disuruh nikah?" tanya Ghea.
Cuma di suruh nikah katanya?
"Bukan urusan kamu, saya minta, anggap kamu tidak mendengar apapun," jawabnya tanpa menatap Ghea yang saat ini sedang memonyongkan bibirnya.
"Gak bisa, udah terlanjur."
"Om ini emangnya belum punya tunangan? Padahal Ghea lihat gak jelek, udah mapan juga." Ghea tidak mempedulikan cowok yang tengah menatapnya tidak suka.
Entah kenapa, dirinya sangat ingin tau.
"Sudah saya bilang! Bukan urusan kamu!"
"Ghea saranin, ikutin apa yang ibu om minta, karena kita gak bakalan tau, esok atau lusa masih bisa mengabulkannya atau gak," jelas Ghea sembari tersenyum tipis, ia menjadi teringat dengan mendiang sang mama.
Perkataan gadis itu, membuat hati cowok yang sedang bermain ponsel itu sedikit tersentil.
Dulu, Ghea adalah gadis pembangkang yang sulit diatur, dan tidak pernah mendengar atau menuruti ucapan mamanya.
Membuatnya menyesal, setelah kehilangan sosok hebat itu. Menjadikan Ghea menjadi gadis penurut, setelahnya.
"Saya belum punya calon istri, puas kamu!"
Lah, kok ngegas.
"Pasti om kebanyakan milih-milih cewek ya? Atau gak laku?" tanya Ghea dengan cengiran.
"Apa menurut kamu saya mempunyai wajah jelek? Yang membuat saya tidak laku?"
Ghea menatapnya lekat. Sangat tampan, hanya orang sinting yang akan menganggap cowok itu jelek. Bahkan, gadis itu masih menatap tanpa melepaskannya, sekalian modus.
"Heh!"
"Hehe, lumayan sih. Ah, Ghea tau! Pasti karena om itu serem ya! Soalnya dingin banget, kek kutub!" Ghea memeluk tubuhnya sendiri dengan lebay. Agaknya, gadis itu tertular sifat berlebihan Sasha.
"Apa kamu percaya? Jika saya baru saja ditinggalkan oleh orang saya cintai, satu menit sebelum saya mengutarakan maksud saya, untuk mengajaknya menikah!"
Sebenernya tidak percaya sih, memangnya secantik apa cewek yang disukainya? Sampai meninggalkan cowok setampan dia? Namun, melihat sorot matanya yang memancarkan luka, Ghea tau dia tidak berbohong.
"Percaya kok. Jadi itu alasan gak mau nikah sekarang, ya!"
"Hm."
"Om, ayo nikah sama Ghea aja!" seru Ghea dengan senyum lebar.
"Jangan gila!" ucapnya tajam, cowok itu menatap balik Ghea, sembari melipat tangannya di depan dada.
"Ghea waras kok, kalau gak percaya, ayo ke psikolog sekarang!" jawabnya seakan-akan memohon, agar diterima menjadi istri cowok yang bahkan tau namanya saja tidak.
"Paling cuma tertekan dikit," lanjut Ghea dalam hati.
"Sebenarnya kamu punya masalah hidup apa sih? Saya tau kamu sudah cukup dewasa untuk mengerti arti dari sebuah pernikahan!"
Ghea tertawa, lalu bergumam pelan. "Humm, gatau. Pengen nikah."
"Emangnya apa keistimewaan kamu, sehingga percaya diri sekali meminta menikah dengan saya?"
"Saya bisa jadi babu loh."
Cowok itu membuang napasnya dengan kasar. "Bagaimana bisa, kamu menawarkan diri untuk menikah dengan saya, sedangkan kamu tidak mengenal saya. Begitupun sebaliknya."
"Oh, jadi kenalan dulu? Oghheyy! Perkenalkan nama saya Ghea! Terlahir dari pasangan Marconah yang pernah hits pada masanya!"
"Marconah?"
Ghea mengangguk antusias. "Marco dan Hannah!"
Nampaknya cowok itu sedikit terkejut saat mendengarnya. "Marga kamu?"
"Raphael."
"Jadi kamu anak pemilik acara ini? dan apa? Kamu anaknya om Marco dan Tante Hannah?" tanyanya bertubi-tubi.
Ghea mengangguk lagi. "Om kenal sama mama Ghea?"
"Tante Hannah, sahabat mama saya."

หนังสือแสดงความคิดเห็น (34)

  • avatar
    SyahputraWijaya Mauludi

    good

    16/08

      0
  • avatar
    Cahya Ani

    Bagus banget

    07/08

      0
  • avatar
    RiantoRian

    bagu bagus dan bagus pokonya

    24/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด