logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 2

“Menurutmu aku tidak terlihat aneh?”
“Tidak, tidak, kau sangat keren.”
Tetapi, kenapa Dean merasa tidak yakin? Untuk kesekian kalinya ia memandang refleksi wajahnya di kaca spion motor. Sebenarnya tidak ada hal aneh yang berubah, ia masih sangat tampan, tetapi penampilannya jadi lebih rapi dan Alex membuat rambutnya ... sedikit mengkilap.
Sejujurnya meski Alex mengatakan tatanan rambutnya hanya sedikit mengkilap, ia tidak merasa seperti itu. Menurutnya, kepalanya terlihat seperti papan seluncuran; sangat licin. Aroma minyaknya agak menyengat dan Dean tidak suka, tetapi ia harus bertahan beberapa jam ke depan demi menarik perhatian Emma-nya.
“Kau serius ini akan berhasil?” Tanya Dean, melirik Alex yang langsung mengacungkan kedua jempolnya dengan mantap.
“Percayalah, aku ini sudah berpengalaman dengan perempuan.”
“Kau pikir aku tidak berpengalaman dengan perempuan?”
Alex terkekeh, ia merangkul pundak Dean dan meninju lengannya main-main. “Tapi kau tidak pernah bertemu yang seperti Emma, bukan? Aku sangat tahu apa yang gadis itu sukai.”
Memang benar, Dean tidak pernah bertemu yang seperti Emma. Sekalinya bertemu, ia jadi tidak bisa berpaling. Bukan, lebih tepatnya ia jadi tergila-gila.
Rasanya, ia tidak pernah menginginkan seseorang seperti ia menginginkan Emma.
Hari ini adalah hari pertama sekolah setelah libur semester dan ia akan memulai pendekatannya (lagi) dengan cara lain. Mungkin saja cara Alex efektif untuk membuat Emma menaruh sedikit perhatian padanya. Ia sudah mencoba banyak cara, salah satunya dari seniornya—David—yang katanya penakhluk wanita, namun tetap saja tidak berpengaruh pada seorang Emma.
“Ayo!” Panggil Alex, mulai menarik bahunya.
Dean menatap wajahnya sekali lagi sebelum meninggalkan tempat parkir. Ia mengusap kepalanya, kemudian mencium aromanya yang ternyata masih menyengat. Kenapa baunya agak aneh? Minyak apa yang Alex pakai? Jangan-jangan minyak bekas penggorengan? Apa pun itu, untuk saat ini ia tidak bisa memprotes.
Mereka melewati lapangan menuju gedung kelas dan Dean bisa merasakan tatapan orang-orang padanya. Ia tidak peduli, selama mereka tidak mengatakan apa-apa dan hanya menatapnya sebentar, ia tidak akan mempermasalahkannya. Tentu saja orang yang memiliki secuil otak tidak akan berani untuk membuatnya marah.
“Kau ingin ke kelas atau bagaimana?” Alex berhenti di depan tangga, membuat langkah Dean juga terhenti. Kelas keduanya berada di lantai dua—di sana totalnya ada lima kelas yang masing-masing diisi 30 orang murid. Untuk semester ini Dean dan Alex tidak sekelas, tetapi Dean bersyukur karena Emma masih sekelas dengannya.
“Hm ... entahlah,” kata Dean ragu-ragu. Bergantian melirik tangga dan perpustakaan, ia beramsumsi kalau kemungkinan besar Emma tidak berada di kelas. Hari pertama biasanya dikosongkan, pelajaran yang sesungguhnya baru dimulai besok, jadi Emma mungkin berada di perpustakaan. “Aku akan pergi ke perpustakaan saja.”
“Emma ada di sana?”
Senyum separuh Dean muncul. “Mungkin, aku yakin 80 persen.”
Alex tersenyum lebar. “Oke. Semoga berhasil.”
“Ya.”
Mereka berpisah dengan cepat dan Dean bergegas menuju perpustakaan. Seperti biasa, tempat itu sepi. Ia hanya melihat penjaga perpustakaan yang sibuk bermain ponsel di mejanya. Ia melepas sepatu kemudian melangkah ke dalam, tidak butuh waktu lama untuk menemukan Emma yang duduk sendirian di lantai sambil fokus membaca buku sejarah.
Dean mengusap rambutnya, lalu memperbaiki pakaiannya, memastikan tidak ada yang berantakan. Ia lantas mengambil tempat di samping Emma dengan hati-hati. Gadis itu masih tidak menyadari kehadirannya sampai ia berdehem. “Hei, Emma,” sapanya lembut.
Emma perlahan menoleh, keningnya berkerut tatkala menatap Dean. Siapa ...? “Dean?”
“Ya, ini aku.”
Benar, Dean? Kerutan di kening Emma semakin bertambah. Ia mundur sedikit ke belakang dan memperhatikan penampilan Dean dari atas sampai ke bawah. “Pffttttt.”
Dean berkedip. Ia menatap bingung Emma yang seakan menahan tawa, bibirnya terlipat rapat ke dalam. “Emma, ada ap—”
“Bwahahahahhahaha!” Tawa Emma meledak. Ia menutup mulutnya dengan tangan, tetapi tidak bisa meredam suara tawanya yang membuat Dean kebingungan di tempat. “Astaga, ada apa dengan penampilanmu? Terutama rambutmu? Mataku jadi silau melihatnya.”
Kemudian Emma kembali tertawa, sementara Dean mengerang kesal. Emma rupanya tidak menyadari hal tersebut dan terus berbicara, “Dean, kau sangat lucu. Aku pikir kau berubah jadi badut. Ada apa dengan penampilanmu? Hahahaha! Perutku sakit, aku tidak bisa berhenti tertawa! Hahahahaha!”
'Aku badut katanya?'
Dean kembali mengerang dan refleks memukul meja dengan keras. Tawa Emma seketika berhenti, ia menatap Dean yang tampak kesal. Pemuda itu beringsut ke arahnya, tetapi lututnya tergelincir yang membuat Emma ingin kembali tertawa, namun menghilang dengan cepat karena tubuh Dean jatuh ke arahnya.
Emma yang tidak bisa menahan bobot tubuh Dean ikut jatuh ke belakang. Ia meringis saat punggungnya berbenturan dengan lantai. Untungnya, Dean menahan tubuhnya dengan cepat sehingga tidak menimpanya. Mereka bertatapan sesaat, sebelum Emma menyadari situasi dan mendorong dada Dean. Tetapi bukannya menjauh, Dean malah semakin menunduk hingga hidung mereka bersentuhan. Irisnya menatap lurus ke dalam mata Emma yang melebar kaget.
“A-apa yang kau lakukan?!” pekik Emma.
“Menurutmu apa yang akan kulakukan dengan berada di atasmu seperti ini?”
“Jangan macam-macam! Ini perpustakaan! Seseorang bisa saja ...”
“Oh, jadi kau tidak mengkhawatirkan apa yang akan kulakukan padamu, tapi khawatir kalau ada orang yang melihat kita?” Kata Dean iseng sambil terkekeh. Rasa kesalnya menghilang begitu saja melihat wajah Emma yang memerah—menggemaskan. “Kekhawatiranmu ini seolah menafsirkan kalau kita adalah sepasang kekasih yang ingin bercumbu di perpustakaan.”
“Dasar sinting!” sahut Emma kesal. Mulut pemuda ini tidak pernah dikontrol sama sekali. Ia kembali mendorong dada Dean agar menjauh, tetapi tenaganya tidak sebanding. “Cepat pindah!”
“Tidak mau.”
Emma berdecak. Kenapa Dean suka sekali membuatnya kesal?
“Aku akan melepaskanmu dengan satu syarat,” gumam Dean.
Emma menatapnya curiga dan bertanya ketus, “Apa syaratnya?”
“Beri aku satu kecupan di bibir? Atau dua kecupan di pipi?”
Ya, Tuhan. “Tidak.”
“Oke. Kalau begitu kita akan berada di posisi ini sampai bel pulang berbunyi.”
Emma menatap Dean tidak percaya. Yang benar saja! Jelas sekali kalau pemuda ini harus pergi ke rumah sakit jiwa!
“Atau kau ingin memberiku satu ciuman panas?”
“Dalam mimpimu!”
Dean tertawa kecil. “Sekalipun dalam mimpi, aku akan sangat menyukainya.” Ia menyeringai ke arah Emma dan wajah gadis itu langsung memerah padam. Ah, ini tidak baik. Dean segera bangkit kemudian menarik Emma bangun dari lantai. Wajahnya masih memerah dan itu hanya membuat Dean sangat ingin menciumnya.
Pemuda itu menghela napas panjang untuk meredakan keinginannya. Tidak sekarang atau ia akan lepas kendali karena tempat ini sepi. Dan ia tidak ingin melakukannya, sementara Emma tidak menginginkannya. Untuk sekarang, ia masih bisa menahan diri, tetapi ke depannya tidak ada yang pasti karena gadisnya semakin hari semakin menggemaskan.
Seperti sekarang, saat rautnya kesal dan bibirnya maju beberapa senti. Alih-alih takut, Dean justru ingin menarik pipinya dengan gemas. Mereka bertatapan cukup lama dalam diam sebelum Dean memutuskan untuk keluar dari perpustakaan. Ia benar-benar akan mencium gadis itu kalau tidak segera pergi.
Yah, hari ini masih tidak berhasil.
Suasana hati Dean jadi kembali memburuk. Ia tidak berminat untuk kembali ke kelas, jadi ia berbelok ke arah kiri menuju rooftop yang biasa ia tempati. Ia mulai melepas dasinya dan melemparnya ke tempat sampah, kemudian membuka dua kancing teratas bajunya. Perset*n dengan penampilan yang Alex sarankan, Emma bilang ia terlihat seperti badut.
Terutama rambut berminyak sialan ini!
Dean mengacak-ngacak rambutnya dengan kesal. Ia tidak akan menuruti saran Alex lagi ke depannya. Sarannya bahkan lebih buruk dari David. Emma menertawainya dan memandangnya layaknya orang idiot. Dean tidak suka. Ia ingin Emma melihatnya sebagai Dean Asher yang keren, si nomor satu dan tentu saja pemuda ter-hot di sekolah ini.
Dean mendorong pintu menuju rooftop dan menemukan Alex tengah tersenyum menikmati angin yang berembus. Bisa-bisanya dia duduk santai di sini setelah memberi Dean saran yang menyesatkan.
“Bagaimana? Berhasil?” Alex bertanya dengan senyum manis.
Berhasil apanya? “Sialan kau.”
Alex langsung terbahak-bahak. Ia dengan gesit berdiri saat Dean berjalan mendekat dengan langkah lebar.
“Kemari kau!” Teriak Dean, tetapi sebelum ia sempat meraih Alex, pemuda itu sudah lari terbirit-birit menuju pintu keluar sambil tertawa.
“Ck.” Dean menghela napas. Ia mengusap rambutnya dengan malas, lalu duduk di kursi yang ditempati Alex tadi. Angin kencang menampar-nampar wajahnya dan ia memejamkan mata.
Dean menyimpulkan kalau cara manis tidak efektif untuk Emma. Sejauh ini, tidak ada yang berhasil saat Dean menggunakan cara yang disarankan orang lain. Ia harus melakukannya dengan caranya sendiri yang agak memaksa dan Emma tidak akan menolak.
Benar, lakukan yang seperti itu saja.
Akan tetapi, Dean masih tidak mengerti kenapa Emma menolaknya. Apa yang kurang darinya? Emma tinggal bilang ‘ya’ dan mereka akan menjadi sepasang kekasih! Selesai, tidak ada lagi masalah.
Seandainya semuanya semudah itu.
Ya, mungkin ia masih harus berjuang. Gadis manis seperti Emma memang harus diperjuangkan. Sampai kapan pun, ia tidak akan pernah menyerah.
Hanya satu prinsip hidupnya: jika ia menginginkan sesuatu maka ia harus mendapatkannya, bagaimanapun caranya. Pengecualian untuk Emma karena ia tidak bisa bersikap kasar, ia perlu bersabar.
Setidaknya Dean merasa tenang, karena tidak ada yang berani mendekati Emma. Kalau ada satu orang saja, ia pasti akan langsung menyingkirkannya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (23)

  • avatar
    Kamu 221Didik

    hebat

    13/07

      0
  • avatar
    Farin Farin

    Verry good story

    20/06

      0
  • avatar
    lindarosa

    Aku suka cerita ini, ringan, tipe anak remaja yang lagi nakal-nakalnya, apalagi ini latarnya western kan jadi seru aja bacanya👍🌹 semangat kaka author😘

    17/05

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด