logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 6 DICAMPAKKAN

“Tadi aku tidak sengaja bertemu dengan pria itu?” ucap Aisha – salah satu santri di pondok pesantren tempat Amman sekarang belajar. Gadis itu berusia sekitar 18 tahun. Seangkatan dengan Amman. Ia merupakan santriwati yang masih kuliah sembari di pesantren. Aisha sudah lama berada di Pondok Ashabul Kahfi. Jika dihitung mungkin sejak ia SMP atau sekitar enam tahun. Ditambah nanti, ia melanjutkan perguruan tinggi disana, maka total adalah 10 tahun. Waktu yang bisa dibilang cukup lama.
Tidak berselang lama, para santriwati yang mendengar dan penasaran segera mengerubungi Aisha, meminta untuk diceritakan tentang Amman. Para santri itu sangat penasaran dengan figur Amman yang sering dibicarakan. Mereka ingin mendengar langsung dari Aisha. Gadis itu berpeluang besar untuk sering bertemu dengan Amman karena ia adalah santri tangan kanan Bu Nyai yang sering diminta untuk belanja atau membeli keperluan pondok.
Satu bulan kemarin katanya ada rombongan santri yang datang dari Jawa Timur. Mereka lulus dari wisuda langsung dipondokkan disini. Banyak santri yang mengatakan bahwa ada satu santri yang terlihat tampan dan rupawan. Tata kramanya juga sangat dijaga. Santri itu ketika ditelusuri lebih lanjut bernama Amman Abdul Aziz. Sampai usianya sebulan disini, Amman belum pernah melakukan kesalahan satu pun layaknya para santri baru yang ingin mencoba hal - hal baru. Dunia pesantren seperti sudah akrab baginya. Dan perkara mudah tentu, untuk menaklukan peraturan yang ada di pesantren. Amman sudah terbiasa sejak ia kecil karena orang tuanya yang sudah tidak ada sedari lama.
“Waa? Kok bisa? Katakan seperti apa dia?” ucap teman - temannya yang lain. Kekaguman mereka mungkin besar. Namun itu tidak sepadan dengan Aisha. Ia bisa mengagumi Amman lebih dari itu.
“Ternyata benar sesuai kabar yang beredar. Kang Santri itu sangat alim sekali. Dia soleh!” ucap Aisha. Ia bercerita sembari tersenyum sendiri ketika membayangkan wajah Amman tadi. Ah.. Pria itu benar - benar membuat Aisha tidak bisa tidur pastinya. Aisha ingin menikah saja. Jika Pak Kyai barangkali menjodohkannya dengan Amman, maka ia tidak akan pernah menolaknya.
“Wahh..Beruntung sekali kamu Sha, bisa ketemu langsung sama dia. Tadi ketemu dimana?” para santri yang berkerumun berjumlah sekitar delapan orang itu semakin penasaran. Mereka ingin diceritakan mendetail tentang pertemuan Aisha dan Amman. Tentu akan sangat menarik jika mendengar kesan dari perempuan yang bertemu dengan nya langsung. Apalagi melihat Aisha, yang merupakan santriwati senior di pondok dan keilmuwannya tentang kitab sudah tidak diragukan lagi, tentu membuat para santriwati berpikir bahwa Aisha adalah gadis yang cocok untuk Amman.
Aisha mendengar sendiri para santri mulai menjodoh-jodohkan Amman dengan dirinya. Wajah Aisha merah padam. Ia tentu malu karena ini kali pertama dirinya menyukai seorang laki-laki.
“Ahh.. sudah sudah. Kita harus membantu memasak di Ndalem. Tadi aku cuma ketemu di pasar dan dia membantuku membawakan belanjaan ini.” Balas Aisha. Ia saat ini masih memegang beberapa bahan masakan untuk keperluan sehari – hari dan makanan santri. Para gadis itu segera kembali ketika Mbak Asri meneriaki mereka untuk tidak berkerumun.
“Aisha! Segera kesini!” ucap Mbak Asri. Ia merupakan abdi ndalem yang sering masak di dapur pondok itu. Terkadang juga diminta untuk memasak di Ndalem. Namun kali ini sepertinya memasak di dapur pondok karena para santri selepas pulang dari rumah. Libur sehari kemarin ternyata mengurangi jatah masak Mbak Asri sehari harinya. Oh ya... Mbak Asri sering dibantu oleh Aisha. Gadis itu memilih kuliah secara daring daripada luring.
Aisha segera datang dan membantu pekerjaan memasak. Membutuhkan waktu sekitar tiga jam untuk membuat hidangan bagi santri yang jumlahnya ribuan itu. Untung saja ada santri putra yang ikut membantu, namun dapur mereka tetap dipisahkan oleh sekat. Dapur santri putra lebih luas daripada santri putri, maka dari itu mereka memasak lebih banyak dari yang di masak Mbak Asri dan Aisha.
“Sini, iris tempe nya kecil- kecil menjadi potongan kotak ya. Jangan sambil melamun! Nanti bisa kena pisaunya!” ucap Mbak Asri. Ia berusaha bercanda dengan Aisha setelah tahu ada yang ganjil dengan anak itu sejak kepulangannya tadi dari pasar. Mbak Asri juga sempat melihat Amman membawakan belanjaan nya.
Aisha masih diam. Dia belum selesai membereskan pekerjaan tadi. Bayang bayang nya masih penuh dengan wajah Amman. Entah mengapa dalam sekali pandang gadis itu sudah bisa jatuh cinta dengan Amman. Pria itu berhasil menyihir gadis yang diisukan sulit jatuh cinta itu. Amman sepertinya adalah cinta pertamanya.
“Kenapa?” ucap Mbak Asri. Ia dari tadi gatal dan tidak tenang. Rasanya sudah ingin menanyakan hal tersebut kepada Aisha. Namun cemas apabila Aisha salah paham dan dianggap ikut campur.
“Dunia sempit ya Mbak?” ucap Aisha. Ia mulai mengaduk aduk tepung yang disiapkan untuk melanjutkan proses penggorengan. Lauk santri kali ini adalah keripik tempe dadu – menu yang sebenarnya sudah sangat lezat bagi kalangan santri. Jika menu ini sudah dikeluarkan, para santri akan datang berhamburan untuk menyantap makanannya. Bahkan ada santri yang tidak kebagian jatah dan terpaksa harus membeli makanan di luar.
“Katakan, apa yang mengganggu hatimu? Rasanya bahagia, tetapi ada semburat kesedihan di bagian yang lain.” Tebak Mbak Asri. Ia benar benar pembaca ekspresi yang ulung! Pikir Aisha. Mengapa tidak? Mbak Asri juga sudah menemani Aisha sejak ia dipondok. Terdengar tidak etis jika Mbak Asri tidak tahu menahu tentang dirinya.
“Entah Mbak, aku juga bingung. Mungkin karena baru pertama kali bertemu dengannya, aku jadi kebingungan dengan sikapku dan sikapnya sendiri. Ia bahkan terkesan tertutup dengan santri putri Mbak, tidak tahu alasannya kenapa.” Balas Aisha.
“Heyy, Aisha. Sadar! Memang santri ya harus seperti itu. Tidak mudah memandang santri lain. Mereka menjaga diri dan menjaga pandangan. Hayo.. Kamu lupa?” perempuan yang kini sudah dianggap oleh kakak bagi Aisha kini memberi penegasan.
Aisha diam. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Mungkin karena menurutnya memang benar. Terkadang cinta bisa membuat semuanya terlupakan, baik itu hukum, aturan, atau apalah itu yang biasanya mengikat diantara dua orang yang lagi jatuh cinta.
“Bukan begitu Mbak, aku hanya tidak bisa berkata –kata ketika secara kebetulan bertemu dengan nya. Sampai aku tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata tentang apa yang sudah ku rencanakan Mbak.” Aisha bercerita dengan ekspresi kebingungan.
“Kamu sudah pernah menemuinya kah sebelum hari ini?” tanya Mbak Asri. Pertanyaannya tegas, tanpa basa basi lagi. Perempuan yang sering mengenakan jilbab masukan itu membuat Aisha tidak berhenti bicara.
Mbak Asri memang tipe orang yang serius. Ia bahkan tidak ingin berbasa basi ketika di pinang oleh santri pak Kyai. Dalam waktu tiga hari, setelah sholat istikharah sebagai petunjuk pengambilan keputusan, Mbak Asri langsung menerima sang mempelai. Toh, hubungan mereka juga baik baik saja hingga sekarang. Bahkan Mbak Asri sudah memiliki satu anak yang kini tinggal bersama orang tuanya. Mbak Asri juga diberi rumah oleh keluarga Ndalem karena telah berjasa mengabdikan diri selama beberapa tahun di pondok.
“Iya Mbak, aku sempat berpapasan dengannya beberapa kali.” Ucap Aisha. Raut wajahnya sedih. Mbak Asri tahu itu adalah bagian dari kekecewaan yang gadis itu rasakan.
“Lantas? Apa semuanya baik-baik saja?.”tanya Mbak Asri lagi.
Aisha diam. Dia menggeleng karena tidak ada lagi jawaban. Sudah pasti bahwa semuanya memang tidak baik baik saja.
“Apa yang sudah kamu katakan kepadanya sampai menekuk wajahmu seperti ini Ha?” tanya Mbak Asri. Untung di dapur sedang tidak ada santri lain yang membantu. Hanya mereka berdua yang kini sedang memasak. Mereka tinggal menggoreng lauk pauk. Setelah itu pekerjaan selesai.
“Em. Aku hanya bilang mengaguminya, Mbak.” ucap Aisha. Gadis itu berkata tanpa bersalah.
Mbak Asri terkejut dan refleks berteriak. Salah satu santri ada yang menghampiri dan bertanya tentang keadaan. Untung dia dengan sigap mampu membereskan pertanyaan itu.
“Aishh... Anak lulusan Madrasah Aliyah ini memang polos sekali! Bukan begitu caranya cah ayu. Biarkan waktu yang menjawab. Kamu hanya perlu sabar lebih banyak lagi. Baru dua kali bertemu langsung kamu menyatakan cinta ya pantas saja di tolak!” ucap Mbak Asri. Ia kali ini melampiaskan kekesalannya kepada adonan tepung di depannya tepat. Meski tidak sebagai Aisha, namun Mbak Asri juga tahu, bagaimana rasanya ingin diperhatikan dan diakui oleh laki-laki.
“Amman selalu menunduk setiap saat Mbak, aku tidak tahan jika dia mencampakkanku seperti itu.” Bela Aisha. Ia menggambarkan bagaimana sikap Amman yang begitu dingin kepadanya, namun berbeda dengan santriwati lain ketika berbicara.
“Itu karena dia tahu kamu menyimpan perasaan kepadanya. Makanya ia berusaha menjaga jarak agar kamu tahu diri! Aishhh... Maaf maaf. Jangan pedulikan kata kata Mbak Asri. Aku sering begini jika sudah merasa kesal dengan keadaan. Ini kenapa juga adonannya tidak cepat halus!” gerutu Mbak Asri. Ia serasa kesal dengan keadaan yang menimpa Aisha. Kenapa untuk mencapai akta ‘bahagia’ harus banyak cobaan yang ia lalui seperti ini? Rasanya tidak adil baginya, pikir Mbak Asri.
“Aku hanya tidak tahu apa yang harus ku lakukan setiap melihat dia Mbak. Rasanya sakit kalau dia berlalu begitu saja. Entah perasaan apa ini. Rasa kagumku setiap hari bukan berkurang karena dia campakkan, namun malah bertambah!” ucap Aisha.
“Sudah sudah. Sekarang sholat dhuha dulu sana. Biar Mbak Asri yang membereskan semuanya. Keburu nanti dhuhur dan kamu kehabisan waktu.” Mbak Asri menyerah. Perihal hati memang harus disentuh oleh Yang Maha Kuasa. Jika hanya manusia sepertinya tidak akan berjalan dengan maksimal. Tuhan lah yang bisa membolak-balikkan hati manusia.
Aisha bersyukur, Mbak Asri benar - benar memahami apa yang ia maksud dengan kekaguman kepada Amman. Iya tidak bisa menahan diri waktu itu, dan itu adalah kesalahannya karena tidak mau bersabar sedikit lagi. Besok, ia akan meminta maaf dengan nya jika bertemu.
“Jangan lupa doakan dan sholawati dia!” teriak Mbak Asri. Kata kata itu membuat Aisha tersenyum. Ia bahagia ada yang benar benar mendukungnya saat ini.
‘Amman, Amman... Siapa gadis yang sudah menyita perhatianmu sampai kamu sama sekali tidak memandangku’, batin Aisha. Ia segera mengambil air wudhu untuk Sholat Dhuha.
**
Hai para author dan readers. Kalau suka boleh dong minta subscribe, and reviewnya ya kakak-kakak. Plus hadiahnya juga boleh yah kaa. Thank you so much :) Semoga selalu diberi kesehatan ya
Finding me I Instagram: @kismun.th
***

หนังสือแสดงความคิดเห็น (231)

  • avatar
    OnAkunff

    halo semua

    7d

      0
  • avatar
    IMAMSYAFI'I

    ya bagus

    20d

      0
  • avatar
    Hendra Modesad

    baguss

    29d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด