logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 5 BUKAN ANAK KECIL

"Anak kecil?" ucap Syakila monolog. Dari tadi ia berusaha mencerna kata - kata dari Kak Leo. Tidak hanya kata itu, tetapi semuanya. Kata-katanya absurd. Membingungkan. Tetapi yang membuatnya terkesan adalah, ia selalu bisa terlihat tenang, dewasa dan mampu memberi solusi. Hal itu yang menjadikan dirinya dihormati oleh siapa pun. Tidak akan ada yang berani merundungnya. Guru-guru juga selalu menyapa nya pertama kali. Bukan dia yang harus memulai terlebih dahulu. Aura Kak Leo benar – benar bagus. Pantas saja ia juga disukai oleh para siswa di sekolah itu. Kak Leo adalah primadona di sekolah, pikir Syakila.
Mungkin belum banyak yang tahu tentang Leo dan alasan dia belum ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Sehingga ia memilih untuk menjadi siswa lagi selama satu tahun. Membuat masa sekolahnya kini empat tahun.
Leo bukan tidak pandai atau cerdas atau tidak layak diluluskan. Pria itu sudah sangat memenuhi kriteria sekolah untuk lulus. Siapa yang berani tidak meluluskan siswa peraih medali emas dan kawan-kawan nya di ajang kepenulisan? Tentu mereka akan sangat mempertimbangkan agar pria itu lulus tepat waktu. Bahkan ada guru olimpiadenya yang meminta untuk mengikuti program akselerasi selama dua tahun. Namun Leo menolak. Pria itu ingin mengabdikan diri ke Club Jurnalistik yang sudah ia bangun semasa dirinya masuk pertama kali di sekolah itu. Iya. Club itu baru berdiri dan saat ini adalah tahun ke empat. Tahun dimana sangat banyak masalah dan pertentangan dari berbagai pihak – yang membuat Leo berpikir untuk menunda masa berakhirnya di sekolah sampai ia bisa menemukan solusi untuk Club kecintaan nya itu. Leo tidak ingin pergi dengan menyisakan masalah. Itu bukan dirinya yang pergi tanpa menyelesaikan tanggungjawab.
Ada satu hal lagi yang membuat Leo istimewa. Setelah tiga tahun berada di sekolah, Leo diberikan pekerjaan khusus. Ia menjadi asisten pribadi salah satu guru laboratorium sekolah. Kinerjanya yang cepat dan sangat memuaskan membuat para guru sudah memintanya untuk menjadi pengajar disana setelah lulus nanti. Tidak perlu melanjutkan studi ke universitas, pikir mereka.
“Dia pikir aku tidak bisa dewasa, sehingga tidak boleh memikirkan apa yang dibahas oleh orang – orang dewasa di luar sana?” gerutu Syakila. Ia saat ini berada di koridor lantai dua, berjalan menuju ke ruang kelas. Percakapan nya yang cukup panjang dengan Leo tadi berakhir ketika ada siswa yang masuk kesana. Anggota Club juga. Takut jika terjadi kesalah pahaman, maka Syakila memilih keluar. Toh, mereka sebenarnya juga tidak menjalin hubungan apapun kecuali antara ketua dan anggota.
Gadis itu masih memikirkan sikap mana yang menurut Kak Leo dianggap kekanak-kanakan seperti anak kecil.
“Aihhh... Mengapa aku jadi memikirkan kata kata itu? Aku sudah dewasa kok!” pinta Syakila. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepada. Mungkin berpikir cara itu bisa menghindari dirinya dari kata – kata Leo. Nyatanya belum bisa.
"Aihh.. Tetapi dia tadi terlihat sempurna sekali. Sepertinya aku juga belum bisa menyainginya. Dia terlalu tinggi untuk aku yang masih pendek tanpa perubahan ini." pikir Syakila. Jika seperti ini keambisiusan mulai terlihat. Ia terkadang suka membandingkan diri dengan orang yang gila prestasi seperti dirinya. Dan menganggap mereka seperti saingan. Melihat Leo membuatnya tersadar bahwa ia harus berbenah diri. Diatas langit masih ada langit. Meski Syakila disebut sebagai gadis multitalent, namun ia masih harus belajar dari kakak kelasnya, contohnya kepada Leo.
"Woyy. Kenapa kamu bicara sendiri macam itu, Sya!" tanya salah satu teman kelasnya. Ia terlihat bingung, mengapa para siswa menatapnya kaku seperti itu tepat ketika ia masuk. Suasana yang awalnya penuh dengan tawa, kini terdiam semuanya. Mereka sepertinya mengetahui banyak hal.
Syakila masih belum bisa mendengar apa yang dikatakan oleh anak anak kelasnya. Maklum! Di telinganya sudah terpatri lagu kesukaan khas produk lokal. Sepanjang jalan dari ruang Jurnalistik tadi ia langsung menyetel ponselnya dengan lagu itu plus earphone kesayangan yang berwarna putih. Baginya mendengarkan musik adalah kenikmatan sendiri. Ia tidak perlu jalan jalan lebih jauh agar bisa membuat hatinya sendiri merasa bahagia. Yaa.. Begitulah Syakila Amira.
Teman sekelas yang bernama Lydia itu menepuk bahunya. Membuat Syakila yang kini duduk di sisi pojok merasa kesal. Syakila tersadar pukulan itu ringan, namun juga agak menyakitkan.
“Lo kenapa? Tadi para siswa memanggil tetapi nggak lo jawab. Malah sembarang duduk tanpa mengatakan apapun!” ucap Lydia. Ia adalah teman kelas Syakila yang berperawakan tomboy. Namun sifatnya sangat baik. Ia berbaur dengan siapapun yang ia temui.
"Tadi loh, ada pria yang menggangguku! Ucap Syakila. Ekspresi kesalnya membuat Lydia percaya bahwa memang temannya telah diganggu oleh seorang pria.
“Katakan siapa namanya. Apakah dia dari sekolah ini? Coba sebutkan dari kelas berapa? Akan kuberi pelajaran nanti setelah pulang sekolah!” ucap Lydia. Ia memang terbiasa seperti itu. Harga diri adalah sesuatu yang harus dipertahankan, meski pun harus menggunakan jalan kekerasan. Lydia sering kali mendapati temannya di rundung oleh para lelaki, dan dia yang juga menyelematkan mereka. Gadis itu rupanya telah ahli di bidang bela diri karena mendapat pelatihan khusus oleh keluarganya.
Syakila tersenyum kepadanya. Ia tertawa ringan melihat Lydia yang begitu serius dengan ucapan itu.
“Kenapa lo tertawa? Ada yang lucu kah? Oh oh oh.. Jangan jangan lo membohongi gue ya??” Lydia mengarahkan jari telunjuknya kepada Syakila. Ia bahkan berniat mengambil kemoceng meja atau tas milik Syakila untuk menghajarnya.
“Plis jangan pukul Syakila! Aku Cuma mau menyairkan suasana aja Lyd. Kamu terlalu khawatir dan itu membuatku ingin bercanda denganmuu. Haha.. “ Lydia menaruh kembali kemoceng itu. Ia agak kesal dengan Syakila.
"Siapa lagi dia? Apakah orang yang sama kaya tadi pagi? Ah... Siapa namanya itu? Andre??" tanya Lydia. Ia tadi pagi juga turut menyaksikan kejadian yang tidak sengaja terjadi pada Syakila di depan para siswa. Setahu Syakila, Andre adalah playboy, dan itu sudah menjadi sarapan maupun makan siang bagi para siswa. Beberapa orang yang tidak percaya tentu ingin mencoba, bagaimana menjadi kekasih dari pria tampan yang terkenal di sekolah karena kemampuan menaklukan perempuan.
"Eww? Kok sampai Andre. Aku sudah melupakan nya tadi!” ucap Syakila.
“Lalu siapa?” Lydia semakin penasaran karena Syakila tak kunjung menjawab pertanyaannya.
“Haha, bukan siapa siapa! Sudahlah. Yang penting sekarang aku aman!" Gadis itu bermaksud menyembunyikan sesuatu dari Lydia. Namun sepertinya gagal. Ia seharusnya paham jika Lydia sudah menginginkan, maka harus tercapai, termasuk perihal dirinya yang diganggu.
"Heleh ngaku aja kenapa? Tadi lo ngapain kok terlambat? Pasti ada yang lo temui. Syakilaa.. Lo sangat tahu kalau gue nggak suka diperlakukan seperti ini. Gue suka panik sama orang dan lo harusnya paham itu!" teriak Lydia. Para siswa sempat terkejut dengan teriakannya itu. Mereka mengalihkan pandangan kepada Syakila dan Lydia. Syakila segera menutup mulut Lydia dan meminta maaf kepada teman teman lain karena mereka berisik.
“Oke oke, tenang. Aku ceritakan.” Syakila mengambil napas panjang. Ia tidak bisa menyembunyikan kejadian tadi jika Lydia terus merengek.
“Aku tadi bertemu dengan Kak Leo!” ucap Syakila.
“Haa? Siapa? Kak Leo? Kakak kelas yang sangat tampan dan berwibawa itu?” suara Lydia lagi lagi mengejutkan para siswa yang sibuk belajar untuk persiapan ujian. Mereka merasa terganggu.
“Heyy! Kalau mau ramai silahkan keluar! Jangan disini. Tidak tahukah aku sampai tidak tidur semalam hanya untuk persiapan ulangan hari ini! Aihhh... Menyebalkan!” gerutu salah satu siswa.
“Heyy! Lo pikir gue tidur semalam?” Balas Lydia. Ia berdiri dan hendak memukul pria yang menggerutu tadi. Manja sekali, pikirnya.
“Lyd Lyd.. udah. Kita memang salah. Aku jelasin nanti aja ya waktu istirahat. Sudah ada guru juga.” Ucap Syakila berusaha menenangkan teman nya itu.
“Janji lo ya. Harus menceritakan semua yang terjadi pagi tadi?” pinta Lydia.
Syakila manggut manggut. Ia setuju sembari memegang kepalanya. Entah mengapa kepalanya tiba tiba pening. Ia harus memikirkan untuk bercerita darimana.
“Eh, BTW. Menurut kamu apakah aku masih terlihat seperti anak kecil Lyd?”
**
Hai para author dan readers. Kalau suka boleh dong minta subscribe, and reviewnya ya kakak-kakak. Plus hadiahnya juga boleh yah kaa. Thank you so much :) Semoga selalu diberi kesehatan ya
Finding me I Instagram: @kismun.th
***

หนังสือแสดงความคิดเห็น (231)

  • avatar
    OnAkunff

    halo semua

    7d

      0
  • avatar
    IMAMSYAFI'I

    ya bagus

    21d

      0
  • avatar
    Hendra Modesad

    baguss

    29d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด