logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 4 Jawaban Mas Rama

Pagi-pagi sekali aku berpamitan pada Bapak dan Ibuk untuk pulang ke Jogja kerumah suamiku.
“Pak, Buk aku pamit dulu ya, ini ojek onlinenya udah sampai soalnya.” Pamitku pada Bapak dan Ibuk saat ojek yang ku pesan sampai di depan rumah. Aku memeluk Bapak dan Ibuk bergantian, entah kenapa ada rasa terenyuh saat aku mendekap mereka. Tak lupa untuk sungkem dan mencium punggung tangan Bapak dan Ibuk.
“Hati-hati di jalan Nduk, nanti kalau sampai jangan lupa ngabari bapak ya.”
“Iya pak, aku jalan dulu ya.” Aku melambaikan tangan saat tukang ojek melajukan motornya.
Setelah sampai terminal aku langsung naik bis jurusan Jogja. Di sepanjang perjalanan menuju ke jogja dadaku rasanya sesak kembali, entah mengapa tiba-tiba saja air mata ini mengalir dengan deras. Aku tidak memperdulikan orang-orang yang saat ini menatapku heran. Kusandarkan kepala kekaca samping kiri sembari melihat pemandangan dari balik jendela dengan pandangan kosong.
Aku masih menimbang-nimbang langkah apa yang harus aku buat sekarang. Apa aku langsung meminta cerai pada Mas Rama saja atau menanyakan semuanya dulu dan berpikir kemudian. Tapi bagaimana bila saat kutanya ia tidak jujur. Sedangkan kalau ia memang mau jujur harusnya sebelum pernikahan ia memberi tau diriku ataupun Bapak dan Ibuk terlebih dahulu, kalau pernikahan ini hanya pernikahan yang beralaskan perjanjian.
Tak terasa kini aku sudah sampai di Jogja, aku menelfon Mas Rama minta di jemput di terminal.
“Mas bisa gak jemput aku di terminal, ini aku sudah sampai.” Ujarku setelah ia mengangkat telpon dariku
“Iya tunggu di sana aku otw sekarang.” Terdengar jawabannya dari ujung terpon yang saat ini kugenggam.
“Oke, tak tunggu di deket pintu masuk ya, pos satpam.”
“Ya.” jawabnya singkat, aku langsung mematikan panggilan dan berjalan menuju pos satpam menunggu dirinya datang.
Saat menunggu aku menyusun rencana, rencanaku nanti akan mencoba bertanya pada Mas Rama soal perjanjian itu dan hubungannya dengan Jesica gadis yang baru datang di rumah kami.
Tak berapa lama kemudian kulihat mobil Mas Rama mendekat ke arahku, aku langsung berjalan menuju mobil Mas Rama. Aku masuk ke dalam dan mendudukan tubuhku ke kursi samping Mas Rama.
“Mas nanti mampir sebentar di Cafe Mutiara ya, aku lagi pengen makan yang manis-manis nih.” Ujarku setelah memakai sabuk pengaman. Aku berharap dia menyetujui ajakanku, aku akan membicarakan semua unek-unekku disana. Tapi kalau ia menolak dengan terpaksa aku akan ngomong langsung sekarang juga.
“Boleh, tapi jangan lama-lama soalnya 2 jam lagi aku ada meeting.”
Mendengar jawaban Mas Rama membuatku bersyukur. Mas Rama melajukan mobilnya menuju Cafe Mutiara tempat aneka desert yang paling terkenal di sekitar sini.
Setelah 5 menit perjalanan kita sudah sampai di parkiran Cafe, Aku dan Mas Rama turun dan memasuki Cafe itu. Ku pilih meja yang ada di lantai dua, karena disana lebih sepi jadi aku bisa leluasa ngobrol sama Mas Rama.
“Mas sebenarnya ada yang mau aku tanyakan.” Ujarku setelah pelayan yang mencatat pesanan kami menjauh.
“Apa?”
“Sebenarnya Jesica itu mantan pacar atau pacar Mas?
Ku beranikan diriku untuk bertanya pada Mas Rama. Sebelumnya aku tak pernah menanyakan masalah pribadi Mas Rama tapi kali ini aku bulatkan keberanianku untuk menanyakan status wanita itu dan perjanjian yang ia buat dengan kakeknya.
“Kenapa kamu tiba-tiba nanya soal Jesica? Kamu keberatan akan kehadiranya di rumah kita?” Seperti Biasa Mas Rama menjawab dengan santai dan seolah-oleh mempedulikan pendapatku tentang kehadiran gadis itu di rumahnya.
“Tidak Mas, bukan keberatan hanya saja aku pengen tau aja. Sudah sewajarnya kan kalau aku yang statusnya sebagai istrimu ingin tau hubungan kalian.” Jawabku tegas
“Dia sahabatku sejak kecil, pas aku masih tinggal di Surabaya rumah kami bersebelahan dan kami jadi sangat dekat.”
“Hanya sebatas itu? Bukannya Mas sangat mencintainya, aku kemarin melihat sorot matamu padanya Mas, dan tatapanmu padanya penuh dengan cinta.” Jawabku tak percaya dengan ucapan Mas Rama, dan memancingnya untuk berkata jujur padaku.
“Iya benar, aku memang mencintainya dan kami pernah menjalin hubungan sebelum dia kuliah di Amerika. Kami terlalu sibuk untuk hubungan jarak jauh jadi kami sempat putus komunikasi dan tepat saat itu kakek menjodohkan kita.”
Deg, walaupun aku sudah mengira sejak awal jawaban ini akan terlontar dari mulut Mas Rama, namun hatiku tak bisa berbohong, dadaku terasa sesak. Yang lebih membuat hatiku sakit Mas Rama mengatakan itu semua dengan sangat santai dan tanpa rasa bersalah sedikitpun padaku. Aku harus bertahan dan mengabaikan rasa sakit ini, aku harus mengorek informasi lebih dalam lagi tentang dirinya dan Jesica serta perjanjian itu.
“Terus kenapa dulu kamu tidak menolak perjodohan kita dan menunggunya Mas?”
“Walaupun saat itu dia masih bersamaku pun aku akan tetap menikahimu.” Jawabnya
‘Iya kamu tetap akan menikahiku, bukan karena ingin. Tapi hanya ingin berbakti pada kakekmu’ Ingin ku teriakan kalimat ini keras-keras tapi aku tahan, aku harus bisa mengendalikan diri.
“Kenapa Mas? Bukankah kamu hanya mencintainya dan tak pernah mencintaiku, kenapa kamu harus menikah denganku?” Tanyaku lagi, Mas Rama hanya terdiam. Dia terlihat gusar, mungkin dia tengah mencari alasan untuk menjawab pertanyaanku. Aku yakin dia tidak semudah itu membeberkan fakta sebenarnya, karena selama hampir setahun kita berumah tangga aku, Bapak dan Ibuk tidak ada yang mengetahui hal itu. Aku yakin dia akan mengubur dalam perjanjian itu sampai waktu yang tepat ia gali kembali.
“Kok diam Mas, Kenapa?” Tanyaku lagi lebih menuntut.
“Karena aku ingin mengabulkan permintaan terakhir kakek.” Jawabnya lirih
“Jadi karena ingin membahagiakan kakek kamu menikahiku. Aku pun mungkin sama denganmu Mas, karena ingin membahagiakan Bapak dan Ibuk aku mau menikah denganmu.”
“Iya, Mas sudah tau itu, Bapak sudah pernah bercerita padaku.” Jawabnya yang kini sudah terlihat lebih santai.
“Makan dulu itu ice cream nya nanti meleleh” ucapnya lagi seperti ingin mengalihkan perhatianku supaya aku tidak bertanya hal lain lagi padanya. Aku mengangguk dan mulai menyendok ice cream yang ada dihadapanku.
“Tapi Mas aku mau tanya lagi, saat kamu menikahiku dulu, kamu pernah berjanji akan membahagiakanku di depan Bapak dan Ibu kan. Di saat itu kamu ingin membahagiakanku dengan apa Mas, sedangkan cintamu hanya untuk Jesica. Apa mungkin kamu ingin membahagiakanku dengan uangmu Mas seperti keinginan kakekmu?” Tanyaku lagi disela-sela aku menyuapkan ice cream ke mulutku.
Mas Rama mendongakan kepala menatapku, ia terlihat tidak paham dengan apa yang aku katakan sebelumnya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (228)

  • avatar
    IryouwRickofhy

    good👍

    17d

      0
  • avatar
    SetiawanTendy

    bagus

    18d

      0
  • avatar
    Riss

    Critanya sangat bagus dan menarik, Tapi sayang nya Udh tamat, next in dong kak critanya

    13/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด