logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 4 Kontraksi

Hatinya sedikit bahagia, melihat suaminya mengacuhkan sang kekasih dan tetap bertahan untuk makan malam sederhana bersamanya. Walaupun ini peristiwa yang langka, ia berusaha untuk menikmati setiap detik yang berharga ini. Siapa yang tahu di masa mendatang, akankah dirinya masih bisa melayani sang suami atau bisa jadi digantikan oleh wanita yang kini sedang berada di kamar tamu rumah ini.
Belinda mengerjapkan kelopak mata dengan bulu lentik bersama dengan rasa penasaran yang tak mau pergi benaknya. Suaminya tampak sangat berbeda hari ini. Ia merasa curiga, apakah Gio tahu jika ia bertemu dengan Hasan? Namun, rasanya tidak mungkin juga.
Toh, pria itu tadi bertanya bukan dari mana ia pergi. Belinda bisa mendengar samar percakapan penuh nada tertahan antara Gio dan Tasia. Dirinya tahu, kedua orang itu pasti sedang rebut tentang kejadian di dapur tadi.
Sebenarnya, ia sangat penasaran. Akan tetapi, Belinda menuruti permintaan Gio untuk istirahat terlebih dahulu. Namun, rasa penasarannya berlanjut sampai saat ia tertidur dan merasakan pria itu mengecup dahinya lembut atau rasanya Belinda bermimpi tentang itu. Ia segera bangun ketika tidak mendengar lagi suara percakapan dan menemukan Gio berada di ruang kerjanya.
Ada sedikit kelegaan jika sang suami tidak membujuk sang kekasih dengan memadu kasih, walau entah nanti jika pria itu selesai bekerja. Sungguh membingungkan. Tadi pria itu bilang sangat capek, tetapi sekarang ia malah berada di ruang kerja.
“Mas, mau kopi?” tanya Belinda yang tidak tega melihat keseriusan Gio dan mejanya yang hanya berisi dokumen.
Gio mendongak dari layar laptopnya. “Tidak perlu, aku hanya sebentar saja. Kembalilah tidur.”
Kalimat tegas dari pria itu lantas membuat Belinda meninggalkan Gio yang tenggelam dalam dokumen kerja. Belinda tidak pernah berharap lagi sang suami akan menempati bantal di sebelahnya. Belinda menghela napas panjang seraya mengusap bantal yang bersisian itu.
Tak lama berselang, kali ini ia merasakan pelukan dan usapan telapak tangan lebar pada perutnya, Belinda tak berani membuka mata dan kembali larut dalam tidur. Jika dekapan hangat ini hanya mimpi, biarlah ia menikmati saat ini.
Dua bulan kemudian
Belinda berbaring miring seraya mengusap perutnya yang membuncit, sambil sesekali meringis menahan kontraksi yang mulai sering terjadi. Ia menatap jam weker yang menunjukkan pukul tiga dini hari. Setelah beberapa kali mengatur napas, ia segera berusaha bangkit dari pembaringannya dan meraih tas yang sudah disiapkan.
Belinda menoleh pada sisi ranjang yang selalu kosong. Mendengkus panjang, ia segera menutup pintu kamarnya dan memastikan semuanya aman sebelum akhirnya pergi. Beruntung, taksi daring sudah menunggu di depan tak lama kemudian.
Dalam perjalanan ke rumah sakit, ia mengirimkan pesan singkat kepada sang suami yang saat ini entah berada di mana.
Belinda [“Mas, aku sudah menuju rumah sakit. Kemungkinan hari ini aku akan melahirkan. Jenguk anakmu jika kamu sudah ada waktu.”]
Belinda melirik layar ponselnya sekali lagi sebelum menghubungi orang tuanya. Centang satu, bisa berarti banyak hal, bukan? Belinda tidak ingin suudzon apa pun yang terjadi kedepannya, ia harus siap dengan segala konsekuensi. Bagi keluarga suaminya, yang utama adalah keturunan yang ia hasilkan bagi mereka.
Belinda tidak jadi menghubungi ibunya melalui panggilan telepon, kontraksinya semakin menjadi dan dirinya hampir tiba di rumah sakit. Semuanya menjadi terlupakan karena fokusnya kepada sang janin. Belinda sudah merasakan basah pada bawah pantatnya. Ia panik melirik pada sopir taksi yang tampak sigap membawakan kemudi.
“Pak, maaf. Jok Bapak basah, sepertinya ketuban saya pecah, Pak,” kata Belinda dengan raut penuh penyesalan dan permintaan maaf.
Si sopir hanya melirik sekilas sebelum semakin cepat melajukan kendaraannya.
“Tidak apa, Bu. Wajarkan kalau ketuban pecah. Jok yang kotor masih bisa dibersihkan,” ujar sang sopir maklum.
Dalam hati Oza Parama, cukup geram. Suami mana yang begitu tega tidak ada bersama sang istri ketika hendak melahirkan. Terlebih tidak ada seorangpun yang menemani. Padahal, jika dilihat dari rumah yang mereka tinggali cukup berada.
Sungguh ia sangat simpati kepada wanita muda ini, cantik dan terlihat sederhana. Wanita tegar, terlihat dari upayanya yang tidak mengeluh sedikit pun sedari tadi. Oza membantu penumpangnya untuk duduk di kursi roda dan bersikeras membantunya sampai mendapatkan kamar.
“Anda tidak perlu melakukan ini, saya bisa melakukan sendiri. Saya bahkan belum membayar Anda. Saya tidak ingin berhutang budi,” kata Belinda seraya mengaduk isi tas mencari dompetnya.
Lengannya lantas ditahan oleh Oza. “Tidak apa, anggap saja ini bantuan dari sesama makhluk sosial.”
Belinda menggeleng. “Saya bahkan tidak mengenal Anda.”
“Kita tidak perlu saling mengenal dekat, untuk membantu sesama. Sudahlah sekarang lebih baik Anda berkonsentrasi dengan bayi dan diri Anda. Saya akan membantu semampu saya,” kata Oza seraya meremas bahu Belinda menyalurkan dukungan.
“Tapi, Pak?” protes Belinda.
“Adakah anggota keluarga yang bisa saya hubungi?” tanya Oza.
Belinda menggeleng saat Perawat membantunya berbaring di ranjang UGD.
“Kalau begitu saya akan temani Anda sampai melahirkan.”
Belinda menggeleng panik dan merasa tidak enak hati dengan perhatian berlebih orang asing di depannya itu. Namun, Belinda juga tidak kuasa mengalihkan perhatiannya dari pria yang ada di depannya itu, walau sedikit terhalang tirai dan lalu lalang para petugas medis, pria itu dengan santainya duduk di sana dan memberikan senyum tipis ke arah Belinda. Belinda yang kepergok memperhatikan pria itu, lantas memalingkan wajahnya yang tersipu. Rasanya tidak asing jika diamati lebih lama. Namun, Belinda tidak kunjung mengingat. Mungkin ia pernah bertatap muka di jalan.

Oza bersedekap seraya duduk tenang di bangku ruang tunggu. Kedua tangannya mengepal erat di balik raut wajahnya yang tampak sangat bersahabat. Ia sangat bersyukur bahwa dirinya yang mendapatkan penumpang dini hari ini. Padahal sejatinya ia hanya iseng membuang waktunya yang tak kunjung mengantuk dan menghilangkan kepenatan. Geram yang dirasakannya mendapati wanita itu tidak ada yang menemani di hari pentingnya ini.
'Bagaimana jika sampai banyak hal buruk terjadi dan tidak ada satu orang pun yang tahu? Di mana para pekerja di rumahnya?'
Oza menggeleng-gelengkan kepala seraya memijat pelan tengkuknya mengenyahkan segala pertanyaan itu. Ia akan mencari tahu nanti.
Oza masih menemani Belinda sampai wanita itu selesai diperiksa dan akhirnya bisa melahirkan dengan selamat dan di tempatkan di kamar. Oza menengok Belinda yang sedang tertidur nyenyak dan mengecup puncak kepala-nya dengan lembut.
Andaikan ia tidak ada jadwal mengajar pagi ini, akan dengan senang hati ia menemani Belinda dan anaknya. Namun, Oza akan mengirim orang untuk memantau keadaan Belinda. Wanita cantik ini jelas tidak baik-baik saja, begitu juga dengan rumah tangganya.
tbc

หนังสือแสดงความคิดเห็น (44)

  • avatar
    KullbetWahyu

    baguss bgett

    19d

      0
  • avatar
    Raihan Tsaqif

    good

    16/08

      0
  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    05/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด