logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Part 2

Clara berdiri di depan klubnya. Menunggu pesanan taxynya datang. Ia memainkan ponselnya, berusaha mengilangkan rasa bosan akibat menunggu terlalu lama.
Clara mengedahkan kepalanya. Mentap langit yang begitu gelap. Sepertinya tak lama lagi, hujan akan turun. Angin malam mulai menusuk kulit mulusnya. Ia mulai menggigul kedinginan karena angin yang bertiup begitu kencang, mengingat Clara hanya memakai dress tanpa lengan dengan panjang di atas lutut. Clara lupa tak membawa jaketnya untuk berjaga-jaga jika terjadi hal-hal yang tak diiinginkan seperti ini.
SYASSHHH....
Clara begitu terkejut saat mendapati mobil berada di depannya. Ia menatap bajunya yang tampak basah dan kotor akibat mobil di depannya menabrak sebuah genangan air kotor. Ia menggeram marah. Sudah kedinginan tersiram air kotor pula. Lengkap sudah kesialannya.
Ia menatap tajam orang yang berada di dalam mobil itu. Saat mulai membuka kaca mobilnya, Clara semakin menajamkan pandangan matanya. Bunyi gemertuk gigi Clara terdengar. Bertanda bahwa ia marah besar. Orang yang membuatnya geram adalah Bagas. Orang yang membuat bajunya kotor dan basah malam ini. Sedangkan sang pelaku hanya memberikan smirk ria. Seakan puas membuat wanita di depannya ini menderita.
“Kau?!” Clara menatap tajam sembari menunjuk-nunjuk wajah pongah Bagas.
“Kenapa tak suka?”
“Kenapa sih, orang kaya selalu berbuat seenaknya? Dan kau! Setiap kali aku bertemu denganmu, pasti aku tertimpa sial. Sialan!!”
“Jadi, secara tak langsung kau menyalahkanku? Jika kau tak berdiri disitu, pasti kau tak akan semakin dekil dan kotor seperti itu.”
“Sudah jelas kau yang bersalah. Aku disini terlebih dahulu. Aku berdiri disini sudah dari tiga puluh menit yang lalu. Dan kau seenaknya menyalahkanku!”
“Aku tak menyalahkanmu. Hanya saja orang miskin dan dekil sepertimu memang selalu salah.”
Clara hanya memejamkan matanya menahan amarah. Ia mengepalkan tangannya kuat hingga membuat tangannya memutihkan. Bagas hanya mengernyitkan alisnya, dan berucap, “Kenapa?”
“Kau itu tak bertanggung jawab sama sekali ya sebagai seorang pria. Oh ataukah kau hanya seseorang yang menyamar sebagai pria. Ck.”
“Kau meragukanku? Aku bisa saja membuatmu mendesah sepanjang malam karena naga perkasaku. Apa tadi kau bilang, tanggung jawab. Kau butuh uang? Berapa? Oh, tapi harga dirimu tak seberapa nilainya dibanding uangku.”
“Apakah semua orang kaya sepertimu? Bertindak seenaknya tanpa memikirkan perasaan orang lain.”
“Oh tidak juga. Aku ya aku. Tak ada seorang pun yang menyamaiku!”
“Pantas saja. Kau adalah pria paling brengsek dan pongah yang pernah aku temui. Tak ada yang lebih brengsek dan pongah sepertimu.”
“Tentu saja. Hanya aku yang boleh brengsek dan pongah. Tak ada yang boleh berada di atasku.”
“Ck. Orang gila.”
“Orang gila? Ingat, orang gila ini bisa saja membeli seluruh harga dirimu yang orang waras itu.”
“Tak semuanya bisa diselesaikan dengan uang.”
“Tak bisa katamu? Hey, uang bisa saja membolak-balikan manusia.”
Bagas mulai mencari dompetnya. Kemudian ia mengeluarkan sepuluh lembar uang berwarna merah. Setelah itu, Bagas melemparkan uang tepat di wajah Clara.
“Nih, katanya tadi meminta tanggung jawab. Tuh ambil semuanya, dasar miskin!”
Setelah mengucapkan kata-kata itu. Bagas meninggalkan Clara yang masih terpaku.
Clara tersadar dari keterpakuannya. Ia melihat uang berserakan di depan kakinya. Kemudian, ia mulai memungut satu persatu uang itu. Sayang kalau tidak diambil. Uang ini bisa digunakan untuk beberapa hari kedepan.
“Dengan ibu Clara benar?”
Clara menolehkan kepalanya. Ternyata mobil pesanannya telah tiba. Clara hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian ia memasuki mobil itu.
***
Clara menyuruh sang sopir untuk segera berhenti saat melihat toko ayam kryspi di depan matanya. Ia mengingat beberapa hari belakangan ini. Ia dan adik-adiknya makan seadanya. Jadi, ia berniat agar sang adik bisa makan enak malam ini.
***
Bagas memasuki apartemennya pelan. Ia tampak terkejut saat kedua orang tuanya dan juga Jasmine sudah duduk santai di sofa ruang tamunya.
“Sudah pulang?” itu suara datar sang Ayah. Tampak menginterupsi.
“Iya. Tumben kalian kesini?” tanya Bagas heran.
“Kau itu. Orang tua datang berkunjung malah diberi pertanyaan seperti itu.” Ibunya menimpali.
“Iya,Ibu. Selamat datang.”
“ Begini. Ibu ingin mengatakan sesuatu. Kau apakan Jasmine?”
“Aku? Aku tak melakukan apapun. Pasti wanita itu mengadu. Maaf ya Ibu Ayah, aku lelah sekali. Pekerjaan di kantor begitu banyak. Aku permisi.”
Bagas dengan santai meninggalkan mereka menuju kamarnya dan langsung menguncinya. Kemudian ia merebahkan tubuhnya sembari menyumpal telinganya dengan earphones. Ia tak mau mendengar teriakan-teriakan mereka yang memekakkan telinga.
                           ***
Bagas terbangun dari tidurnya. Ia menguap lebar-lebar. Kemudian meregakkan tubuhnya hingga mengeluarkan seuara gemertuk dari tubuhnya.
Ia melihat jam dinding kamarnya. Matanya langsung terbuka lebar ketika melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Ia langsung berlari menuju ke kamar mandi. Membuatnya merasa pusing dan sempoyongan.
Bagas mulai melucuti seluruh pakaiannya. Kemudian mulai mengguyurkan air ke seluruh tubuhnya. Bagas mulai menikmati guyuran air dingin yang mengalir ke seluruh tubuhnya. Setidaknya air yang mengalir di tubuhnya bisa membuat perasaan Bagas menjadi tenang dan damai. Hingga ia bisa mengontrol sedikit emosinya karena kesialan-kesialan yang menimpanya kemarin.
“Clara.....”
Bagas menggumamkan nama Clara pelan. Bagas berfikir jika sumber kesialannya berawal dari Clara. Bagas mulai berfikir, apa yang harus ia lakukan agar wanita itu kapok dan tak berani berbuat macam-macam dengannya.
Bagas menyentuh naga perkasanya pelan. Ia kemudian meringis. Merasakan ngilu luar biasa walaupun sudah berlangsung dua hari sejak perkututnya mendapatkan tendangan dari wanita itu. Bagas menggeram, Kesal sekali. Ia berusaha menahan amarah.
Bagas menggerutu, ia memikirkan nasib naga perkasanya yang akan puasa beberapa waktu. Bagas yakin, bahwa naga perkasanya akan menderita kekurangan vitamin cinta. Hahh... Bagas tentu saja tak terima. Ia harus melakukan sesuatu.
***
Seperti biasa, Clara akan menyiapkan sarapan untuk adik-adiknya. Sederhana, hanya beberapa lembar roti dan susu. Dalam hal memasak, Clara akui, bahwa ia cukup payah dalam melakukan itu. Jadi, ia lebih sering membeli makanan di luar saat makan siang dan malam. Clara tak mau jika adik-adiknya harus merasakan diare karena memakan betapa buruknya hasil makanan Clara.
Gibran, adik Clara melihat sang kakak sedang menyiapkan makanan tersenyum. Ia bersyukur, walaupun ia tidak memiliki orang tua, setidaknya ia masih mempunyai sosok kakak yang bisa menggantikan sosok ibu sekaligus ayah bagi dia dan adiknya. Gibran merasa begitu bersalah. Seharusnya ia bisa membantu sang kakak. Melihat bahu kecil dan rapuh itu, Gibran menjadi tak tega. Namun apa daya. Sang kakak selalu melarangnya. Sang kakak berdalih, bahwa ia harus fokus dengan sekolahnya. Masalah biaya, sang kakak yang akan memenuhi.
Kadang, Gibran berandai-andai. Jika orang tuanya masih ada, mungkin kakaknya tak akan memikul beban seberat ini. Gibran ingat, saat seorang rentenir tiba-tiba datang ke rumah mereka setelah kematian kedua orang tuanya. Ternyata, sang ayah memiliki hutang yang begitu besar. Hingga Gibran sempat berfikir, bahwa jika seluruh aset berharga mereka dijual. Hal itu tak akan mampu mencukupi segala kebutuhannya.
Sebagai laki-laki. Gibran merasa tak berguna sama sekali. Seharusnya, ia adalah orang yang melindungi kakak dan adiknya. Ia adalah satu-satunya laki-laki di rumah ini. Namun, disaat para rentenir itu kembali. Ia malah berlindung dibalik bahu kecil dan rapuh kakak perempuannya. Ia menyesali segala ketakutannya. Melihat bentuk tubuh rentenir-rentenir itu saja, sudah membuat nyali Gibran menciut.
Gibran membayangkan. Betapa lelahnya tubuh sang kakak. Setiap pagi sampai malam, ia harus bekerja.
Terkadang ia melihat sang kakak pulang dengan wajah yang menunjukkan raut kelelahan. Lagi-lagi, Gibran hanya bisa diam. Yang hanya bisa Gibran lakukan hanyalah menjadi adik penurut. Ia harus mendapatkan nilai maksimal agar menjadi lulusan terbaik. Setelah itu, ia akan mencari pekerjaan dengan gaji yang cukup untuk membantu kakaknya.
“Gibran, ayo sarapan. Kasihan adikmu sudah menunggu dari tadi.” Ucap Clara lembut.
Lamunan Gibran buyar seketika saat mendengar suara lembut sang kakak. Gibran tersenyum lalu berkata, “Iya kak.”

หนังสือแสดงความคิดเห็น (177)

  • avatar
    Ghe Thonbesy

    ceritanya seru

    19d

      1
  • avatar
    ່༺K꙰I꙰T꙰S꙰U꙰N꙰E꙰E꙰༻

    bagus

    23d

      0
  • avatar
    Ryan Garcia

    sangat bgus

    26d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด