logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

7. Membuat Syok

Huft!
Kenapa sih nih orang kepo, kalau mau tahu tentangku ya ke rumah dong. Balas saja ah, siapa tahu bisa move on.
[Yes, why not.]
Pasti dia sedang senyum membaca balasanku, hahaha ternyata galau bisa membuat diri seperti ini, ya.
[Where you live?]
Tuhkan pertanyaannya bikin kesal, dia tidak liat di profil apa? Dih nyebelin. [Indonesia.]
Balas begitu saja biar dia kapok.
[Are you singgle?]
Ya ALLAH pake nanya lagi sudah, dedek nyesek sekali nih. Mau jawab singgle malu, tapi mau ngaku ada pasangan tidak ada. Sungguh aku dilema. Akhirnya setelah berpikir panjang kujawab sendiri, tapi malah di balas ketawa oleh akun bernama Kabir itu.
Mengesalkan sekali tadi bertanya, eh sekarang malah diketawain.
[Why?] Balasku lengkap dengan emot marah, dia pikir lelucun.
[Nothing, you cute.]
Heleh, dia pikir aku akan meleleh mendengar pujian. Sorry boy hatiku masih sakit dighosting.
[Hei.]
[Zia? You angry?]
Bodo amat! Kutekan menu home di HP dan kembali membuka galeri, tapi yang terbuka malah foto kami. Dengan cepat kututup galeri dan kembali ke aplikasi berlogo F. Dari pada mengingat Kak Deva lebih baik kepoin lagi akun Ali tadi, tapi sebelumnya balas dulu dong pesannya.
[Why? No.]
[AlhamduLILLAH, don't angry with me.]
[For what?]
Percakapan kami pun berlanjut, dia bercerita tentang dirinya dan selalu bertanya tentangku. Cukup banyak kami bahas mulai dari budayanya juga budaya Indonesia, ternyata dia tidak seburuk yang kuduga seperti kata orang. Katanya orang luar itu suka sembarangan dan tidak sopan. Buktinya dia tidak.
Meski pun baru kenal dia sudah sok akrab sekali. Lupakan lebih baik kepoin tentang dia. Dengan sekali klik kubuka profilnya, ternyata dia berasal dari Pakistan. Terlihat statusnya dia orang baik-baik, ada share tentang agama dalam bahasa Arab. Satu kata buat dia menarik.
Kubuka menu foto dan terlihat banyak quotes dan fotonya, karena penasaran siapa sih dia sebenarnya. Kuklik salah satu fotonya yang menggunakan sorban bercorak hitam putih, dengan wajah menghadap ke atas. Wajahnya terlihat dewasa dengan kumis dan janggut, tanpa sadar diriku tersenyum menatap foto itu. Lalu kugeser ke kanan ada fotonya tanpa kumis dan janggut, dia terlihat begitu tampan.
"Calom suamikuh nih."
Fix, semoga dia jodohku. Setelah puas melihat fotonya dan mengsave satu, segera aku keluar. Tadi sepertinya Ayah sudah pulang, dia pasti bangga anaknya bisa dapatkan bule.
Eh, tapikan si Ali belum nembak. Mana kenalnya baru hari ini, bodo amat dah yang penting halu dulu. Siapa tahu nanti jadi nyata, yakan? Iyain saja dari pada nanti Dedek minta milkita.
***
"Ayah ... Bunda," panggilku pada mereka yang tengah menonton TV.
Sontak mereka kaget dan menggelengkan kepala, iyalah kaget. Datang tiba-tiba teriak saja, jadi kalau kalian nanti punya anak seperti Zia berbahagialah, ya. Soalnya bisa membuat jantung sehat, canda sehat. Hiks.
"Jangan teriak-teriak," ingat Ayah.
Namun, aku abai saja dan malah fokus pada brownis buatan Bunda tadi, "Wah enak nih, Bun," kataku sambil mencomot satu.
"Manis, tapi lebih manis kata-kata dia," dumelku.
"Anak kita kenapa, Yah?" tanya Bunda sambil mengecek keningku.
"Bunda," rengekku.
"Manja dah manjanya kumat," kata Ayah.
Ayah kok gini sih, padahalkan aku mau cerita. Tapi, kayanya nanti saja cerita. Soalnya brownis ini lebih enak dinikmati.
"Ayah sama Bunda tahu ga?"
Mereka hanya menautkan alisnya menatapku bingung, "Apa?" tanya keduanya penasaran.
"Bentar." Segera kukeluarkan Hp dari balik saku baju.
"Tara," kataku menunjukkan salah satu foto Kabir tadi.
"Ha? Ini siapa"
"Ayo tebak siapa?"
"Pacar kamu?" Dengan cepat kugelengkan kepala, dia bukan pacar atuh. Semoga saja suamiku. Bantu Aamiini, ya.
"Terus siapa?" tanya Ayah penasaran.
Hpku pun langsung diambil oleh Ayah, beliau menatap foto itu dengan intens. "Ini bukan Deva, terus siapa?"
Namun, pertanyaan beliau malah kujawab dengan senyuman saja. Hpku pun berpindah ke tangan Bunda, "Kok kaya udah dewasa, ya, Dek?"
"Hadeh." Segera kuambil Hp dari beliau dan langsung menyenderkan kepala di pundak Bunda.
"Tapi, dia manis'kan, Bun."
"Manis sih, emang kamu suka?" tanya Ayahnya menyalib sebelum Bunda menjawab.
"Ga tahu. Dedek loh masih sukanya sama Kak Deva," jawabku menunduk.
Aku takut mereka marah karena belum bisa melupakan beliau.
"Oh belum bisa move on, ya?" Mereka malah menggodaku sambil terus tertawa, membuat ku jadi heran sendiri.
"Ayah sama Bunda tidak marah?" tanyaku penasaran.
"Marah? Buat apa, Dek?" tanya Ayah heran.
"Dedek belum bisa move on," jawabku cengengesan.
"Dedek ... Dedek," kata mereka sambil mengusap pelan kepalaku.
"Move on itu jangan dipaksakan, biarkan saja mengalir apa adanya. Jaga hati dan jangan biarkan berharap lagi, In Syaa ALLAH nanti perasaan, Dedek akan berubah sendiri."
Nasehat Bunda yang begitu bijak mampu buatku bernapas lega, ternyata beliau tidak marah. Kualihkan pandangan ke Ayah dengan takut.
"Kenapa?" tanya Ayah saat aku menatapnya.
Kugelengkan kepala sebagai jawaban tidak ada apa-apa, sesaat kemudian beliau tertawa.
"Kok, Ayah ketawa?" tanyaku heran menatap beliau bingung.
"Buhahaha ... Lagian anak Ayah kok jadi gini sih kalau jatuh cinta?" tanya Ayah masih terus tertawa. "Dengar, Sayang. Move on itu bukan hanya tentang melupakan, tapi juga tentang bagaimana kamu mengikhlas'kannya," lanjut beliau bijak.
Kuanggukkan kepala tanda paham, sekarang makin bertambah yakin kalau bisa lupakan semua. Aku pasti bisa, pasti!
"Kembali ke topik ini siapa, Dek?"
Sepertinya Bunda penasaran sekali, jawab calon suami jangan, ya. Nanti dikira halu lagi, tapi tidak apa-apalah biar jadi doa gitu. Hehehe.
"Emm ... anu, Bun. Emm ..."
"Emm apa?" tanya Ayah tidak sabar.
Baru saja aku mau menjawab terdengar suara beduk dari masjid, karena rumah hanya berjarak seratus meter jadi suaranya terdengar jelas
"Azan Magrib sudah tiba," kataku ketawa dan langsung berlari.
Ayah dan Bunda pasti masih penasaran sama jawabanku biarkan saja, nanti pasti akan kuberi tahu. Segera kuambil wudhu dan melaksanakan perintahnya agar bisa menjadi golongan hamba-Nya yang beriman. Aamiin.
***
Kita bisa berencana, tapi ALLAH'lah mengatur segalanya. Seperti biasa usai salat Magrib kami makan, suasana hangat selama makan membuatku sangat bersyukur. Rasa syukurlah membuat semua terasa nikmat.
Seperti biasa usai makan kita berkumpul dan bercanda, sesekali Bunda bertanya tentang kegiatan tadi kantor.
"Ayah, tahu ga?"
"Apa?" tanya beliau pemasaran.
"Cowok tadi itu sebenarnya,-"
"Emmm ... anu, gitu aja terus, Dek," kata Bunda mengikuti perkataanku tadi.
"Hehehe. Bukan gitu, Bun. Eeem Dedek mau minta saran boleh?" tanyaku ragu-ragu.
Sontak saja dong mereka kaget dan saling tatap-tatapan, kemudian beralih menatapku menunggu jawaban selanjutnya.
"Dedeknikahsamadiabolehga?"
"Ha? Apa, Dek?"
"Dedek, nikah sama dia boleh ga?" tanyaku cepat, tepat dan tegas.
"Apa?"
Kok mereka syok dan kaget, ya?

หนังสือแสดงความคิดเห็น (92)

  • avatar
    XieYueLan

    Wehehe gak bisa bayanginnya punya suami orang Pakistan. Putri Yue udah hadir disini. hayo ingat gak aku siapa?

    14/08/2022

      0
  • avatar
    Noordiana Binti Abdullah

    so good

    3d

      0
  • avatar
    Budi Mahesa

    good

    13d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด