logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 2 Terngiang-ngiang

"Andai aku tak terlahir dari keluarga ini, aku ingin tiada saja dari pada aku tersiksa dan menahan luka batin ku yang tak pernah mereka rasakan. Bang aku ingin sekali menangis dan memeluk kehangatan mu, tapi aku tahu kau jauh di mata ku tapi selalu kurasakan begitu dekatnya kehangatan dan kehadiran mu setiap ku butuhkan mu."
Pesan mu yang sebulan yang lalu masih ku simpan dengan tanda bintang dalam chat ku di aplikasi chatting hijau yang sudah ceklis membiru.
Pagi hari ini aku sudah sembuh dari sakit ku, aku bisa tersenyum menyambut pagi. Namun ada luka baru dalam hatiku, entahlah rasanya aku tak percaya kenapa secepat ini dia memutuskan hubungan ini. Aku tahu Tuhan dengan mudah membalikkan hati manusia seperti membalikkan telapak tangan. Rasanya pagi ini seperti ada sesuatu yang hilang dan mungkin akan tak dapat lagi senyum di layar ponsel ku setiap pagi nya. Selalu ku sempatkan melihat nya dengan dengan percakapan yang tak menentu tapi membuat aku dan dia tertawa.
"Abang ..."
Suaranya yang masih ku ingat dengan nada bicaranya yang seperti anak kecil selalu menemani di saat ku akan berangkat kerja. Entahlah pagi ini benar-benar ku rasakan kehilangannya, semakin ku coba tak mengingatnya semakin lekat rasanya, wajahnya, senyuman manisnya, tawanya dan isak tangisannya yang membuat ku semakin melemah untuk mengikhlaskan kepergiannya.
Aku yang masih duduk di atas ranjang dan terus-menerus mengingat kembali curahan hatinya. Sial mengapa ini terjadi? Apakah kau pagi ini tersenyum bahagia ataukah kau sama seperti hatiku detik ini. Sudahlah aku hanya ingin melihat mu bahagia nanti nya, walaupun aku tak tahu keadaanmu sekarang karena tindakan mu memblokir media sosial ku semuanya.
"Nak, cepat bangun." Suaranya ibu ku memanggil ku.
"Iya bu, aku sudah bangun kok." Jawabku sambil mengambil membuka pintu.
Clek!
"Nak kamu kenapa? Kenapa wajahmu itu?" Entahlah pagi ini ibu menanyakan sesuatu yang berbeda hari ini.
"Aku gak kenapa-kenapa kok, aku semalam begadang bu mengetik projek novel aku bu ." Jawabku singkat agar tak bertanya-tanya lagi.
"Oh ya udah, ibu udah siapkan air hangat untuk mandi."
"Makasih bu." Aku pun tersenyum dan menuju kamar mandi, setelah itu aku bersiap dan sarapan.
Aku pun duduk sarapan bersama ayah, ibu dan adik bungsu ku. Entahlah rasanya tak menikmati sarapan pagi ini, karena aku takut di interogasi oleh orang tua ku terutama ibu, aku memilih sedikit sarapan pagi ku. Setelah aku selesai aku pun berpamitan untuk kerja, sebelum aku pergi aku tak lupa memanaskan motor tua ku ini.
"Bu, Wendy berangkat dulu. Assalamualaikum." Aku pun mencium punggung tangan ibu dan melajukan motor ku.
"Walaikumsalam, hati-hati di jalan." Jawabnya.
Beberapa perapatan lampu merah ku lewati rasanya terus terngiang-ngiang setiap aku menunggu lampu itu menghijau.
"Nayla, bagaimana dengan pagi mu hari apakah kau sehat di sana kabar mu? Apakah kau…" Sampai suara klakson mobil di belakang mengejutkan kan ku karena lampu sudah menghijau.
Tiiiitttt !
Sialan aku benar-benar terkejut oleh suara klakson itu, hari ini benar-benar buruk bagiku entahlah kenapa ini terjadi dan mengapa aku harus mengenali dirinya. Rasanya ingin ku lanjutkan perjalanan kisah ku dengan mu mungkin ini akan sedikit penuh luka untuk mu dan aku, karena kau terhalang restu sedangkan aku terhalang keadaan, aku yang penuh dengan rasa berat di dadaku merasakan entahlah wujud berat itu seperti apa, mungkin butuh waktu yang cukup lama aku mengikhlaskan kepergianmu.
Setelah seperempat jam aku pun sampai di sebuah pabrik sepatu yang ternama di Kota Dodol ini dan aku memarkirkan motor tua ku dengan tampilan cat body biru hitam memudar. Seketika aku melihat spion motorku untuk melihat wajah ku sebelum aku pergi dari parkiran itu.
"Aa nanti persiapan nikah kita nanti mendingan di gedung apa dirumah aku aja?"
Suara wanita berjilbab putih yang sedang memegang erat-erat jari jemari lelakinya.
"Aa maunya di gedung aja atuh, sayang aa udah pesanin gedungnya."
Jawab lelaki itu.
Ah, sial sekali kenapa pagi seperti ini aku harus mendapatkan pembicaraan tentang persiapan pernikahan. Aku benci, aku benci dan gila sekali rasanya hari ini. Kenapa dalam otakku dan hatiku namanya selalu ku ingat, ah sudahlah aku harus bekerja dan fokus.
Aku yang bekerja sebagai mekanik di sebuah pabrik sepatu yang cukup ternama dan aku sudah bekerja tiga tahun lamanya di sini. Aku yang baru sampai ke dalam ruangan terlihat dan terdengar dimana mesin-mesin berbagai jenis untuk membuat sepatu. Dan gemuruh suara mesin sudah sebagian sudah terdengar.
"Hey! Gimana kabar lu Wendy?" Aku pun di kejutan oleh seorang yang ada di belakang ku dan ternyata ia teman setim ku yang bernama Bagus.
"Eh, bro gua baik-baik aja gimana sama lu …"
Belum aku selesai berbicara dia memotong pembicaraanku.
"Lu kok beda banget? Lu ada masalah atau gimana, beda banget beneran keliatan nya."
Oh sial teman ku ini peka sekali dan mencoba memancing ku untuk bicara yang sebenarnya.
"Yah pastilah beda orang gua sakit seminggu lamanya, gimana sih lu." Aku mencoba untuk menyakinkan dia agar tak bertanya-tanya lagi.
"Hmmm iya juga sih, ya udah gua balik ketempat gua." Ia pun pergi dan memberi salam dengan menjabat tangan gaya macho nya, aku pun membalasnya.
Aku yang masih terdiam dan benar-benar ingin fokuskan pada diri ini untuk tetap konsentrasi pada pekerjaan ku. Aku pun mulai berjalan dari ujung ke ujung dari kiri ke kanan untuk memastikan tidak ada kendala pada mesin karyawan yang sedang di pakai atau pun kendala pada mesin yang sedang beroperasi.
"Abang tau gak kenapa makan pedes harus di jauhi?"
Sial kenapa percakapannya konyol itu selalu teringat di benakku dan senyumannya terbayang di saat aku berbicara saling bertatapan di layar ponsel. Aku pun mulai tak fokus dan mencoba cari tempat duduk untuk menenangkan diri. Akhirnya ku duduk di kursi bersebelahan dengan karyawan yang sedang mengoperasikan mesin nya.
"Emang kenapa neng? Pedes kan emang kurang baik jadi yah jauhin kalau buat neng mah kan punya maag." Ucapku pada nya pada waktu itu dan aku terkejut dengan jawaban sebenarnya darinya.
"Ih … bukan abang, kalau pedes kan katanya harus di jauhi dari neng kata bang juga, nah … kalau abang mah jangan di jauhi tapi di dekati ama neng." Celetuknya dengan polosnya membuat ku tersenyum tidak bisa ku tahan.
Mengapa semua terbawa dan teringat sampai ku ke tempat berkerja, Nayla … Nayla … entahlah namamu seperti meracuni isi kepala ku dengan nama mu. Aku ingat dengan kata-kata mutiara di Facebook dan entahlah siapa penulisnya.
"Jaga ia sebelum orang lain menjaganya"
Aku teringat itu dan mungkin aku sudah gagal menjaganya, alangkah baiknya aku ikhlaskan biar seorang yang baik dari ku mampu menjaganya.
"Cinta bukan hanya soal rasa kau berani berbicara padanya, tapi soal kau yakin akan do'a yang kau panjatkan menjadi rasa Cinta pada-Nya"

-Rendy Marvino-

หนังสือแสดงความคิดเห็น (57)

  • avatar
    IsaputraRangga

    sangat bagus dan menarik

    10/07

      0
  • avatar
    ArdiArdi

    fire fire max

    09/07

      0
  • avatar
    Dg sujuJunaedi

    semangattttt

    12/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด