logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

BAB 2 Berubah

PELAS TERI 2
Berubah
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Mengubah diri menjadi lebih baik adalah tabungan masa depan kita untuk mendapat sesuatu yang lebih segala-galanya dari kemarin.
Karena kemarin belum tentu menjadi yang terbaik untuk hidup kita. Begitu juga sebaliknya.
Dengan kemarin bisa meninggalkan kenangan yang tidak akan pernah terlupa tentangnya.
Sama halnya dengan Gegen.
Ia akan selalu menganggap kemarin adalah sebuah pembelajaran yang sangat berarti.
Setelah janjinya di pos ronda malem Minggu kemarin, kini Gegen mulai mengubah dirinya sendiri agar menjadi lebih baik.
Mulai dari pola makan sehat, olah raga, menghentikan rokok, dan juga semua hal yang berhubungan dengan penampilannya.
Model rambutnya pun kini berubah. Dari yang sedikit gondrong sekarang menjadi sedikit pendek dan cepak.
Pokoknya lain dari biasanya.
Demi satu keyakinan akan ada wanita yang bersedia ia perjuangkan dengan segenap kekuatannya.
Melihat Gendis boncengan mesra dengan Andaru semakin menambah hasratnya untuk bisa menjadi lebih baik dan lebih tampan.
Bukan caranya terpuruk dan merusak diri jika hatinya tengah patah. Itu hanya sikap lelaki pengecut!
Sedangkan dirinya? Ia lelaki terkuat sepanjang masa di bumi, yang tahan patah dan juga tahan banting dengan berbagai perasaan.
Gegen menatap cermin di lemari pakaiannya.
Senyum, meringis, mecucu, datar, tanpa ekspersi, semua ia coba. Wajahnya masih saja tidak berubah. Masih sedang-sedang saja.
Jelek enggak, tampan pun hanya mendekati. Namun, satu ... manis!
Saat sedang asyik bermain muka lucu, ponselnya tiba-tiba berdering.
Dengan sigap Gegen mengambil ponselnya dan menekan gambar telepon.
"Iya ...."
"Iya apanya, Gen?"
Gegen menghela napas. Ditanya malahan balik nanya. Radit memang selalu begitu, tidak pernah berubah. Tetap kocak.
"Iya ada apa jam segini telepon? Masih pagi, Rad."
"Lari pagi kuy?"
Radit mengajak lari pagi? Padahal fisiknya baru saja istirahat setelah beberapa hari kelelahan karena lari-lari dari kenyataan.
Akan tetapi, tidak ada salahnya. Lagian ia memang selalu bangun pagi. Kan, bisa jalan-jalan sekalian cuci mata dan cuci otak sekaligus cuci hati.
"Malah diem! Mau kagak? Aku udah di depan rumahmu, buruan keluar!" Ucapan Radit membuat pikirannya tersadar dari lamunan.
"Iya. Aku keluar. Tungguin, pakai sepatu sebentar," jawab Gegen lalu mengakhiri sambungan teleponnya.
Gegen berlari cepat sambil mengambil sepasang sepatu di pojok ruang tamu.
Kemudian keluar rumah dengan tergesa. Takut ditinggal Radit. Lari sendirian nanti dikira mau daftar tentara.
Kan, bahaya kalau jadi biang ghibah para tetangga. Padahal aslinya hanya menjadi pengacara, pengangguran yang banyak acara.
Maklum, di kampung itu soal sepele saja bisa jadi omongan emak-emak se-RT. Apalagi kalau berita besar, pasti auto jadi topik utama selama berhari-hari.
Gegen menatap sekeliling. Cuaca sudah sedikit terang. Awan putih pun mulai terlihat. Walau masih sedikit gelap tapi cukup bisa dibilang sudah pagi.
Radit melongo melihat penampilan baru sahabatnya. Terlihat tambah manis dan tampan.
Ini murni nyata, bukan lagi ngerayu atau memuji.
Pantang bagi lelaki ngerayu sesama lelaki. Gentala masih normal.
"Potong rambut di mana, Gen? Keren! Kok, nggak ngajak-ngajak sih?" tanya Radit yang akan mulai bersiap berlari.
"Biasalah di tempat langganan," jawab Gegen sambil mengikat tali sepatunya biar lebih kuat.
Sekuat hatinya yang akan menghadapi kenyataan.
Radit cengar-cengir tidak jelas menatap Gegen.
"Harusnya kamu begini tuh saat Gendis masih jadi milikmu. Sekarang udah pergi malah baru berubah jadi tampan. Hahahaha ...." Tawa Radit terdengar seperti mengejek.
"Si*lan!"
Mereka saling tertawa bersama sembari berlari pelan. Mencoba membakar lemak dalam tubuh sekaligus melawan perasaan agar terlihat lebih kuat.
Karena lama tidak lari pagi, Gegen merasa napasnya ngos-ngosan. Keringat dan peluh pun mulai membanjiri dahi dan di seluruh tubuhnya.
Beda dengan Radit. Tubuhnya masih stabil karena memang dia sering berolah raga.
Gegen berhenti sejenak mengatur napasnya.
"Rad, berhenti dulu. Capek!" pintanya kemudian duduk selonjoran di tepi jalan.
"Payah! Ini baru lari pagi, apalagi kalau lari dari kenyataan. Pasti rasanya sepuluh kali lipat capeknya," jawab Radit yang ikut duduk di tepi jalan.
Saling mengatur napas dan saling menatap rerumputan di semak-semak membuat keduanya saling berpikir tentang sesuatu hal.
Seperti rumput itu yang jarang terlihat dan tersentuh. Yang ada hanya diinjak dan dijadikan sebagai alas kaki.

Ada kemirisan menjalar di hati keduanya. Bukan untuk hatinya, tetapi untuk bumi pertiwi.
Eh, apa hubungannya hati sama bumi pertiwi? Hubungannya cuma satu, sama-sama sedang tidak sehat. Itu!
Radit menoleh sekilas. Gegen masih terlihat berusaha mengatur napasnya.
"Gen, udah mendingan hatimu? Hatimu jangan sampai ikutan sakit lah, bumi yang kita huni saja sedang tidak sehat, masa kita juga harus ikutan sakit? Hati pula," tanya Radit tiba-tiba.
Seolah ikut merasakan apa yang temannya rasakan. Sekuat itulah persahabatan mereka.
"Lumayan lah. Udah nggak kaya kemarin," jawab Gegen sembari memegangi kedua lututnya.
"Bagus lah. Jadi aku nggak capek mikir buat nyari cara menghiburmu." Radit memandang langit timur yang mulai bewarna kekuningan.
"Thanks ya? Kamu emang teman terbaik," jawab Gegen yang ikut melihat sunrise.
Pemandangan pagi yang selalu membuat rindu akan rumah dan rindu tentangnya.
Ketika sedang asyik menyaksikan keindahan alam, ada suara yang sangat dikenal Gegen dari belakang.
"Genta?"
Gegen dan Radit menoleh ke belakang. Dahinya mengernyit mengingat wajah yang kini berdiri menatapnya kaget.
"Kamu Gentala, kan?" tanyanya lagi.
Gegen menaikkan alisnya ke arah Radit. Sebagai tanda tanya apakah ia mengenalnya.
Namun, Radit mengangkat bahunya sebagai jawaban kalau tidak tahu.
Karena sudah lama tidak berjumpa, membuat Gegen dan Radit amnesia. Suaranya sih seperti tidak asing, tetapi untuk mengingat namanya membutuhkan waktu.
"Maaf kamu siapa sih? Kamu kenal sama aku?" Gegen bertanya karena memang tidak ingat sama sekali wajah gadis di depannya yang kini tengah tersenyum sangat manis.
"Kamu lupa sama aku? Aku Malika. Sepupunya Gendis. Inget nggak?"
"Malika ... Malika ... kok, kayak nama kedelai di iklan ya?" Gegen mencoba bercanda karena memang sama sekali tidak memgingatnya.
Mendengar itu sontak Malika tertawa terbahak.
"Hahahaha ...."
Gegen melihat Malika yang tertawa begitu lepas membuat dadanya sedikit berdesir. Apalagi ditambah angin pagi meniupi anak rambut Malika hingga menjadi berantakan.
Kedua bahunya yang sedikit berguncang semakin menambah keaslian kesannya yang tidak takut terlihat jelek.
Kan, banyak tuh kalau wanita tertawa lepas banyak ditutupi pakai tangan.
Sedang Malika, tawanya lepas. Seakan hidupnya bebas tanpa beban.
Radit yang melihat Gegen menatap Malika tanpa berkedip langsung menoel bahunya.
"Sadar, Gen! Eling! Inget juga enggak, udah kayak kepelet," bisik Radit tepat di telinga.
Gegen melirik Radit sejenak. Lalu membuang pandang ke arah lain.
Malu kepergok ketahuan mencuri pandang.
"Aku mau sampai ke jembatan itu," ucap Radit yang langsung berdiri.
Karena Gegen masih bengong akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan larinya sendirian.
"Kamu nggak ikut lari, Gen? Kok, malah masih duduk?" tanya Malika heran.
"Capek! Habis lari-lari dari kenyataan soalnya," jawab Gegen malu. Lalu menatap bunga kecil berwarna kuning di antara rerumputan.
Bentuknya seperti matahari.
Melihat itu ingatan tentang Gendis kembali berputar di kepalanya. Bunga kecil itu sering sekali dipetik olehnya lalu dibuat cincin dan dipakaikan di jari manis masing-masing.
Ah, mengingat itu rasanya hati kembali sakit. Seakan terkena celurit.
"Kenyataan kalau Gendis sama Andaru?" tebak Malika spontan.
Senyum yang sedari tadi menghiasai pipinya kini lenyap dan hilang entah ke mana.
"Kamu tahu juga tentang mereka?" tanya Gegen antusias. Ia merasa Malika tahu sesuatu yang ia tidak tahu.
Bukannya menjawab, Malika justru tersenyum. Namun, ada nada kesedihan dalam tawanya.
"Aku bukan hanya tahu. Aku memang mengerti dan paham."
Gegen merasa bingung dengan jawaban Malika. Bukan hanya tahu? Mengerti dan paham? Maksudnya apa coba?
Gegen mencoba menatap lekat ke arah Malika. Mencari maksud apa yang tersembunyi di balik jawabannya.
"Maksud kamu apa, Lika?"
Malika menatap balik Gegen. Wajahnya yang kebingungan membuatnya sadar kalau pria ini memang tidak tahu sama sekali tentang mereka.
"Emang Gendis nggak bilang?"
"Enggak. Dia cuma bilang 'kita putus' gitu aja. Nggak ngasih alasan apapun," jelas Gegen.
"Andaru dulunya pacarku. Malah sebentar lagi mau tunangan. Tapi dia malah kecantol saat kenal Gendis. Dan mereka diam-diam bermain di belakang. Aku memilih melepaskan dari pada harus bertahan." Malika mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Agar air matanya tidak lagi menetes sia-sia.
Gegen manggut-manggut mendengarkan cerita Malika.
Kini ia mengerti kenapa Gendis selalu saja memulai pertengkaran yang tidak penting karena masalah sepele.
Gegen seketika tertawa. Menertawakan dirinya sendiri. Dan itu membuat Malika merasa heran.
Bukannya marah setelah tahu alasannya, ia malah tertawa seperti orang gila.
Mungkinkah patah hati bisa menghilangkan kewarasan seseorang?
"Gen, kamu masih waras, kan? Bukannya nangis malah ketawa?" tanya Malika sambil mendekat ke arahnya.
"Waras lah, Lika! Aku hanya menertawakan diriku sendiri. Aku baru sadar kalau aku adalah manusia bod*h," jawab Gegen masih dengan sisa tawanya.
"Nggak nyangka aku! Ternyata kita sama-sama jadi korban pelas teri," imbuh Gegen dengan tawa yang semakin terdengar nyaring.
Malika bertambah bingung menatap Gegen yang terus tertawa sampai membuat air matanya ikut menetes satu per satu.
Entah karena saking pulesnya tertawa, atau sengaja menyamarkan air matanya.
"Pelas teri? Apaan lagi itu? Istilah dari mana?"
Malika penasaran. Rasa ingin tahunya kini membuncah dalam dada.
Korban pelas teri, apa maksudnya coba?
-------***--------
Bersambung

หนังสือแสดงความคิดเห็น (82)

  • avatar
    KhidayahZaitunnur

    Bagus banget ceritanya

    16d

      0
  • avatar
    Fahrul RoziMochammad

    bagus

    21d

      0
  • avatar
    SamosirZulkarnain

    bagus banget kak/bang cerita nya!!

    17/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด