logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 4 Pergibahan antar Pria

Arfan Aldebaran Hamizan.
Itu nama gue. Namanya memang cukup bagus, karena saat gue dibuat bokap nyokap gue, bokap pengen punya anak cowo yang diberi nama Aldebaran. Katanya sih, biar keren.
Kata orang banyak, gue itu si pembuat masalah alias biang kerok. Tapi, kalau menurut gue, gue nggak begitu orangnya. Mereka belum tahu aja aslinya gue kaya gimana.
Gue orangnya emang usil, jahil, dan suka berantem. Karena motto gue itu 'Berantem is my Life'. Berantem itu sudah menjadi keseharian gue tiap harinya.
Sebenarnya, bukan mau gue hidup yang selalu berantem sana-sini dan membuat orang-orang terganggu dengan sikap gue. Asal kalian tahu, berantem itu sudah menjadi tuntutan profesi.
Gue udah lama tinggal di Bandung. Sejak gue lahir, gue sudah tinggal di kota yang dijuluki Kota Kembang ini. Gue suka Bandung, suka udaranya yang kadang dingin kadang panas, suka sama kemacetannya, walau tidak separah Jakarta. Suka dengan orang-orangnya yang ramah, dan gue suka dengan semua makanan khas di kota kembang ini.
Gue sekolah disalah satu SMU Negeri yang berada didaerah Bandung Selatan, dan gue anak 11 Ipa 3. Pertama kali gue pindah ke sekolah ini, saat pertengahan semester 1 kemarin. Gue sudah mulai bisa beradaptasi, punya banyak teman, dan yang pasti di sini banyak cewe cantik.
Tapi, dari sekian cewe cantik yang gue lihat, ada satu cewe yang menarik perhatian gue. Namanya Karisa Aghata Putri, anak kelas 11 Ipa 1.
Gue mengenal nama itu sejak awal masuk ke sekolah ini. Saat itu, gue sedang di kantin sekolah bersama teman-teman gue yang lain.
“Fan, maneh apal Bunga budak 11 Ips 5 teu? Beuh, geulis pisan siah!” kata Mbul, si pria berbadan besar yang merupakan teman sekelas gue. Sebenarnya, nama aslinya sih Indra. Tapi, di panggil Mbul karena badannya yang tinggi besar macam gorila. (Fan, kamu tahu Bunga anak 11 Ips 5 nggak? Cantik banget, loh).
“Bunga anu centil tea? Urang teu resep, ah,” kata gue menjawab. (Bunga yang centil? Aku nggak suka, ah).
“Naha? Dia cantik, loh. Banyak yang suka sama dia, idaman pria banget,” kata Erwin menambahi, yang merupakan anak Ips. (Kenapa?).
“Dia emang cantik. Tapi gue nggak suka sama cewe centil dan tebar pesona gitu sama cowo. Udah gitu, baperan pula. Bukan type gue banget.”
“Terus, lo suka cewe yang kaya gimana?” tanya Tatang anak kelas 11 Ipa 2.
“Gue suka cewe yang bisa menggetarkan hati gue,” jawab gue yang langsung tersenyum centil, hingga membuat teman-teman gue yang lain menyoraki gue.
“Contohnya?” tanya mereka semua sambil mendekati wajah gue begitu dekat.
“Nih yah, gue itu nggak butuh dia cantik, seksi, atau apalah itu namanya. Asalkan dia bisa menggetarkan hati, gue pasti bakalan suka sama dia.”
“Terus, kalau dia wajahnya mirip si Pety anak 11 Ips 3, lu masih mau nggak? Walau muka mehong macam ondel-ondel, tapi kalau dia berhasil membuat getaran di hati lu gimana?” tanya si Mbul yang membuat kami semua langsung melemparinya dengan tissue.
“Geblek, si Pety mah bukan ondel-ondel, tapi manusia dari planet Mars!” timpal Erwin meledek.
“Astagfirullah, kalian kalau ngomong suka bener,” kata gue kemudian hingga membuat semuanya kembali tertawa.
Maaf-maaf banget ini yah untuk Pety anak 11 Ips 3. Kita nggak maksud menghina lo, tapi beneran, deh. Mukanya konyol banget, kalau lo semua lihat dia, pasti lo bakalan berpikiran sama seperti kita. Elo semua juga pasti pernah menghina wajah orang lain kan semasa Sma kalian? Ngaku, deh!
Ngomong-ngomong soal cewe yang sudah berhasil menggetarkan hati gue, hal itu memang terjadi kepada Karisa. Cewe berkulit kuning langsat, rambutnya panjang sebahu, bola matanya yang besar, hidungnya yang mancung, tinggi badannya setinggi dada gue, dan dia anak 11 Ipa 1. Dia tidak terlalu populer di sekolahnya dan tidak terlalu cantik juga. Tapi, dia menarik dan berhasil memikat hati gue.
Gue pertama kali bertemu dengannya itu di mesjid sekolah. Keren, kan? Pasti, kalian mikirnya dia berhijab dan alim banget? Oke, gue jelasin di sini. Walau pun gue sering banget buat masalah, tapi gue nggak pernah yang namanya ninggalin sholat. Aneh, kan? Tapi, ya itulah gue.
Sebelum berantem aja, kalau denger adzan gue langsung ambil air wudhu, terus sholat, deh. Itu sudah mendarah daging, karena gue diajari sama bokap nyokap untuk taat beribadah.
Senakal-nakalnya orang, lo semua pasti nggak mau mati dalam keadaan buruk, kan? Makanya, gue nggak mau kaya tetangga gue yang meninggal dalam keadaan mabuk berat. Jadi, gue selalu berusaha untuk menjalankan sholat 5 waktu. Meski terkadang, masih suka ada yang kelewat. Itu juga kalau gue mendadak ketiduran atau dalam situasi genting.
Saat itu, gue baru saja selesai sholat dzuhur sama si Tatang. Untuk pertama kalinya, gue melihat Karisa dengan teman-temannya baru saja selesai sholat, dan sedang berbincang-bincang sambil membenarkan tali sepatu mereka. Wajahnya saat keluar dari mesjid itu sangat cerah. Bersinar bagaikan rembulan dan seperti putri salju dalam cerita dongeng. Kali ini gue serius nggak pake gombal. Tapi, agak di dramatisir sedikit boleh lah, yah?
“Saha eta?” tanya gue dengan posisi mata yang masih menatap ke arah Karisa. Posisinya, saat itu gue masih belum tahu namanya siapa. (Siapa dia?).
“Karisa, anak 11 Ipa 1,” jawab Tatang.
“Kenapa lo bisa tahu namanya, Tang?” tanya gue penasaran.
“Kecengannya si Agus temen sekelas gue si Risa, mah.”
“Oh, gitu.”
“Naon, maneh resep?” (Kenapa, kamu suka?).
“Nggak, nanya aja, sih.”
Terus, yang harus kalian tahu lagi itu adalah saat melihatnya tersenyum, gue sampai gugup melihatnya. Senyumannya itu merekah seperti kelopak bunga yang baru saja bermekaran.
Melihat Karisa tertawa lebar bersama teman-temannya, entah apa yang mereka bicarakan hingga membuat mereka semua tertawa terbahak-bahak seperti itu. Tapi, sumpah, Karisa membuat gue salah tingkah. Dan, dia berhasil membuat hati gue bergetar seperti kesetrum aliran listrik.
Karena saking terlalu fokus memperhatikannya dan mengikutinya terus, gue sampai menabrak tiang yang berada di depan gue. Sekarang gue percaya, orang kalau lagi jatuh cinta memang sedikit agak gila dan aneh. Dan, itu gue alami sendiri.
Sejak pertama kali melihatnya, gue berusaha untuk mendekatinya. Tapi, sepertinya sangat sulit. Dia perempuan yang baik. Setiap pergi ke sekolah, dia selalu diantar oleh ayahnya. Sepulang sekolah, dia selalu pergi naik angkot bersama teman-temannya, sampai-sampai gue niat banget untuk mengikutinya dari belakang.
Sudah hampir 1 bulan ini gue menyukainya secara diam-diam. Namun, hal luar biasa terjadi begitu saja. Gue bukannya nggak mau mendekati dia dan mengajaknya berkenalan, gue juga bukannya tidak gentle. Tapi, sudah terlalu banyak gossip yang beredar tentang gue. Gue takut kalau Karisa tahu tentang gue, dia bakalan menjauh dari pandangan mata gue, dan gue akan semakin sulit untuk mendekatinya.
Tapi, tadi pagi gue kembali bertemu dengannya dengan jarak yang cukup dekat. Dia melirik ke arah gue. Tapi, sepertinya dia takut sama gue. Bahkan, saat kejadian di kantin sekolah tadi, Karisa sampai takut gitu untuk menatap wajah gue. Ini nggak bisa dibiarkan, gue sepertinya harus maju terlebih dahulu untuk mendekatinya.
Saat bel pulang berbunyi, teman-teman yang lain sudah pulang terlebih dahulu. Tapi, gue masih berada di kelas karena harus mengikuti remedial ujian Fisika. Berhubung nilai ulangan fisika gue kemarin dapat nilai ceuli monyet alias dapat 3, jadi gue harus ikutan remedial.
Sebenarnya gue itu anak yang cerdas, kalau gue mau juga gue bisa mendapatkan nilai yang bagus. Hanya saja, gue malas belajar dan tidak mau membuat si Feri yang selalu mendapat ranking satu itu mendapat saingan baru. Jadi, lebih baik gue mengalah secara terhormat saja. Ini serius loh, gue nggak bercanda.
“Jangar, euy!” seru si Mbul. (Pusing, nih).
“Minum obat kalau pusing, mah.”
“Fan, mau ke mana?” tanya Mbul begitu melihat gue ke luar dari kelas setelah remedial Fisika gue selesai.
“WC, deuk ngilu maneh? Hayu urang pacaran di Wc!” (Mau ikut kamu? Ayo, kita pacaran di Wc).
“Anjrit! Najis! Mending urang bobogohan jeung si Petty,” katanya menjawab hingga membuat gue langsung tertawa keras begitu mendengar jawaban si Mbul. Lagi-lagi si Petty kena imbas candaan gue dengan teman-teman gue yang lain. Duh, Petty, sorry banget udah bawa-bawa nama lo dalam percakapan kami. (Mendingan aku pacaran sama si Petty).
“Ya udah, gue ke toilet dulu sekalian pulang.”
“Bawa oleh-oleh yah, Fan!” teriak Mbul ketika gue sudah berada di ujung pintu.
“Oleh-oleh naon?”
“Sedot wc!” jawabnya asal sambil tertawa terbahak-bahak, hingga membuat seluruh tubuhnya bergetar saat sedang tertawa seperti itu.
“Kampret!!”
“Kalau jatuh bangun sendiri, Fan!” teriaknya kembali.
“Berisik!!”

หนังสือแสดงความคิดเห็น (239)

  • avatar
    KhairunnisaYasmin

    mayan

    29d

      0
  • avatar
    1207Sumi

    trpesoba dengan ceritanya

    28/07

      0
  • avatar
    risristi

    bagus banget

    18/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด