logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bertamu Hingga Malam

Tok tok tok ....
Ketukan di pintu membuyarkan lamunanku, aku melangkah cepat untuk melihat siapa yang datang. Wajah mama tampak sumringah, aku bersalaman dengannya, dan mempersilahkan beliau masuk. Mama tidak datang sendiri, bersamanya seorang wanita muda ikut masuk ke rumahku. Aku seperti pernah melihatnya tapi aku lupa dimana, aku suruh saja mereka duduk.
"Amy, kenalkan ini Arem. dia tetanggamu sekaligus anak sahabat mama," jelas mama.
Aku menyalami wanita bernama Arem itu, sekarang aku ingat. Arem ini adalah salah satu orang, yang tadi berkumpul dengan kelompok Bu Siti.
"Udah selesai kumpulnya?" tanyaku sok akrab.
Arem tersenyum lalu mengangguk, " Mbak, kenapa gak ikut?" tanyanya basa-basi.
Aku tertawa, "Rencana baru mau keluar, eh dah pada bubar," jawabku sekenanya.
Aku kemudian berjalan ke belakang, untuk mengambilkan minuman dingin untuk Arem.
"Tesla belum pulang?" tanya mama, saat aku kembali.
"Dia langsung ke Bengkulu Ma, ada pekerjaan di sana," jawabku sambil mempersilahkan Arem untuk minum.
"Berapa hari?" tanya mama lagi.
Aku diam sejenak, tadi Tesla tidak bilang padaku berapa hari dia di sana.
"Mungkin dua hari, Ma," jawabku sekenanya.
Mama berjalan ke dapur, beliau memanaskan air untuk menyeduh kupi, seperti biasa beliau selalu menyeduh kopi sendiri bila bertamu ke rumahku.
"Kata Tesla kemarin kalian periksa ke dokter berdua, lalu apa hasilnya?" tanya mama tiba-tiba.
Aku seketika tercekat, tidak menyangka mama mertua akan bertanya hal pribadi itu didepan Arem yang notabene orang asing bagiku.
"Ba ... baik, baik-baik aja kok Ma," jawabku sedikit tergagap.
Mama melirik sambil menyesap kopinya yang masih hangat, "Jadi, kapan kamu hamil?" tanyanya lagi. Aku terdiam, sungguh pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Bagaimana aku tahu, kapan aku akan hamil. Mama seakan menganggap kehamilan itu seperti pergi ke pasar, bisa dipastikan kapan hari dan jamnya kita mau pergi.
"Eng ... gak tau Ma, mudah-mudahan secepatnya," jawabku.
"Ah, bosan mendengar kata 'secepatnya-secepatnya'. Dari dulu selalu bilang begitu, nyatanya sampai kini belum hamil juga," keluh mama.
Astaghfirullah, mohon beri hamba kesabaran ya Allah ... beri hamba kekuatan, untuk tidak menangis dan meluapkan kemarahan. Batinku dalam diam, sungguh tajam kata-kata mama tadi menyayat dan mengiris hati. Siapa sih yang tidak ingin punya keturunan? Setiap orang yang menikah pasti menginginkannya, termasuk juga aku. Namun, apalah dayaku sebagai manusia, tidak mungkin aku menentang kehendak Tuhan.
"Kamu tau Amy, si Yudi teman kuliahnya Tesla dulu?" tanya mama membuyarkan lamunanku.
"Iya tau, Ma," jawabku.
Seketika wajah Yudi melintas di pikiranku, cowok kalem itu aku dengar berkhianat dari istrinya.
"Yudi sekarang sudah punya anak, tapi bukan dari istri pertamanya, melainkan dari istri keduanya," jelas mama.
Aku tersenyum kecut, "Yudi itu digerebek Ma, saat dia berselingkuh dan akhirnya istrinya minta cerai," sangkalku.
"Ah itu hanya gosip murahan, kalaupun benar Yudi berselingkuh, dia tetap tidak bersalah. Wajarlah dia melakukan itu, toh dia mau punya keturunan," debat mama.
Aku terdiam, kata-kata mama kembali menghujam. Laksana anak panah yang dilepaskan dari busurnya, melesat dan menancap tepat di hatiku yang paling kecil. Apa maksud mama mengatakan Yudi wajar berselingkuh?
Apa mama mau Tesla juga begitu? Hanya agar dia segera mendapatkan cucu. Sungguh, apapun alasannya aku tidak akan biarkan suamiku menikah lagi, apa lagi berselingkuh. Tidak akan aku biarkan, aku tidak mau berbagi suami dengan siapapun. Sampai kapanpun aku tidak akan mau. Satu jam lamanya mama di rumahku, selama itu dia terus menyudutkan aku dengan kata-katanya, sekaligus juga secara tidak langsung dia mempermalukanku di depan Arem. Mama mengupas tuntas diriku, seakan-akan aku ini perempuan tidak berguna, karena aku tidak mampu memberi putranya keturunan.
****
Kepulangan Tesla dari Bengkulu aku sambut dengan ceria, sepanjang sore hingga malam aku terus bersandar manja padanya. Selama dia pergi aku merenung kembali apa yang akan aku lakukan di hari-hari berikutnya, aku tidak mau terus begini. Pertanyaan tetangga dan mama, membuat aku tertekan.
"Sayang, bagaimana kalau kita adopsi anak, kata teman Amy, bisa untuk pancingan," ujarku pelan.
"Kamu yakin?" dia balik bertanya.
Kepadanya aku mengadukan soal nyinyiran tetangga, Tesla menatapku iba.
"Ya sudah, terserah kamu saja," jawabnya singkat.
Aku tersenyum sumringah, pelan-pelan aku utarakan juga niat lainnya.
"Menjelang kita mendapatkan bayi yang bisa kita adopsi, Amy ingin kembali bekerja. Amy suntuk terus terusan di rumah,"
Tesla mengangguk setuju, selanjutnya kami berkhayal ingin mengadopsi seorang bayi laki-laki. Harus bayi merah yang baru saja dilahirkan.
Alasannya agar aku lebih mudah beradaptasi, karena bayi merah belum terlalu banyak tingkah, dan ia akan tumbuh sesuai asuhanku.
***
Bagusnya pergaulanku, membawa banyak keberuntungan untukku. Baru saja berniat ingin mencari kerja, tiba-tiba seorang teman mengajakku bergabung ke perusahaannya. Semacam konsultan bisnis untuk mereka, yang akan, dan atau baru merintis usaha kecil mandiri. Kami bantu mereka mencarikan lokasi usaha, membantu mengurus izin administrasi, sampai membantu mereka mendapatkan tambahan modal usaha.
Hari pertama bekerja aku lalui dengan suka cita, tidak terlalu sulit bagiku untuk beradaptasi kembali, setelah hampir dua tahun vakum. Sebelum pukul lima sore aku sudah sampai di rumah, tampak mama menunggu di teras bersama Arem tetangga baruku.
"Assalamualaikum," sapaku.
"Waalaikumsalam," jawab keduanya hampir bersamaan.
Aku membuka kunci pintu dan mempersilahkan mereka masuk. Setelah berganti pakaian aku sibuk menyiapkan makan malam, mama, dan Arem asik bercerita entah apa, yang mereka bahas. Pukul tujuh malam, makanan sudah tertata, aku juga sudah mandi, dan wangi. Tesla baru saja kembali, lelaki itu langsung masuk kamar untuk beristirahat sejenak.
Mama dan Arem masih asik mengobrol, betah sekali wanita itu menemani mama bercerita. Aku mengajak Tesla dan mama makan, karena Arem juga masih di sini maka kami mengajaknya serta.
"Tesla, ini Arem anaknya Tante Diana. kamu ingatkan?" tanya mama pada Tesla.
Tesla tersenyum pada Arem sejenak keningnya berkerut, mungkin sedang mengingat seseorang bernama 'tante Diana'.
"Tante Diana yang mana Ma?" sahut Tesla sedikit heran.
Tesla mengambil piring, yang aku sodorkan. Lalu, memasukkan lauk, dan sayur. Kemudian mulai menyuap.
"Itu loh, Diana Zulia teman SMP Mama," jelas mama berusaha membuka memori ingatan Tesla.
Suamiku itu tampak tak acuh, dia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja, sambil terus menikmati makanannya.
"Karena Mama, dan Mamanya Arem berteman baik. Maka Mama harap kamu, dan Amy juga bisa berhubungan baik dengannya. Arem ini tinggal sendiri di sini, jadi kalian harus menjaganya," tambah mama.
Aku tidak terlalu mengerti maksud omongan mama, tetapi biarlah dengarkan saja. Begitu pikirku. Detik dan menit terus berlalu, aku tenggelam dalam tugas kantor, yang tadi belum sempat aku selesaikan. Saat kantuk mulai menyapa aku mematikan laptop, dan mulai memejamkan mata.
Aku melayang ke alam mimpi meninggalkan raga, yang tidak berdaya. Andaikan ruh tidak kembali, maka raga ini akan terkubur selamanya di perut bumi. Menjadi santapan cacing tanah, dan merana menangisi waktu, yang terbuang sia-sia selama hidup di dunia.
Tuhan masih memberikan perpanjangan waktu, aku kembali terjaga setelah sekian waktu terlelap. Aku lirik jam, yang tergantung di dinding kamar. Pukul sebelas malam, sayup-sayup aku mendengar suara sepasang lelaki, dan wanita tengah mengobrol di ruang depan, sesekali si wanita tertawa renyah.
Tesla dan Arem aku ingat kedua orang itu, mengapa Arem belum pulang sampai selarut ini?
Bergegas aku turun dari ranjang, dan berjalan keluar kamar. Tampak mama telah terlelap di sofa ruang keluarga, Arem dan Tesla tidak aku temukan di sana.
Di mana mereka?
Suara tawa itu tidak kudengar lagi, malam semakin sunyi. Hatiku dipenuhi prasangka. Mengapa suamiku masih meladeni wanita, yang bukan mahramnya sampai selarut ini?
Aku melangkah pelan ke arah ruang tamu, tampak keduanya duduk saling berdampingan, dua gelas kopi hitam, dan sepiring martabak tampak terhidang di meja.
"Tesla ...."

หนังสือแสดงความคิดเห็น (74)

  • avatar
    IsmailHadi

    Bagus sekali ceritanya tapi sayang terlalu pendek padahal saya masih penasaran ayah biologis anak dari Amy itu sebenernya siapa. kalau bisa lanjut lagi. seru soalnya..

    11d

      0
  • avatar
    Oxs01Lucky

    seruuuu

    14/08

      1
  • avatar
    NaylaAlmeera

    bagus sekali

    09/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด