logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Ibu Aku Inginkan Anak

Tempat praktek dr. Dira. Sp.Og belum terlalu ramai, aku dan Tesla memutuskan untuk datang lebih awal, agar tidak terjebak dalam antrian.
"Selamat malam Pak Tesla, senang akhirnya bisa bertemu dengan Anda," dr. Dira menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada, saat aku dan Tesla memasuki ruang kerjanya.
Tesla tersenyum, dan kami pun duduk di kursi berhadapan dengan dr. Dira, sebuah meja menjadi pemisah jarak antara kami, dan dokter cantik itu.
"Bapak Tesla, Anda tidak merokok?"
dr. Dira mengangkat kepalanya dari, yang tadi memeriksa data Tesla kini dia menatap suamiku. Selanjutnya terjadi tanya jawab antar sang dokter dengan Tesla, pertanyan seperti;
Apakah minum alkohol?
Apakah kerap begadang?
Apakah, apakah lainnya. Semua itu dijawab Tesla dengan apa adanya.
"Baiklah, saya rasa untuk Pak Tesla cukup. Sekarang saya akan periksa Bu Amy, Bapak mau tetap di sini boleh." ujar dr. Dira.
"Kalau saya tunggu di luar, bagaimana Dok?" tanya Tesla.
"Boleh juga, tidak masalah," jawab dr. Dira.
Tesla kemudian pergi keluar, tinggal aku berdua dengan
dr. Dira. Jantungku berdetak kencang menanti apa diagnosa sang dokter terhadap suamiku.
"Melihat riwayatnya, saya rasa tidak ada masalah dengan suami Anda. Namun, untuk memastikannya. Anda bisa tampung spermanya, dan besok serahkan pada saya. Kita akan periksa sperma Pak Tesla di lab," saran dr. Dira.
"Baik Dok," jawabku.
Aku tahu Tesla pasti tidak mau spermanya diperiksa, maka itu sebelum mengajaknya kemari aku terlebih dulu bertanya apa, yang akan dilakukan dr. Dira pada Tesla. Tadi ketika dokter bilang mau memeriksa aku, itu hanya alasan halus agar Tesla keluar ruangan. Hampir setahun aku berkonsultasi dengannya, dan dia bilang kondisiku baik-baik saja. Maka itu dia sangat penasaran ingin memeriksa kondisi Tesla. Sayangnya lelaki itu susah sekali diajak bertemu dr. Dira. Entah keajaiban apa--tiba semalam dia bersedia, meski imbalannya aku harus melayani dia hingga menjelang pagi. Tidak mengapa bagiku, karena dia suamiku daripada dia jajan di luar malah akan berbahaya.
Sepulang dari praktik dokter aku mengajak Tesla makan malam romantis, kami makan seafood di sebuah restoran tepi pantai. Angin pantai menimbulkan sensasi romantis. Aku, dan Tesla bergandengan tangan menuju parkiran, setelah terlebih dulu membayar tagihan makanan tentunya. Tidak sabar ingin segera sampai di rumah, membayangkan hangatnya peraduan. Sepanjang jalan aku terus membelai lengan Tesla. Lelaki itu paham kode alam yang aku kirimkan.
"Sabar sayang, sampai di rumah aku tunaikan semuanya. Sampai kamu puas, dan kehabisan tenaga," godanya mesra.
Aku tersenyum sumringah, Tesla memang lelaki perkasa dia tidak pernah gagal menuntunku sampai ke puncak hasrat. Karena itu aku yakin, dan percaya kalau Tesla baik-baik saja. Belum hadirnya anak di antara kami, semata hanya karena Tuhan punya rencana-Nya sendiri, itulah yang aku yakini sampai kini.
Selesai membersihkan diri, pakaian tidur yang seksi membalut tubuhku. Tesla datang menghampiri, sekali angkat saja aku berpindah tempat terbaring pasrah di ranjang cinta. Tesla membawaku berkelana, menyusuri awan kenikmatan di antara desah napas yang berirama. Sesekali jerit tertahan merasakan nikmat, yang tidak terbilang. Tetes keringat membasahi badan bercampur cairan, yang keluar dari tempat terlarang. Berulang kali aku merintih kala Tesla berhasil menembus rongga rahasiaku.
"Cukup ya, Sayang," desahnya.
Aku tersenyum puas dan mengangguk. Tesla mengecup mesra bibirku sebelum berguling ke samping, rebah dari atas tubuhku. Kemudian suara dengkurnya terdengar, aku bergegas menuju kamar mandi saat cairan itu aku rasa mulai mengalir keluar. Lima kali klimaks wajar saja kalau liang kehormatan penuh, dengan cairan cinta Tesla. Aku mengambil cairan kental berwarna putih susu yang mengalir di pangkal paha, dan memasukkannya ke wadah pemberian dr. Dira. Besok cairan itu akan aku serahkan untuk diperiksa di laboratorium.
****
Menunggu adalah pekerjaan yang sangat membosankan, apalagi menunggu sebuah kepastian tentang sebuah harapan. Aku yakin sekali Tesla baik-baik saja dan aku berharap sekali, kami akan segera dipercaya untuk menjadi orang tua.
Menunggu dengan perasaan cemas, cemas kalau hasilnya tidak sesuai harapan, cemas bila apa yang aku yakini selama ini terbantahkan. Perasaan cemas membuatku tidak sabaran, rasanya ingin sekali aku terobos ruang lab itu, dan menguji sendiri sampel, yang aku bawa tadi. Begini-begini aku juga pernah magang di lab terbesar di kota Jogja, waktu itu aku masih sekolah menengah.
Dua jam menunggu dengan berjuta tanda tanya, akhirnya namaku dipanggil juga. Dokter Dira mempersilahkan aku masuk, aku mendengarkan dengan seksama keterangan sang dokter. Sesekali dokter Dira tertawa, seakan dia ingin terus menyemangati aku. Benar-benar pribadi yang cantik secantik fisiknya.
"Terima kasih, Dok," ucapku sembari menyalaminya.
Kemudian, aku melangkah keluar dari ruang konsultasi. Aku terkejut ketika melihat di parkiran Tesla berdiri dan tersenyum padaku. Aku balas tersenyum padanya, Tesla menghampiriku dan merangkul mesra pinggangku.
"Bagaimana hasilnya?" tanya Tesla.
"Amy haus, Sayang," rengekku.
Tesla membelai lembut rambutku sebelum berlari ke minimarket, persis di sebelah praktek dokter.
"Ini," sodornya lima menit kemudian.
"Makasih, Sayang," ucapku mesra.
Aku dan Tesla melangkah menuju mobil, lelaki itu membukakan pintu mobil untukku. Aku masuk ke mobil dan langsung meneguk air mineral pemberian Tesla tadi, dengan harapan air itu mampu menenangkan gejolak perasaanku yang tidak karu-karuan.
"Sayang, malam ini kita makan di rumah ibu aja ya," ajakku pada Tesla, sesat setelah dia masuk ke mobil dan duduk di belakang kemudi.
Badanku rasanya lelah sekali sore ini, dan aku tiba-tiba rindu pada ibu. Tidak sabar ingin bertemu wanita itu memeluknya, dan merebahkan kepala di pangkuannya. Bersyukur Tesla mengiyakan pintaku, mobil meluncur menuju ke rumah ibu. Berbeda dengan Tesla yang menjadi anak tunggal bagi orang tuanya, aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Anak pertama orang tuaku, bernama Dodi--dia sudah menikah dan punya anak kembar. Selain kakak laki-laki, aku memiliki adik perempuan. Mien Hassel namanya, dia juga sudah menikah dan dikarunia dua orang putra/putri.
Kedatanganku dan Tesla disambut riang anak-anak, mereka berlarian menghampiri kami dan langsung bergelayut manja pada Tesla. Setelah menyalami ayah dan bang Dodi, Tesla langsung asik bermain dengan anak-anak. Melihatnya hatiku iba, sungguh dia sangat menginginkan hadirnya anak, sebagaimana juga yang aku rasakan. Aku mencari ibu ke dapur, wanita yang berumur lima puluh tahun lebih itu tampak asik meracik bahan untuk teman ayah ngopi sore.
"Eh, ada Kanjeng Ratu," sapa Mien Hessel ketika melihatku.
Adikku itu memang memanggilku kanjeng ratu, ulah dulu sedari kecil hingga akhirnya menikah aku tidak pernah mengerjakan tugas rumah. Ibu dan Mien Hessel lah yang mengerjakan semuanya, aku hanya tau makan saja. Satu-satunya pekerjaan wanita, yang aku kerjakan di rumah adalah mencuci pakaian. Itupun pakaianku sendiri.
Melihat ibu aku langsung memeluk wanita itu, air mataku tumpah tanpa bisa aku bendung. Ibu membelai lembut punggungku, hal yang selalu beliau lakukan bila aku menangis sedih. Setelah puas menangis, aku mulai mengendurkan pelukanku pada ibu.
"Ceritakan pada Ibu, apa yang terjadi?" bisik ibuku lembut.
Alih-alih bercerita tangisku malah semakin menjadi, air mataku tidak mau berhenti seirama dengan sesak yang masih menghimpit dadaku.
"Adek keluar ya, kalau kakak gak mau adek tau," timpal Mien Hessel.
Aku cepat menarik tangan wanita muda itu, menahannya agar tidak pergi. Dengan suara pelan dan terisak isak aku katakan hal yang sangat mengganjal di hatiku pada mereka berdua. Namun sepertinya mereka masih tidak mengerti, Mien Hassel memberiku segelas air putih, menyuruhku minum. Berharap tangisku reda dan aku bisa bercerita, tentang apa hal yang membuatku sangat tertekan dan menderita.
"Kakak kenapa sih? berantem sama Mas Tesla?" selidik adikku.
Aku menggeleng lemah, sambil menyusut air mata yang terus mengalir di pipi.
"Lalu, ada masalah apa?" tanya ibu mulai ikut panik.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (74)

  • avatar
    IsmailHadi

    Bagus sekali ceritanya tapi sayang terlalu pendek padahal saya masih penasaran ayah biologis anak dari Amy itu sebenernya siapa. kalau bisa lanjut lagi. seru soalnya..

    12d

      0
  • avatar
    Oxs01Lucky

    seruuuu

    14/08

      1
  • avatar
    NaylaAlmeera

    bagus sekali

    09/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด