logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Gairah Halal

Aku tarik napas pelan, dan aku hembuskan secara perlahan. Tidak ada guna berdebat dengan mama, hanya akan menimbulkan sakit di kepala. Aku berlalu menuju dapur, meninggalkan mama seolah tidak terjadi apa-apa. Aku simpan buah yang tadi aku beli. Lalu, aku masuk ke kamar untuk mandi dan berganti pakaian. Aku harus bergegas sebelum sore beranjak dan berganti malam, menu makan malam harus sudah tersaji sebelum Tesla pulang.
"Mama tidur di sini?" tanyaku pada wanita itu.
Tampak dia sedang membuat segelas kopi--minuman favoritnya, sudah biasa mama membuat sendiri minuman untuknya bila berkunjung ke rumah kami. Kata mama, kopi buatanku tidak sesuai seleranya. Tidak mengapa, aku sama sekali tidak tersinggung. Malah sebaliknya, aku senang. Dengan begitu, aku tidak perlu repot bila mama datang.
"Enggak, Mama cuma singgah. Habis nganterin anak teman pindahan." jawabnya ditingkahi suara klinting sendok, yang beradu dengan gelas kopi.
Aku diam saja, karena fokus mengeluarkan aneka bahan masakan dari kulkas. Rencananya, aku akan memasak dimsum udang--makanan kesukaan suami tersayang.
"Kalau begitu tunggu Tesla pulang saja, biar nanti diantar," ujarku.
"Kesorean, Papamu sudah di jalan kok dari kantor langsung jemput Mama kemari," jawab mama, sebelum menyesap pelan kopi panasnya.
Mama menikmati kopinya di beranda belakang rumah, aneka tanaman bumbu dapur seperti: kunyit, serai, lengkuas, dan cabai. Menjadi pemandangan, yang selalu membuatnya kagum padaku. Mama pernah berkata: Andai rahimku sesubur tanaman, yang kutanam. Lima tahun pernikahan mungkin telah berbuah lima anak, yang menggemaskan. Yah mama benar, seharusnya aku sudah memiliki lima anak. Andaikan anak itu seperti boneka, atau tubuhnya bisa dibentuk dari adonan terigu. Namun, sepertinya mama lupa. Bahwa seorang anak, tidak jadi hanya dengan ritual seks saja.
Seorang anak hadir adalah atas izin, dan kuasa Allah. Allahlah, yang berhak menentukan siapa, yang akan diuji dengan hadirnya seorang anak. Siapa pula, yang akan diuji dengan tidak hadirnya seorang anak. Ada orang, yang tiba-tiba hamil hanya karena diperkosa. Sementara aku, yang berhasil menjaga kesucian hingga ke pelaminan, nyatanya belum juga hamil. Meski setiap malam melakukan ritual seks dengan lelaki, yang halal. Semua itu tentu atas kehendak-Nya, tugasku adalah berusaha dan terus berbaik sangka. Jika memang Tuhan percaya, suatu saat aku pasti hamil juga.
Setengah jam berlalu, saat aku tengah asik meracik bumbu terdengar sapaan salam di pintu. Papah mertuaku datang untuk menjemput istrinya, setelah sedikit berbasa-basi mama dan papah pun pamit pergi.
***
Pukul 21.30 WIB. Tesla belum juga tiba di rumah. Sebenarnya tadi dia sudah menghubungi aku, dan mengatakan kalau masih ada, yang harus dia kerjakan di luar sana. Firasatku mengatakan Tesla kini sedang berada di rumah mamanya, biasanya memang begitu. Aku tidak mempermasalahkan, bukankah wajar seorang anak mengunjungi orang tuanya?
Mengapa aku tidak diajak?
Mungkin ada hal penting, yang harus mereka bicarakan. Bukan karena aku tidak boleh tahu tapi karena memang bukan hal urgen, yang aku harus segera tahu. Biasanya nanti Tesla akan bicara padaku, meminta pendapatku, baru setelah jtu dibicarakan lagi bersama. Untuk mempertimbangkan usul dariku. Karenanya aku tidak pernah cemburu, bila Tesla mengunjungi orang tuanya tanpa aku.
"Assalamualaikum," sapa Tesla di ambang pintu kamar.
Akhirnya, sosok yang aku pikirkan itu berdiri nyata di depan mata. Senyumnya bak tetes hujan, yang membasah keringnya tanah di musim kemarau.
"Waalaikumsalam. Sayang, kamu sudah pulang? Maaf ya, Amy gak dengar," sesalku, sambil menghampiri dan menyalami tangannya.
Sejak kami pindah ke rumah sendiri, Tesla selalu membawa kunci cadangan. Alasannya sederhana tapi membuat aku berbunga-bunga.
"Aku kan sering pulang malam, kasihan kamu kalau harus bangun hanya untuk membukakan pintu," begitu alasannya.
Sementara Tesla berganti pakaian, aku ke dapur untuk memanaskan dimsum, yang aku buat sore tadi. Entah apakah dia sudah makan atau belum, tugasku adalah menyiapkan.
"Sayang, aku sudah makan di rumah Mama, sini temani aku istirahat!" ajaknya. Benarkan dugaanku, dia mampir ke rumah mamanya.
Aku membaringkan badan di sebelah Tesla. Kusandarkan kepala pada lengannya, wangi aroma sabun, yang menguar dari tubuhnya membuat aku sedikit bergairah. Entahlah, mengapa aku selalu bergairah. Bukan karena besarnya keinginan untuk hamil saja, bagiku seks adalah kebutuhan, yang selalu wajib dipenuhi Tesla untukku.
"Sayang, besok malam bisa pulang lebih awal?" tanyaku pelan.
"Hem … sepertinya bisa. Besok enggak terlalu banyak kelas," jawabnya, setelah terlebih dulu mengecup puncak kepalaku.
"Mau ke mana?" tanyanya, dengan tatapan menggoda.
"Dokter Dira, beliau minta kita datang berdua," jelasku.
dr. Dira, Sp.Og, dia adalah dokter kandungan tempat aku berkonsultasi. Selama ini memang hanya aku, yang menemui beliau. Sementara Tesla memang belum pernah diperiksa.
"Dokternya Wanita? Apa tidak masalah aku diperiksa olehnya?" tanya Tesla cemas.
Tesla memang selalu cemas bila berurusan dengan medis, dan tenaga medisnya seorang wanita. Sampai saat itu aku masih berpikir suamiku seorang, yang suci dan sangat menjaga diri dari orang, yang bukan mahramnya. Namun suatu hari nanti anggapanku akan berubah seiring kenyataan, yang nanti kutemukan didepan mata.
"Gak apa, Sayang. Hanya tanya jawab saja, tidak disentuh-sentuh kok," pujukku.
"Baiklah tapi benar ya, hanya tanya jawab," tekannya.
Aku mengangguk dan tersenyum mesra padanya, Tesla mendekatkan bibirnya ke bibirku, dan sedetik kemudian kami tenggelam dalam permainan, yang menggairahkan. Permainan, yang pasti menjadi impian oleh setiap manusia normal. Permainan, yang halal dilakukan jika terikat pernikahan. Permainan, yang haram bila dilakukan dengan orang, yang bukan pasangan sah. Akan semakin haram bila dilakukan dengan cara berganti-ganti pasangan.
Aku bersyukur, karena mengenal permainan ini setelah aku menikah dengan Tesla. Permainan ini memang sungguh nikmat wajar saja banyak,yang terjerumus melakukannya padahal belum menikah. Aku ingat, beberapa orang temanku terpaksa putus sekolah. Karena katanya mereka hamil diluar nikah, akibat pacaran, dan mungkin tergoda mencoba permainan, yang memacu gejolak gairah.
Semasa kuliah tidak sedikit juga temanku, yang terjerumus ke dalam seks bebas. Ironisnya alasan mereka beragam. Mulai dari menyenangkan hati sang pacar, sampai dengan untuk mendapatkan uang. Apapun tujuan mereka, alasannya pasti sama. Bermula dari coba-coba, menjadi ketagihan, dan menjadi kebiasaan. Itu jugalah alasan mengapa dulu aku tidak mau pacaran, jujur saja aku takut bila harus berciuman. Karena menurut cerita teman-temanku, yang pacaran. Mereka melakukan ciuman. Aku tidak mau begitu, aku takut ketagihan, takut menjadi terbiasa. Aku takut terjebak pada bisikan seta.
"Pacarmu akan merajuk, bila kamu tidak mau dicium. Apa bedanya teman sama pacar, kalau cuma jalan-jalan dan makan? Menjadi pacar itu, dapat lebih dari apa yang didapatkan teman," papar mereka.
Ketika aku bertanya, "Apakah harus berciuman, bila kita pacaran?"

หนังสือแสดงความคิดเห็น (74)

  • avatar
    IsmailHadi

    Bagus sekali ceritanya tapi sayang terlalu pendek padahal saya masih penasaran ayah biologis anak dari Amy itu sebenernya siapa. kalau bisa lanjut lagi. seru soalnya..

    12d

      0
  • avatar
    Oxs01Lucky

    seruuuu

    14/08

      1
  • avatar
    NaylaAlmeera

    bagus sekali

    09/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด