logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

4. Menghindar

Pagi ini Rana tampak tidak bersemangat. Rasanya ia ingin tidur seharian. Tapi weekend masih 2 hari lagi. Bukan karena Kailandra ada hubungannya dengan masa lalunya. Rana hanya ingin bersikap profesional dalam bekerja. Tidak menyangkutpautkan hal pribadi dengan pekerjaan. Lagipula Rana tidak ingin mengecewakan Wibrata. Tapi hari ini ia benar-benar merasa lelah.
Hari ini kantor dan pekerjaan kembali seperti biasa, hanya bosnya saja yang berbeda. Ia juga belum tau cara kerja bos ini seperti apa.
Rana beranjak dari tempatnya dan menuju ke ruangan Kailandra untuk memberikan beberapa berkas. Rana mengetuk pintu dan masuk setelah dipersilahkan. Ia lalu menutup pintu dan langsung berjalan mendekat ke meja bosnya. Dilihatnya Kailandra sekilas yang sedang duduk ditempatnya sambil berfokus pada laptop didepannya. Rana kembali mengalihkan pandangannya.
"Ini ada beberapa berkas yang harus bapak cek, silahkan." Rana meletakkan beberapa map tepat dihadapan Kailandra. "Saya permisi dulu."
"Kamu mau kemana? Bukannya ada beberapa berkas yang setelah saya cek harus diserahkan ke bagian finansial? Tunggu disini sebentar, kamu bisa duduk didepan saya."
Rana berhenti dan melakukan seperti yang diperintahkan. Sementara Kailandra memeriksa beberapa berkas tadi.
"Apa yang kamu pikirkan setelah bertemu saya, Ran?" Sontak Rana mengalihkan pandangannya ke sumber suara. "Ada apa? Kenapa kamu terus menunduk?"
"Tidak, pak."
"Kamu memikirkan apa?" Kailandra beralih pada Rana yang kini tengah terlihat kaget dihadapannya. "Apa ada yang salah? Kenapa kamu terlihat kaget?"
Tidak lama, Rana kembali sadar.
"Apa bapak sudah selesai memeriksa berkasnya? Bisa saya bawa kembali?"
"Ran, saya serius." Kai beranjak dari kursinya. "Ada yang harus saya bicarakan sama kamu. Kita harus bicara."
"Maksud bapak bagaimana?"
"Seta."
Satu kata dan sebuah nama yang memberikan sensasi pada tubuhnya seperti semua tulang yang ada didalam dirinya lepas.
"Kamu pasti masih ingat dia?"
Rana hanya diam dan tidak menjawab. Bagaimana ia bisa lupa dengan nama itu.
"Dia akan menikah."
Rana masih diam. Ingin rasanya ia menghilang sekarang juga. Bukan karena mendengar kata akan menikah, tapi Seta adalah penyebab kelamnya masa lalu Rana.
"Pak, bisakah kita tidak membicarakan hal yang bukan masalah pekerjaan. Maaf."
Hening menyelimuti keduanya. Rana sibuk menata pikiran dan hatinya, jangan sampai ia menangis. Kalau tidak akan membuat kecurigaan pada yang lain.
"Bisa saya pergi sekarang?" Rana berhasil keluar dari kekacauan pikirannya, dan kembali ke situasi sekarang. Kailandra tampak memisahkan 2 map. Dengan segera Rana langsung mengambilnya dan pergi. "Permisi pak."
"Tunggu, Ran. Tapi kita benar-benar harus bicara tentang Seta." Kai menghentikan Rana tepat sebelum ia keluar dari pintu.
"Maaf sekali lagi pak. Tapi sudah tidak ada yang perlu dibicarakan. Terutama masalah Seta." Dan Rana berhasil keluar dari ruangan.
"Kenapa si Rana? Abis diapain lo sama pak bos baru?" Tanya Wenda yang mengetahui gelagat Rana yang tidak biasa. "Nyawa lo kaya berkurang satu." Lanjutnya.
"Lo pikir gue kucing." Rana mendekat ke meja Jemin yang memang berada didekat ruang bos. "Bagi minum dong sayang." Tanpa mendengar jawaban, Rana langsung meneguk air putih yang ada digelas Jemin.
*
Sudah seminggu Kailandra menjadi bos Rana. Dan selama seminggu itu juga Rana berusaha sekeras mungkin menghindari teman lamanya.
"Mbak serius deh mau tanya, ada sesuatu ya antara mbak dan pak Kailandra?"
"Enggak. Kenapa si nanya itu?"
"Gak tau ya, aku tuh liatnya kalian kaya ada sesuatu yang belum selesai. Pak Kailandra kaya ngejar mbak terus tapi mbak Rana malah menghindar."
"Eh..eh.. Ngomongin gue ya?" Pras datang dengan makanan dan minumannya. "Nih, kalian gue beliin donut buat temen ngobrol."
"Mas Pras, bilang aja mau traktir mbak Rana. Tapi berhubung ada gue, terpaksa kan jadi beliin gue juga."
"Tau aja bocah, pinter deh kamu."
"Eh, pak Kailandra tuh. Lagi bingung kayaknya mau duduk dimana?"
"Pak Kailandra!" Panggil Pras dengan mengangkat tangannya dan langsung membuatnya jadi perhatian. Kailandra pun mendekati tempat duduk mereka.
"Kok dipanggil si, Pras?"
"Gak apa-apa Rana."
"Pantesan diputusin mbak Rana, gak peka sih.." jawab Jemin mencibir Pras.
"Bilang apa lo barusan?"
"Boleh saya duduk disini?"
"Boleh pak." Pras langsung menggeser posisinya jadi didepan Jemin. "Kalau habis gajian cafetarian sini memang selalu rame pak."
"Iya, untung ada kalian. Oh, kalian sudah selesai makan?"
"Saya sama mbak Rana baru selesai pak. Silakan bapak makan dengan mas Pras."
"Kalo begitu saya makan dulu."
"Ya, pak."
"Pak Kailandra tuh merakyat ya, biasanya bos jarang membaur, sendirian pula."
"Saya cuma orang baru yang masih butuh adaptasi." Kailandra menjawab sambil tersenyum dan melihat Rana yang ada didepannya benar-benar mengacuhkannya.
Rana tau ia sedang diperhatikan. Ingin rasanya pergi dari sana, tapi itu akan membenarkan kalau selama ini ia sebisa mungkin tidak dalam satu situasi yang sama dengan Kailandra dalam waktu yang lama kecuali rapat. Walaupun itulah kebenarannya.
"Kemana Rahmani dan Wenda?" tanya Kailandra.
"Mereka makan nasi padang diseberang kantor pak." jawab Jemin.
Rana hanya fokus pada ponselnya. Masa bodo, selama Kailandra tidak mengusik masa lalu ia akan tetap disana. Toh ia yang lebih dulu duduk disitu. Dan Rana juga tau tidak mungkin Kailandra akan membahas Seta disini.
"Mbak, pulang bareng ya nanti."
"Oke deh.."
"Dih.. Brondong mepet terus.."
"Syirik aja si mas. Mas Pras dulu juga pasti pernah anter mbak Rana waktu masih pacaran kan. Sekarang udah mau nikah, fokus aja si sama calonnya."
"Hm.. Kalian dulu sempet pacaran?" tanya Kai disela-sela makannya.
"Iya pak, cuma Rana mutusin saya padahal gak ada apa-apa."
"Gak mungkin mbak Rana mutusin mas Pras kalo gak ada apa-apa lagi."
"Kenyataan gitu, Jemin."
"Terus alasan mas Pras kaya masih penasaran sama mbak Rana apa dong? Masih sayang? Gak boleh mas, udah mau nikah kan."
Pras dan Jemin terus berargumen sementara yang dibicarakan hanya fokus pada ponselnya.
"Mungkin masih ada yang belum selesai antara Ran dan Pras, Jemin." Kini Kai mulai menengahi Pras dan Jemin setelah menyelesaikan makannya.
Kata-kata Kailandra sedikit mengena untuk Rana. Entah memang Kailandra yang ingin ikut dalam obrolan atau memang Rana lah yang terlalu sensitif.
"Sepertinya begitu si pak, mas Pras masih perhatian banget sama mbak Rana." Jemin beralih pada Pras. "Mas masih sayang ya sama mbak.. aduh duh duh.. Sakit mbak." Rana lantas menarik pipi Jemin hingga tubuhnya ikut tertarik kearahnya. "Sakit mbak, beneran nyubitnya."
"Ketularan siapa julid begitu?"
Kai dan Pras tampak tertawa melihat Jemin yang kesakitan.
"Sayang banget mah udah nggak, Je. Cuma penasaran aja gue dulu diputusin karena apa sama dia. Padahal gue baik-baik aja sama dia, gak berantem gak apa."
"Heh! Lu berdua cowok, gak malu ngegosip didepan bos kalian. Ih mending pergi. Saya permisi pak." jawab Rana yang mendapat kesempatan untuk pergi dari sana.
"Oh saya juga duluan ya.." Ucap Kai sambil bangkit meninggalkan Jemin dan Pras yang masih berargumen, kali ini bukan tentang Rana, melainkan masalah pekerjaan.
Rana berniat kembali ke tempat kerjanya. Padahal waktu istirahat masih ada sekitar 15 menit lagi. Terpaksa ia kembali lebih dulu.
*****

หนังสือแสดงความคิดเห็น (126)

  • avatar
    Deti Putri

    bagus banget

    09/07

      0
  • avatar
    Danicha Saputra

    Baguss

    15/05

      0
  • avatar
    CantikNabila

    ceritanya sangat bagus

    17/01

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด